Rabu, 27 November 2013

Bersyukur atau Malas? Malas Yang Menyamar Optimisme dan Syukur

Hati-hati Dengan Malas Ini


Orang malas apa pun bisa menjadi alasan. Bahkan alasan yang tampak seperti optimisme, padahal hanya sebagai dalih supaya dia tidak perlu bertindak. Ini bahaya, sebab akan terdengar baik dan benar padahal bisa menghancurkan diri sendiri. 

Pernah suatu hari saya menumpang sebuah bus. Sebagai standar keselamatan, sebuah bus AC harus menyediakan sebuah palu tajam untuk memecahkan kaca seandainya terjadi apa-apa seperti kebakaran.

Mungkin kita pernah mendengar banyak korban akibat terjebak di bus AC yang terbakar, alasannya sederhana karena mereka tidak bisa menyelamatkan diri. 

Pintu macet dan kaca sulit dipecahkan. Untuk itu salah satu standar keselamatan harus ada palu tajam yang bisa memecahkan kaca dengan mudah. 

Saya melihat ke tempat palu itu. Tempatnya ada, tetapi tidak ada palunya. Saya bertanya kepada kondektur, “Pak, palunya mana?” 

Dia melihat tempat palu, kemudian dia menjawab, “Ah tidak akan terjadi apa-apa.” jawabnya. 

Seperti sebuah optimisme tidak akan terjadi apa-apa. Siapa yang bisa menjamin? 

Apa yang dia katakan itu baik-baik saja, tetapi itu hanya alasan atas kemalasan dia menyiapkan perlengkapan bus sebelum berangkat. 

Jika bus itu terbakar, apakah akan selamat hanya dengan ucapan itu? 

Kita memang harus optimis. Tetapi usaha tetap kita perlukan. Optimis yang benar adalah saat kita yakin akan menghasilkan yang baik saat kita sudah berusaha. 

Malas Memperbaiki Diri Dengan Dalih Akan Baik-baik Saja Banyak orang yang tidak puas dengan apa yang dia dilakukan. 

Namun dia tidak pernah mencoba untuk berubah dengan cara memperbaiki diri. Mereka berkata, bahwa hidupnya akan membaik seiring dengan perjalanan waktu. Padahal apa yang dia rasakan sangat membosankan dan jenuh. Tetapi dia tetap bertahan dengan alasan akan baik-baik saja. 

Saat Anda melakukan profesi yang membosankan. Ada dua pilihan. Pertama Anda berusaha untuk mencari profesi lain yang lebih baik. Kedua Anda tetap bertahan. Banyak orang yang menginginkan pilihan pertama. 

Tapi dia sadar bahwa akan penuh dengan perjuangan, mencari profesi baru, belajar lagi, dan menyesuaikan diri. 

Rasa malas pun mulai menggoda, akhirnya dia memilih yang kedua, tetap bertahan. 

Namun saat memilih pilihan kedua, tentu harus ada alasan, dan dia mengatakan, “Semuanya akan baik-baik saja.” Optimis atau malas berusaha? Saat rasa tersiksa makin menjepit, maka tidak ada cara lain selain mengeluh, menghujat, dan menuntut. Mengapa, karena bicara itu mudah dan paling mudah dilakukan oleh orang yang malas. 

Dia tidak pernah menuntut diri sendiri, karena dia sadar, kalau menuntut diri sendiri harus berusaha. 

Berusaha adalah musuh bagi orang yang malas. Syukuri Apa Yang Ada, Tidak Usah Muluk-muluk Salah satu lagi yang menjadi alasan bagi orang malas adalah syukur. Ini juga seperti kata-kata yang bijak. 

Padahal hanya untuk menutupi kemalasannya meraih pencapaian yang lebih tinggi, dia mengatakan mensyukuri yang ada saja tanpa harus meraih yang lebih besar lagi. 

Padahal Anda bisa tetap bersyukur sambil tetap berusaha meraih yang lebih baik. Usaha Anda untuk mencapai yang lebih baik tidak merusak syukur Anda. Kita tidak bisa menuduh orang yang giat bekerja adalah orang yang tidak menyukuri nikmat yang sudah dimiliki. 

Syukur adalah urusan hati. 

Sementara usaha urusan fisik. Oleh karena itu syukur dan ikhtiar tidak akan saling mengganggu. 

Artinya Anda bisa menyukuri yang ada SAMBIL tetap berusaha untuk mendapatkan yang baik. Yang tidak boleh adalah tidak mensyukuri atau mengkufuri nikmat Allah, menganggap semua hasil diri sendiri tanpa keterlibatan Allah.

Justru berusaha dan mencari rezeki adalah perintah Allah. Sama-sama ibadah, tidak mungkin ibadah yang satu meniadakan ibadah lainnya. Tetaplah bersyukur dan tetaplah berusaha menjadi lebih baik. Tetap Bersyukur, Tetap Optimis, dan Jangan Malas 

Sesungguhnya bersyukur akan menambah kenikmatan Allah, dan perbanyaklah doa. (HR Ath-Thabrani) 

“Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. (QS. Az Zumar: 53) 

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir“. (QS. Yusuf:87) 

Sesungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hamba-Nya bersusah payah (lelah) dalam mencari rezeki yang halal. (HR. Ad Dailami) 

Dari ayat dan hadits diatas bisa kita lihat, bahwa kita diperintahkan untuk bersyukur, kita diperintahkan untuk optimis, dan diperintahkan giat bekerja. Semua sama-sama perintah Allah, maka lakukan semuanya sebisa Anda. Optmisme dan syukur adalah perintah Allah, merupakan ahlaq yang mulia, jangan sampai dijadikan penutup sifat malas kita.



tidak bersyukur menyebabkan malas

berapa banyak umat islam yang bangun subuh tidur lagi…. sepertinya mau melanjut kan beraktivitas setealh sembahyang subuh terasa sangat malas…. dan inginnya tidur lagi padahal tidur setelah bangun subuh membuat tubuh tidak nyaman. salah satu kenapa tidur lagi .. danmuncul malas adalah karena bangun tidur tidak bersyukur kepada Allah… padahal doa bangun tidur dalam islam sudah mengisyaratkan kita untuk bersyukur kepada Allah….. (coba lihat doa bangun tidur…)

orang yang bersyukur terutama bangun tidur akan bersemangat dan bergairah dalam hidup, coba saja orang yang tidak mensyukuri telah diberi pekerjaan oleh Allah menjadi seorang pegawai misalnya…. tapi dia tidak mensyukurinya maka dalam bekerja dia akan malas dan tidak bersemangat. tapi kita lihat orang yang selalu mensyukuri pekerjaannya dia akan bekerja dengan semangat dan bahagia.

di rumah saya ada satu tukang bangunan yang sangat menikmati pekerjaannya …. dia yang seharusnya bekerja sampai jam 16.00 saking semangat dan menikmati pekerjaannya dia bisa bekerja sampai jam 17,00 bahkan sampai menjelang magrib baru selesai. setelah saya tanya kenapa kok sampai lewat jam padahal tidak ada uang lembur.. kata dia ” dia sangat menikmati pekerjaannya…” artinya dia mendapatkan pekerjaan dari saya sangat bersyukur karena sesuai dengan hobinya..

syukur ini bisa juga untuk menjadi terapi malas … kalau malas…. langsung saja bersyukur kepada Allah …. dan whusss malas itu akan langsung hilang berubah menjadi kebahagiaan dan semangat …..



Bersyukur atau Malas????

Bersyukur atas rezeki yang diberikan kepada kita itu suatu keharusan … dan aku sama sekali tidak menentangnya, bahkan aku juga mensyukuri atas apa yang Tuhan telah berikan kepadaku dan juga menyukuri atas apa yang Tuhan telah ambil dari diriku …..

Hanya saja ada 1 hal yang menggelitik logika dan nuraniku …… sebagian orang “menyelimuti” kemalasan mereka dengan rasa syukur …..

rasa syukur apakah harus dimanifestasikan sebagai sebuah penerimaan terhadap nasib??? terhadap tingkatan penghasilan saat ini??terhadap tingkatan permasalahan saat ini???

HANYA PEMALASLAH yang menganggap demikian …..

orang yang benar-benar bersyukur adalah orang yang bisa memanfaatkan apa yang telah diberikan oleh Tuhan dalam bentuk apapun juga untuk kepentingan keluarga dan sesamanya …..

Alkisah ada 2 orang pengemudi bajaj, katakanlah si Abang dan si Mas ….. mereka adalah teman yang sangat dekat. Si Abang dalam kesehariannya selalu mangkal didepan komplek menunggu penumpang, berapapun hasil yang diterima dia syukuri sebagai rezekinya karena dia menganggap bahwa memang sudah takdirnya untuk hanya menjadi pengemudi bajaj jadi buat apa capek2 keliling toh rezeki sudah ada di tangan Tuhan.

Si Mas adalah tipe orang yang berbeda, dia rajin berkeliling untuk mencari penumpang, berapapun hasil yang diterima dia syukuri sebagai rezekinya tetapi dia memiliki keyakinan bahwa dirinya tidak sekedar ditakdirkan jadi pengemudi bajaj tetapi suatu saat akan menjadi juragan bajaj, oleh sebab itu di rela bercapek2 keliling untuk mencari penumpang.

Dari 2 tipe abang bajaj diatas, kira2 mana yang benar2 mengimplementasikan rasa syukurnya?

Bagiku si Abang adalah bukan seseorang yang bersyukur tetapi hanya seorang pemalas yang tahu cara mengucap syukur. Si Mas adalah orang yang bersyukur karena bukan hanya mengucap syukur atas rezeki yang diterima tetapi adalah orang yang juga berusaha semaksimal mungkin menggunakan segala daya yang telah diberikan oleh Tuhan untuk berusaha.

Ingatlah bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang terkecuali orang itu berusaha merubah nasibnya sendiri. Takdir adalah takdir tetapi manusia wajib berusaha untuk mengetahui takdir dia yang sebenarnya.



Benarkah Kita Sudah Bersyukur?

Sesungguhnya, banyak yang salah memahami makna bersyukur. Karena kesalahan pemahaman ini, akhirnya orang itu tidak berkembang. Dampak selanjutnya karir atau bisnisnya stagnan.

Menerima dan senang atas kenikmatan yang kita peroleh itu baru sebagian kecil dari makna bersyukur. Apabila target tercapai, order banyak, karir melejit kemudian Anda bahagia dan memuji Sang Pencipta memang itu bersyukur. Tetapi pemahaman itu belum utuh. Berhenti pada pemahaman ini membuat Anda cepat puas bahkan dalam jangka panjang bisa membuat Anda malas.

Bersyukur juga mengandung makna intensifikasi dan ekstensifikasi potensi diri. Setiap manusia yang terlahir ke dunia pasti diberi modal terbesar oleh Allah SWT berupa potensi diri. Tugas manusia adalah menemukan dan kemudian melakukan intensifikasi serta ekstensifikasi potensi diri.

Intensifikasi itu mendayagunakan dan mengoptimalkan potensi yang ada. Potensi yang sudah Anda temukan tadi terus diasah tiada henti. Salah satu bukti bahwa Anda sudah melakukan intensifikasi potensi diri adalah Anda sudah menjadi seorang ahli di bidang yang Anda tekuni.

Dari keahlian Anda yang sudah terasah maka akan terlahir karya-karya besar yang memberi banyak manfaat. Oleh karena itulah, apabila Anda belum menghasilkan karya di atas rata-rata kebanyakan orang jangan mengaku bahwa Anda sudah bersyukur.

Sementara ekstensifikasi diri bermakna terus menemukan potensi diri yang mendukung keahlian yang ditekuni. Seorang peneliti, misalnya, tidak boleh puas dengan hasil penelitiannya saja. Dia perlu mengembangkan kemampuan memasarkan hasil penelitiannya sehinga penemuannya diketahui sekaligus memberi manfaat kepada banyak orang.

Intensifikasi dan ekstensifikasi menghasilkan manusia pembelajar dan haus akan prestasi-prestasi besar. Menerima (acceptance) dan senang atas berbagai nikmat yang Anda peroleh hanyalah kunci pembuka rasa syukur. Anda harus masuk kedalam ruangan syukur yang lebih luas dengan cara melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi potensi diri.

Cobalah renungkan sejenak, sudahkah Anda menjadi manusia yang bersyukur? Bila Anda menjawab sudah, apakah karya atau prestasi Anda yang diakui banyak orang? Bersyukur itu perlu bukti, bukan hanya pengakuan diri dan perasaan dalam hati.

Anda mau berlatih bersyukur? Sebarlah tulisan ini apabila Anda merasakan manfaat dari tulisan ini. Hehehehe… kalau ini namanya “maksa dot com”.



Mari kita semua berdo’a: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, malas, sifat pengecut, menyia-nyiakan usia, dan sifat kikir.” (HR Muslim) Semoga Allah menjadikan kita tidak termasuk orang-orang yang malas.

Semoga Bermanfaat


Tidak ada komentar: