Jumat, 08 November 2013

"Oniomania" penyakit orang berduit dan orang yang pengen terlihat berduit

"Oniomania" dan Shopaholic merupakan sebutan bagi seseorang yang sangat suka berbelanja, namun sudah lebih dari batas normal. Sebuah studi terbaru yang dirilis oleh para peneliti di San Francisco State University menunjukkan beberapa sebab di balik perilaku belanja yang menyimpang ini, salah satunya berkaitan dengan psikologis.

"Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa shopaholic cenderung memiliki nilai-nilai materialistis," ungkap Ryan Howell, profesor psikologi di SF State University, seperti dilansir Medical Daily, Rabu (7/8/2013).

Studi ini tidak mengaitkan antara shopaholic dengan beberapa faktor seperti jenis kelamin, kepribadian, usia, atau pendapatan. Studi ini justru menghubungkan antara shopaholic dengan manajemen kredit yang buruk. Sebab sebagian besar shopaholic tidak membayar tagihan kartu kredit tepat waktu dan tidak memperhatikan laporan tagihan mereka.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa ini mungkin karena kartu kredit memungkinkan orang untuk membeli dan berbelanja tanpa melihat atau menyerahkan uang fisik. Inilah yang menurut para peneliti membuat pola pikir shopaholic berbeda jika dibandingkan dengan mereka yang berbelanja tanpa kartu kredit.

Oniomania adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan shopaholism atau orang yang belanja kompulsif. Onios adalah bahasa Yunani yang berarti 'dijual' dan mania berarti 'kegilaan'. Istilah ini awalnya digunakan oleh psikiater pada awal abad ke-20. Tidak banyak penelitian telah dilakukan mengenai oniomania dibandingkan dengan kecanduan narkoba dan alkohol, tetapi dalam beberapa dekade terakhir ini dunia psikologi telah melakukan cukup banyak diskusi mengenai shopaholic.
Dalam sebuah studi tahun 2005 di Kroasia, mereka menemukan bahwa shopaholic seringkali dipengaruhi oleh suasana hati, kecemasan, atau gangguan makan. Mereka juga berhasil mengobati seorang perempuan shopaholic dengan terapi kombinasi fluvoxamine, antidepresan, dan psikoterapi.

Studi The SF State University bertanya pada 1.600 orang tentang pengelolaan uang, kebiasaan belanja, dan apakah mereka materialistis atau tidak. Sebagian besar shopaholic berkata bahwa mereka mendapat kesenangan tersendiri dari berbelanja.

Mereka percaya belanja dapat membantu meningkatkan harga diri mereka dan meningkatkan penampilan, reputasi atau hubungan mereka dengan orang lain. Meskipun gangguan psikologis mungkin menjadi penyebab di balik kecanduan belanja, para peneliti menyarankan para shopaholic untuk belajar mengelola kartu kredit mereka.

"Oniomania" dan Shopaholic

Saya tertarik dengan penyakit ini. karena kadang saya mengelami apa yang di diagnosis dalam penyakit ini. berikut jenis-jenis Oniomania, penyebabnya dan cara mencegahnya.

Jenis-jenisnya:

  1. Compulsive shoppers: belanja untuk mengalihkan perasaan tak enak. Mottonya, "When the going gets tough, the tough go shopping”;
  2. Trophy shoppers: membeli banyak barang aksesori untuk dipadankan dengan pakaian, terutama barang kenangan;
  3. Image shoppers: membeli barang-barang mewah untuk menunjukkan status, tak peduli keuangan tak mencukupi;
  4. Bargain shoppers: kalap belanja hanya karena dapat harga murah atau diskon;
  5. Codependent shoppers: membeli barang hanya supaya diterima dan dipuji orang;
  6. Bulimic shoppers: senang mengembalikan barang yang sudah dibeli, kemudian membeli lagi, persis seperti penderita bulimia, yang memuntahkan sesuatu yang dimakan kemudian makan lagi;
  7. Collector shoppers: senang membeli barang untuk melengkapi koleksi yang ada.
Penyebabnya:
  1. Masa kecil yang tidak bahagia;
  2. Tidak bisa menghadapi perasaan negatif, seperti marah, kecewa, dan patah hati;
  3. Mencari pelampiasan dari kekosongan perasaan;
  4. Selalu mencari kesenangan;
  5. Selalu butuh pengakuan.

Cara mencegahnya:
  1. Jauhi orang atau tempat yang mendorong untuk belanja;
  2. Buat daftar saat belanja, dan patuhi. Tahan keinginan belanja di luar daftar;
  3. Ketika muncul keinginan membeli sesuatu, tahan dulu dan pikirkan apakah memang dibutuhkan;
  4. Jangan belanja saat sedang sedih, marah, atau kecewa;
  5. Cari aktivitas lain yang bisa menggantikan kesenangan belanja, misalnya jalan-jalan di taman, bersepeda, atau kegym;
  6. Jangan bawa kartu kredit, kalau perlu ditutup saja. Dan bawa uang tunai secukupnya saja.
Nah lho. Sekarang dari ciri-ciri diatas tadi anda ada dalam daftar gak?



Keluarga Muslim Hidup Sederhana

Dalam sistem kapitalis, kebahagiaan diukur dengan materi. Hidup masa kini tidak sah tanpa berbagai atribut kemewahan. Banyak yang selalu merasa tidak cukup, meski sudah hidup layak. Hidup sederhana menjadi barang langka. Saking tidak bisanya hidup sederhana, ada orang yang sedang dihukum pun nekad membawa kemewahan ke dalam penjara. Kalau pun ada (banyak) orang yang hidup sederhana, itu karena terpaksa hidup seadanya akibat terjepit nasib dan pemiskinan.

Perilaku hura-hura dan konsumtif sudah menjadi budaya. Keinginan hidup mewah bukan hanya di kalangan berada, tetapi juga di kalangan golongan kurang mampu. Kemewahan bukan lagi sekedar pamer materi, tetapi memanipulasi suatu keinginan sehingga menjadi keharusan demi kepuasan. Akibatnya, tindak korupsi dan kriminalitas merajalela.

Keadaan ini sudah demikian parah dan membahayakan. Oleh karena itu, kita harus mulai dari sekarang gerakan hidup sederhana.

Perintah Hidup Sederhana

Perilaku hidup sederhana bertentangan dengan pola hidup konsumerisme, yang memandang kebahagiaan individu hanya dapat dicapai dengan mengkonsumsi, membeli dan memiliki apapun yang diinginkan meskipun melebihi batas kebutuhan dasar.

Islam mengajarkan agar kita membelanjakan harta tidak secara berlebih-lebihan dan tidak pula kikir (QS Al-Furqaan 25: 67). Islam mengecam orang yang menumpuk harta dengan memasukannya ke neraka Huthamah (QS. Al-Humazah: 1-9). Mereka yang suka menimbun emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, diancam dengan siksaan pedih dan menyakitkan (QS. At-Taubah: 34).

“Orang yang mencapai kejayaannya ialah orang yang bertindak di atas prinsip Islam dan hidup secara sederhana. (HR. Ahmad Tirmidzi, Ibnu Majah).

Setiap muslim harus waspada terhadap apa yang dimilikinya, janganlah sesuatu yang diharamkan Allah, tidak berlebih-lebihan, tidak boros dan bermain-main dengan harta. Jika dia mempunyai harta yang banyak dan rezkinya lapang, lebih baik memberi shadaqah kepada fakir miskin.

Nabi Teladan Hidup Sederhana

Selama hidupnya Nabi penuh kesederhanaan, baik dalam sikap perilakunya maupun apa yang dimilikinya: sandang, pangan, papan dan segala kebutuhan pokok. Termasuk dalam membelanjakan uang negara. Keempat khalifah setelah beliau tetap mempertahankan hidup yang sederhana.

Nabi hidup sederhana bukan karena miskin. Nabi sebagai seorang kepala negara bisa hidup mewah, kalau mau. Faktanya Nabi saw sanggup memberikan kambing sebanyak 1 bukit kepada seorang kepala suku yang baru masuk Islam, Malik bin Auf. Dengan kesederhanaan keluarga Nabi, beliau bisa mengoptimalkan hartanya untuk kesejahteraan rakyatnya, kepentingan dakwah dan jihad fi sabilillah.

Nabi menolak tempat tidur yang empuk. Bantal Nabi terbuat dari kumpulan sabut kelapa. Tikar yang beliau gunakan untuk tidur meninggalkan bekas dipunggungnya. Saat meninggal dunia, beliau dalam keadaan berbaring ditempat tidur dengan menggunakan selimut kasar dan pakaian yang sangat sederhana.

Rasulullah saw bersabda: “Makanlah dan minumlah, berpakaian, dan bersedekahlah, tanpa berlebihan dan tidak sombong” (HR. Ahmad). Nabi makan hanya beberapa suap saja, asal cukup untuk menegakkan tulang rusuknya.

Para sahabat Rasulullah saw pada suatu hari menyebut-nyebutkan di sisi beliau itu tentang hal dunia -yakni perihal kesenangan, kekayaan dan lain-lain. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Tidakkah engkau semua mendengar, tidakkah engkau semua mendengar bahwa badzadzah (keadaan yang serba kusut dan meninggalkan pakaian yang indah-indah) itu termasuk keimanan, bahwa badzadzah itu termasuk keimanan.” Yakni taqahhul (orang yang kering kulitnya karena keadaan hidupnya yang serba kasar dan meninggalkan kemewahan dalam segala hal) (HR Abu Dawud).

Rasulullah saw diberi hadiah sejenis pakaian luar dari sutera. Beliau memakainya untuk mendirikan salat. Ketika selesai salat, beliau segera menanggalkannya dengan keras seperti tidak menyukainya, kemudian bersabda: “Tidak pantas pakaian ini untuk orang-orang yang bertakwa” (HR Muslim).

Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa mengenakan pakaian sutera di dunia, maka ia tidak akan memakainya di akhirat” (HR Muslim).

Dari Qatadah ia berkata: Kami bertanya kepada Anas bin Malik: “Pakaian apakah yang paling disukai dan dikagumi Rasulullah saw?” Anas bin Malik ra menjawab: “Kain hibarah (pakaian bercorak terbuat dari kain katun)”. (HR Muslim).

Ibn Sina pernah berkata “Berkah dan Hikmah dari Allah tidak akan masuk ke dalam perut yang sudah penuh dengan makanan. Barang siapa sedikit makan dan minumnya, maka akan sedikit pula tidurnnya. Barang siapa sedikit tidurnya, maka akan terlihat jelas dan nyata berkah pada umur dan waktunya.”

Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian minum di bejana emas dan perak, janganlah kalian makan di piring emas dan perak, karena emas dan perak itu milik mereka (orang-orang kafir) di dunia dan milik kalian di akhirat” (Diriwayatkan Al-Bukhary, Muslim, Abu Daud, Ahmad, At-Tirmidzy, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Hikmah Hidup Sederhana

Kehidupan kita menjadi tenang dan harmonis, sebab berbelanja sesuai kemampuan. Orang yang sederhana, hidupnya tidak diburu oleh nafsu yang membinasakan, pikiran selalu kurang, dan berbagai ambisi yang membuat jiwa semakin kering.

Menghindari sikap hidup boros dan berlebih-lebihan, yang berakibat menimbulkan penyesalan, kerugian, lilitan hutang, harta terbuang-buang percuma dan tersalurkan kepada sesuatu yang tidak semestinya.

Kemewahan membuat seseorang hanya sibuk memikirkan diri sendiri, dan selalu merasa kurang.Hidup sederhana, membuat kita memiliki kelebihan harta untuk membantu fakir miskin (baik zakat, infak, sodaqoh dan hibah).

Kesederhanaan bisa menimbulkan empati dan merekatkan semua kelompok dalam masyarakat. Orang kaya yang sederhana, mudah membangun relasi dengan orang miskin. Pemimpin yang sederhana bisa berinteraksi dengan rakyatnya tanpa ada jurang pemisah, dan dicintai rakyatnya. Pemimpin yang hobi menumpuk harta akan dibenci dan ditumbangkan rakyatnya.

Orang yang hidup sederhana, ketika kekurangan tidak menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta agar dihormati. Ketika mempunyai harta lebih, tidak tergoda untuk bermewah-mewahan, menumpuk harta, dan memanjakan diri dengan segala fasilitas serba lux.

Tips Hidup Sederhana

Tanamkan bahwa nilai kebahagiaan hidup adalah menggapai ridho Alloh, dengan memperbanyak ketaatan kepada Alloh SWT. Sumber kebahagiaan bukan materi. Bangun sikap qona’ah, yaitu merasa rela menerima segala pemberianNya dan selalu merasa cukup dengan apa yang ada.

Berbelanja barang yang dibutuhkan dan berdasarkan fungsinya. Bukan berdasarkan nafsu dan gengsi, serta tidak berlebihan, sehingga tidak habis waktu untuk merawat harta yang kita miliki. Waktu yang ada bisa lebih banyak digunakan untuk beribadah.

Meningkatkan iman dan memperbanyak amal sholih dengan niat ikhlas karena Alloh semata. Sehingga visi dan misi hidup semakin jelas.

Meninggalkan gaya hidup egoistis yang sempit, sehingga kita selalu berusaha memberi manfaat sebanyak-banyaknya kepada sesama manusia. Hidup kita akan terasa panjang, indah, dan selalu penuh nilai.

Memperbanyak sedekah sebagai tanda syukur terhadap nikmat yang ada, dan sabar jika diberi kesempitan. Peduli terhadap penderitaan orang lain. Mengutamakan kepentingan orang lain yang lebih membutuhkan daripada dirinya sendiri.

Hidup sederhana harus ditanamkan sejak dini dalam lingkungan keluarga, agar perilaku dan pola pikir hidup sederhana betul-betul menjadi jalan hidup (way of life) bagi seluruh anggota keluarga muslim. Imam Ghozali: “Tidak boleh orangtua membiasakan anaknya hidup enak bergelimangan harta, memakai perhiasan dan alat-alat yang serba lux. Jika anak dibiasakan sejak dini dengan gaya hidup mewah, maka ia akan menghabiskan umurnya dalam kehidupan yang serba mewah itu. Akibatnya, ia akan jatuh ke dalam jurang kehancuran selama-lamanya”.



Hidup Mewah dan Hidup Sederhana

Tidak ada diatur dalam Undang-Undang agar seseorang itu hidup mewah menggunakan hartanya dengan membeli barang-barang mewah. Dan tidak ada pula anjuran dalam Undang-Undang agar seseorang hidup dalam keprihatinan

Tentunya tidak ada.

Secara pribadi, sah-sah saja seseorang menggunakan uangnya untuk hidup mewah, apalagi bermewah-mewahan dengan membeli harga mobil minimal 400 juta atau milyaran rupiah. Dan sah-sah saja jika seseorang membeli jam tangan “hanya” seharga 450 juta atau seharga 50 juta jika penghasilannya memang jauh lebih besar dari apa yang sudah dia belanjakan.

“Malu dong, jika beli yang murahan!”

” Ya wajar dan pantas saja jika saya membeli barang seharga ini. Siapa dulu dong, yang memakainya…”

” Memakai barang seharga ini dengan merek terkenal seperti ini menambah kepercayaan diri saya”.

Ada juga cerita, orang orang yang hidup sangat berkecukupan, kaya raya, bahkan ada yang menjadi pelayan masyarakat, tapi tidak menggunakan fasilitas yang dimiliki dengan unjuk kebutuhan hidup. Bahkan masih sering juga menggunan bus umum, dan kereta api untuk sampai ke tempat kerjanya. Masih sering bertegur sapa dengan pedagang keliling yang di jumpainya, bahkan tukang parkir sekali pun.

Dilain cerita, masih banyak orang yang hidup dalam keprihatinan. Istilah sederhananya,

” Masih syukur bisa makan walau hanya lauk tempe dan mie instan tiap hari”.

” Masih syukur punya ongkos buat naik angkot dari pada jalan kaki.”

” Masih syukur ada askes buat berobat walau ngurusnya susah sekali”

“Boro-boro punya jam tangan,punya jam dinding aja udah syukur. Itu juga dikasih orang.”

Kebutuhan hidup itu relatif. Menurut lingkungan sosial tertentu, hal yang wajar jika memiliki barang-barang yang harganya mahal dari biasanya. Tapi tidak bagi lingkungan sosial yang lain. namun, kebutuhan hidup bisa juga dikatakan sebagai gaya hidup. Jika seseorang sudah terbiasa, maka lambat laun itu menjadi gaya hidupnya, tidak perlu dipungkiri lagi. Ala bisa karena biasa.

Yang menjadi permasalahan adalah, letak keprihatinan akan lingkungan sosial secara umum. Bisa kita katakan Sense Of Belonging terhadap yang hidup prihatin. Sebab umumnya, masyarakat pada umumnya lebih respect kepada orang yang low profile dibandingkan orang yang high profile walau hanya melihat di televisi, tanpa berjumpa langsung dan tidak kenal, hanya tahu.

Jika mengingat kisah generasi salafussalih Umar bin Abdul Aziz, sungguh sangat memukau. Sosok pribadi yang selalu berpenampilan sederhana dan gemar mengeluarkan zakat. Umar bin Abdul Aziz juga menerapkan pungutan zakat dari pemberian hadiah, barang sitaan, dll. Bila umar memberi gaji seseorang, maka ia memungut zakatnya. Begitu juga bila ia mengembalikan baarang sitaan. Ia memungut zakat dari pemberian bila telah berada di tangan penerima. s

Ada kisah menarik tentang Umar bin Abdul Aziz, cerita begini, suatu ketika anaknya berkata padanya bahwa anaknya itu akan datang ke ruang dinas Umar bin Abdul Aziz. Ketika anaknya datang, suasana di ruang kerja Umar bin abdul Aziz gelap. Anaknya bertanya, “wahai ayahanda, kenapa, kok gelap dan tidak dihidupkan pencahayaan?”

” Anakku, sungguh jika engkau datang untuk membicarakan hal pribadi, maka aku mematikan pencahayaan di ruang ini karena ini adalah milik umat. Bukan punya kita. Bukan punya Ayah. Bukan hak kita.”

Lain lagi cerita ketika Istri Umar bin Abdul Aziz meminta dibelikan perhiasan, serta merta beliau berkata, ” istriku, akan aku belikan perhiasan dan kemewahan, Tapi engkau boleh pilih, masih tetap bersamaku atau lebih memilih perhiasan dan kemewahan yang kau pinta”.

Lantas bagaimana? Apa hubungan antara hidup mewah dan hidup sederhana? Ya, tanyakan hati nurani kita masing-masing.

Semoga Bermanfaat! :)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

mbk, itu bahasan ttg oniomania sumbernya dari buku mana ya?
sya ingin tahu, mksh :)

Jam Murah zeyzey mengatakan...

Sumbernya oniomania dri buku mana ya?
saya ingin tahu :)