Mungkin banyak kalangan awam yang menganggap bahwa tugas kontraktor adalah melaksanakan pekerjaan konstruksi sebagaimana yang tertuang dalam gambar kerja yang merupakan produk dari perencana. Secara umum memang benar anggapan seperti itu. Namun tentunya ada prosedur standar dalam manajemen konstruksi, yang melibatkan unsur owner, konsultan pengawas (MK) dan kontraktor, yang mengatur implementasi gambar kerja sebagai produk perencana, sehingga siap untuk dilaksanakan di lapangan. Dalam dunia konstruksi, tahapan ini merupakan tahap pembuatan shop drawing.
Shop drawing menjadi media komunikasi yang vital antara design dan pelaksanaan. Karena itu shop drawing harus dibuat dengan tingkat detil sedemikian sehingga pelaksana dapat dengan mudah memahami apa yang harus dikerjakan, tanpa menimbulkan perbedaan tafsir terhadap gambar tersebut. Secara lebih mendasar, shop drawing adalah gambar yang siap untuk diimplementasikan di lapangan. Sedangkan gambar kerja (kontrak) adalah gambar acuan dasar (yang merupakan produk perencana) dalam pembuatan shop drawing.
Namun kenyataan di lapangan tidaklah selalu demikian. Pada sebagian proyek konstruksi, sering terjadi shop drawing yang hanya berupa gambar kontrak yang diperbesar dan disesuaikan ukuran dan skalanya pada bagian yang dilaksanakan. Drafter ibarat jadi mesin fotokopi yang bisa melakukan copy perbesar. Gambar kerja dari perencana dianggap sebagai gambar yang siap untuk dilaksanakan, sehingga kontraktor tinggal meng-copy paste dan ganti kop saja.
Sebenarnya kondisi seperti ini mengandung resiko yang cukup mendasar, baik dalam hubungan antara kontraktor dengan owner atau pengawas, maupun dalam kaitannya dengan proses audit (terutama untuk proyek-proyek pemerintah). Hal ini mestinya disadari oleh semua pihak yang terkait, yaitu kontraktor, konsultan pengawas (MK) dan owner.
Membuat shop drawing haruslah memperhatikan obyek pengguna yang terdiri atas pelaksana/supervisi, mandor, dan pekerja. Harus diketahui tingkat kemampuan dan pemahaman mereka dalam membaca dan mempersepsikan gambar shop drawing. Pelaksana mungkin cukup mampu untuk membaca gambar tersebut, tapi tingkat pemahaman mandor atau pekerja tentu akan berbeda. Memahami kemampuan pengguna akan membuat gambar shop drawing tidak menyulitkan mereka dalam memahami dan tidak membuang waktu atas diskusi gambar serta mengindari terjadinya kesalahan pelaksanaan akibat kesalahan persepsi. Dengan memahami kemampuan pengguna, shop drawing akan menjadi media komunikasi yang efektif.
Dari pengalaman saya bekerja di kontraktor dan kebetulan di bagian engineering, tentunya banyak berkutat pada masalah pembuatan shop drawing ini. Pembuatan shop drawing itu sendiri hanya sebagian dari lingkup tugas engineering. Tugas engineering sendiri adalah mengkoordinir persiapan engineering proyek, termasuk perhitungan construction engineering, melakukan VE (value engineering), pembuatan shop drawing, time control dan mengawasi pelaksanaan engineering proyek agar pelaksanaan engineering dapat berjalan sesuai rencana dan target (mutu, waktu, biaya dan safety) yang telah ditetapkan.
Mengapa proses permbuatan sop drawing ini begitu penting sebagai bagian dari proses konstruksi? Selain pada fungsinya sebagai penyatuan bahasa terhadap jenis pekerjaan yang harus dilaksanakan di lapangan, pada kenyataan di lapangan, saya sering menemui hal-hal sebagai berikut :
1. Gambar dari konsultan perencana tidak detail
Gambar kontrak sebagai bagian dari produk perencana memang tidak harus detail, tapi paling tidak item-item pekerjaannya tergambar secara jelas. Jika kekurangan detail itu hanya tentang dimensi atau identifikasi jenis material, maka itu dapat langsung ditambahkan pada proses shop drawing. Tapi jika ada item pekerjaan yang sebenarnya harus ada secara sistem tapi tidak tergambar, maka perlu klarifikasi dengan pihak MK atau perencana, misalnya pada forum rapat atau korespondensi lainnya, untuk kemudian didapat acuan yang kuat untuk membuat shop drawing.
Tingkat detail sebuah shop drawing adalah pada :
- Posisi pekerjaan yang jelas dengan adanya keyplan dan alamat (as dan grid)
- Notasi gambar atau legend yang jelas menunjukkan jenis pekerjaan atau material
- Ukuran dan elevasi yang jelas pada tiap item pekerjaan
- Dimensi yang akurat (menggunakan satuan milimeter)
- Note atau catatan yang jelas menunjukkan metode pekerjaan
2. Terjadinya perbedaan antara gambar kontrak, BQ dan RKS
Sering terjadi perbedaan antara gambar kontrak, BQ dan RKS, baik menyangkut item pekerjaan maupun volume pekerjaannya. Untuk itu shop drawing dapat berfungsi untuk memperjelas, mana yang akan dipakai. Hal ini tentunya melalui forum rapat koordinasi dengan pihak MK/owner, sehingga dicapai kesepahaman atas adanya perbedaan tersebut, yang tentunya mengacu pada tercapainya sistem yang optimal. Karena dari shop drawing inilah akan dihitung volume pekerjaan yang dilaksanakan.
3. Untuk memberikan acuan yang jelas dan detail bagi pelaksanaan di lapangan
Kesepahaman terhadap pekerjaan juga diperlukan dalam pelaksanaan di lapangan. Dan ini harus dimulai dari kejelasan shop drawing itu sendiri, selain melalui forum sosialisasi shop drawing kepada tim lapangan (site manager, pelaksana/supervisi, subkontraktor, mandor dan pekerja). Hal-hal yang menyangkut tingkat detail shop drawing pada poin 1 di atas harus jelas, agar tidak menimbulkan perbedaan persepsi dalam membaca gambar. Untuk itu shop drawing ini pun harus terdistribusi dengan baik pada semua pihak terkait, baik tim lapangan maupun cost control.
4. Untuk mendukung schedule agar tetap on track
Mungkin ada yang beranggapan bahwa proses pembuatan shop drawing merupakan beban dalam proses pelaksanaan konstruksi. Padahal secara manajerial adalah sebaliknya. Shop drawing mutlak diperlukan, selain untuk kejelasan dan kesepahaman terhadap pelaksanaan pekerjaan, juga untuk menghindari kesalahan dalam pekerjaan yang berakibat pada terjadinya re-work, yang tentunya berdampak pada pembengkakan waktu dan biaya.
Shop Drawing Kok Masih Bikin Mikir?
Shop drawing menjadi media komunikasi yang vital antara design dan pelaksanaan. Shop drawing haruslah dibuat dengan tingkat detil sedemikian pelaksana dapat dengan mudah memahami apa yang harus dikerjakan. Sayangnya kejadian di lapangan tidaklah demikian. Banyak sekali shop drawing yang ada berupa gambar kontrak yang diperbesar dan disesuaikan ukuran dan skalanya pada bagian yang dilaksanakan. Drafter ibarat jadi mesin foto copy yang bisa melakukan copy perbesar. Sampai kapan ini akan terus terjadi?
Shop drawing adalah gambar yang dibuat oleh Kontraktor yang disetujui oleh Konsultan Pengawas yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pekerjaan. Shop drawing memegang peranan yang penting dalam terlaksananya pekerjaan yang sesuai dengan perencanaan. Gambar ini menjadi media komunikasi antara perencanaan dan pelaksanaan yang vital sehingga harus diperhatikan dalam pembuatannya.
Sebagai media komunikasi, shop drawing haruslah memperhatikan obyek penggunanya. Di lapangan, gambar ini digunakan oleh Pelaksana atau Supervisi, Mandor, dan juga Pekerja. Oleh karena itu gambar ini tak pelak harus memiliki tingkat kejelasan yang tinggi sedemikian pengguna tinggal pakai dan tidak perlu lagi membuat persepsi atau asumsi-asumsi yang bisa berakibat kesalahan pelaksanaan.
Membuat shop drawing haruslah memperhatikan obyek pengguna yang terdiri atas Pelaksana / Supervisi, Mandor, dan Pekerja. Harus diketahui tingkkat kemampuan dan pemahaman mereka dalam membaca dan mempersepsikan gambar shop drawing. Pelaksana mungkin cukup mampu untuk membaca gambar tersebut, tapi bagaimana dengan Mandor dan Para Pekerja? Tentu masih di bawah kemampuan Pelaksana / Supervisi. Memahami kemampuan pengguna akan membuat gambar shop drawing tidak menyulitkan mereka dalam memahami dan tidak membuang waktu atas diskusi gambar serta mengindari terjadinya kesalahan pelaksanaan akibat kesalahan persepsi. Dengan memahami kemampuan pengguna, shop drawing akan menjadi media komunikasi yang efektif.
Shop drawing menjadi media komunikasi yang vital antara design dan pelaksanaan. Shop drawing haruslah dibuat dengan tingkat detil sedemikian pelaksana dapat dengan mudah memahami apa yang harus dikerjakan. Sayangnya kejadian di lapangan tidaklah demikian. Banyak sekali shop drawing yang ada berupa gambar kontrak yang diperbesar dan disesuaikan ukuran dan skalanya pada bagian yang dilaksanakan. Drafter ibarat jadi mesin foto copy yang bisa melakukan copy perbesar. Sampai kapan ini akan terus terjadi?
Shop drawing adalah gambar yang dibuat oleh Kontraktor yang disetujui oleh Konsultan Pengawas yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pekerjaan. Shop drawing memegang peranan yang penting dalam terlaksananya pekerjaan yang sesuai dengan perencanaan. Gambar ini menjadi media komunikasi antara perencanaan dan pelaksanaan yang vital sehingga harus diperhatikan dalam pembuatannya.
Sebagai media komunikasi, shop drawing haruslah memperhatikan obyek penggunanya. Di lapangan, gambar ini digunakan oleh Pelaksana atau Supervisi, Mandor, dan juga Pekerja. Oleh karena itu gambar ini tak pelak harus memiliki tingkat kejelasan yang tinggi sedemikian pengguna tinggal pakai dan tidak perlu lagi membuat persepsi atau asumsi-asumsi yang bisa berakibat kesalahan pelaksanaan.
Membuat shop drawing haruslah memperhatikan obyek pengguna yang terdiri atas Pelaksana / Supervisi, Mandor, dan Pekerja. Harus diketahui tingkkat kemampuan dan pemahaman mereka dalam membaca dan mempersepsikan gambar shop drawing. Pelaksana mungkin cukup mampu untuk membaca gambar tersebut, tapi bagaimana dengan Mandor dan Para Pekerja? Tentu masih di bawah kemampuan Pelaksana / Supervisi. Memahami kemampuan pengguna akan membuat gambar shop drawing tidak menyulitkan mereka dalam memahami dan tidak membuang waktu atas diskusi gambar serta mengindari terjadinya kesalahan pelaksanaan akibat kesalahan persepsi. Dengan memahami kemampuan pengguna, shop drawing akan menjadi media komunikasi yang efektif.
Contoh shop drawing yang cukup jelas
Lalu bagaimana sih shop Drawing yang efektif sebagai media komunikasi antara design dan pelaksanaan? Mari kita telisik beberapa referensi di bawah ini:
Shopdrawing adalah gambar dan data-data yang disiapkan oleh kontraktor yang menjelaskan detail karakteristik bangunan atau menunjukkan bagaimana spesifikasi dari elemen struktural yang akan dibangun. Gambar ini merupakan implementasi dan bukannya mengganti gambar kontrak. Di dalam dokumen kontrak terdapat keterangan yang cukup jelas untuk shop drawing. (Nunally, 1998).
Lalu bagaimana sih shop Drawing yang efektif sebagai media komunikasi antara design dan pelaksanaan? Mari kita telisik beberapa referensi di bawah ini:
Shopdrawing adalah gambar dan data-data yang disiapkan oleh kontraktor yang menjelaskan detail karakteristik bangunan atau menunjukkan bagaimana spesifikasi dari elemen struktural yang akan dibangun. Gambar ini merupakan implementasi dan bukannya mengganti gambar kontrak. Di dalam dokumen kontrak terdapat keterangan yang cukup jelas untuk shop drawing. (Nunally, 1998).
Shop drawing bukan hanya merupakan kumpulan dari garis, simbol dan angka yang terletak pada sebuah kertas melainkan shop drawing merupakan gambar yang mempunyai makna yang dapat dipelajari. Shop drawing digunakan untuk menunjukkan ukuran dan bentuk dari sebuah bangunan. Dengan membaca shop drawing, pelaksanan di lapangan dapat mengerti dengan cepat apa yang telah direncanakan oleh konsultan (Lincoln, 1973).
Shop drawing merupakan gambar yang diberikan kontraktor kepada pihak konsultan struktur / arsitektur. Shop drawing biasanya berisi tentang detail dari pembuatan komponen proyek konstruksi. Shop drawing juga digunakan pada proses instalasi untuk mempermudah proses pemasangan, untuk melihat bentuk bangunan, serta untuk memperkirakan perhitungan material dan peralatan yang dibutuhkan di lapangan. (wayne, 2006).
Shop drawing menghubungkan antara gambar dan konstruksi. Apabila terjadi keterlambatan dalam mengolah shop drawing atau kesalahan dalam pembuatan gambar pada shop drawing akan menjadi sumber masalah. Berbagai keterlambatan dalam pembuatan shop drawing maka akan berdampak pada jadwal dari kontraktor yang nantinya akan menyebabkan adanya pengeluaran tambahan (Wayne, 2006).
Dalam pengalaman di proyek, seringkali shop drawing dibuat dengan cara mendapatkan soft copy gambar kontrak lalu gambar tersebut diperbesar pada daerah yang akan dikerjakan dengan sedikit sentuhan penjelasan yang belum memadai. Hal ini tentu akan membuat pengguna akan kesulitan dan butuh waktu yang extra dalam memahami gambar yang akan dikerjakan. Akibat yang gampang ditebak adalah keterlambatan pelaksanaan.
Membuat shop drawing butuh keahlian tersendiri. Banyak permasalahan yang terjadi selama proses pembuatan shop drawing di proyek, yaitu:
Gambar dari Konsultan Perencana tidak detail
Jumlah drafter yang sedikit tidak sebanding dengan kebutuhan gambar di lapangan
Tingkat penguasaan materi oleh drafter
Tidak adanya SOP mengenai proses pembuatan, approval, dan distribusi shop drawing
Lamanya waktu persetujuan oleh Konsultan Pengawas (MK) dan penolakan gambar
Macam-macam gambar yang harus dibuat shop drawing dan detai gambarnya.
Urutan pembuatan shop drawing
Ternyata memang cukup banyak kendala pembuatanya. Lantas bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut? Berikut langkah-langkah efektif yang dapat dilakukan:
1. Membuat schedule shop drawing
Schedule shop drawing dibuat dengan mengacu pada master schedule bulanan yang telah dibuat. Misalnya pada pekerjaan pasangan bata, pada master schedule target pelaksanaan pasangan bata dimulai pada minggu ketiga. Maka shop drawing pasangan bata dischedulkan 2 minggu sebelumnya harus sudah masuk ke koreksi Konsultan Perencana.
2. Mempelajari gambar perencana, RKS, BQ , dan dokumen kontrak yang lain.
Dokumen tersebut harus dipelajari secara komprehensif dan dijelaskan kepada drafter. Sangat penting bagi engineer untuk menguasai gambar perencana, RKS, dan BQ agar tidak terjadi kesalahan pelaksanaan proyek. Setelah mempelajarinya, maka harus dikoordinasikan kepada drafter untuk dibuat shop drawingnya. Gambar shop drawing untuk suatu pekerjaan juga harus memperhatikan gambar terkait yang lain. Misalnya pekerjaan struktur harus memperhatikan design arsitektur dan M/E pada lokasi yang akan dibuat shop drawingnya. Jika diperlukan, dapat dibuat shop drawing komposit antara ketiga gambar tersebut.
3. Mengadakan brainstorming secara rutin antara Engineer dan Supervisi
Brainstorming diperlukan untuk meningkatkan komunikasi antara bagian teknik dengan pelaksana di lapangan. Yang menjadi sasaran dari brainstorming ini adalah:
a. Menampung ide inovasi dan efisiensi yang dapat dilaksanakan dengan pertimbangan waktu, biaya, dan kemudahan pelaksanaan.
b. Kesepakatan terkait spesifikasi dan gambar yang belum jelas, perbedaan BQ dengan gambar, efisiensi volume dan inovasi yang akan dilakukan untuk dibuat shop drawingnya.
c. Menentukan gambar apa saja yang diperlukan dan prioritasnya disesuaikan dengan tingkat produktifitas gambar. Untuk gambar yang sangat mendesak, dibuatkan sketsa yang informatif.
4. Melakukan koreksi shop drawing
Shop drawing yang dibuat oleh drafter harus dikoreksi oleh engineer untuk menjamin ketepatan metode yang telah disepakati, kesesuaian dengan kontrak, sehingga efektif dalam penggunaanya sebagai gambar kerja. Gambar shop drawing yang belum jelas harus dikomunikasikan dengan pengawas dan konsultan perencana untuk menjamin apa yang telah digambar sesuai dengan maksud perencanaan.
5. Melakukan koordinasi dengan Konsultan Pengawas (MK)
Koordinasi diperlukan agar mengetahui status gambar yang diajukan telah disetujui atau belum. Selain itu, perlu dikoordinasikan juga cara penggambaran yang disetujui oleh Konsultan Pengawas sehingga pembuatanya lebih efektif. Perlu juga untuk menyepakati SOP pembuatan, approval, dan distribusi gambar shop drawing dalam rangka menjamin pelaksanaan yang lebih baik.
Dari penjabaran langkah tersebut, ternyata untuk membuat shop drawing yang efektif diperlukan koordinasi dan komunikasi yang solid antara tim proyek. Penyusunan shop drawing jangan dianggap sepele sebagai pemenuhan kewajiban kontraktor terhadap kontraknya saja. Bisa dibayangkan bagaimana jika pelaksanaan pekerjaan tanpa menggunakan panduan yang baik, dampaknya akan muncul pengerjaan yang salah sehingga harus diulang dan pencapaian mutu pekerjaan yang jelek.
Perbedaan Shop Drawing dan As Built Drawing
Dalam pengerjaan suatu proyek bangunan, kadangkala sering kita temukan gambar dengan label Shop Drawing dan As Built Drawing, yang kalau kita amati terlihat sekilas tidak ada perbedaan dan hampir mirip. Sebenarnya keduanya mempunyai perbedaan meskipun terlihat hampir sama.
1. Dari yang membuat
Gambar Shop Drawing dibuat oleh perencana/desainer bangunan yang dibangun, baik itu perorangan ataupun perusahaan/biro gambar. Gambar-gambar yang tersaji dalam 1 bendel/jilid-an, kadangkala disertai dengan soft copy (gambar dengan program tertentu).
sedangkan gambar As Built Drawing dibuat oleh kontraktor/pelaksana pembuat bangunan, juga bisa perorangan ataupun perusahaan kontraktor bangunan.
2. Dari isi yang disajikan
Gambar Shop Drawing adalah gambar detail dan menyeluruh dari bangunan yang akan dibangun (gambar panduan pelaksanaan) dengan tujuan bangunan yang akan dibangun akan sama/sesuai dengan maksud daripada perencana/disainer.
Sedangkan gambar As Built Drawing adalah gambar koreksi, perbaikan, revisi, dari gambar pelaksanaan yang ada, dikarenakan adanya permasalahan di proyek pada saat bangunan dikerjakan. Juga menerangkan pihak mana saja yang ikut mengerjakan proyek yang dibangun, seperti : sub kontraktor-sub kontraktor, supplier-supplier, dll yang andil dalam pembangunan proyek.
3. Kapan dibuat nya?
Gambar Shop Drawing dibuat/diserahkan pada awal/sebelum proyek dilaksanakan dan biasanya juga dapat dipakai sebagai dokumen lelang/tender, sedangkan gambar As Built Drawing di buat, lebih tepatnya diserahkan pada akhir proyek bangunan.
—————————————
Artikel ini saya tulis dengan maksud sebagai sharing pengalaman, terutama agar lebih diperhatikan bagi proyek atau kontraktor skala kecil menengah, yang kadang melupakan hal yang sebenarnya cukup penting ini. Kondisi ini saya ketahui dari obrolan dengan seorang teman di suatu proyek pemerintah. Dia mengatakan bahwa tidak sempat membuat shop drawing, karena sebagai site engineer, dia tidak punya drafter. Itu pun dia masih dibebani dengan tugas merangkap sebagai site manager. Padahal nilai proyek itu sebenarnya tidak kecil.
Menuju persaingan bisnis di bidang konstruksi yang semakin terbuka ini, tentunya kondisi tersebut di atas cukup disayangkan. Terlebih dengan semakin terbukanya kontraktor asing memasuki dunia konstruksi di Indonesia. Dan dalam rangka meningkatkan mutu, kontraktor-kontraktor yang konsern dengan mutu pun telah mulai menerapkan ISO, baik ISO 9001, ISO 14001 maupun ISO 18001.
Mudah-mudahan artikel ini dapat bermanfaat. apabila ada kesalahan mohon koreksi…
Dalam pengerjaan suatu proyek bangunan, kadangkala sering kita temukan gambar dengan label Shop Drawing dan As Built Drawing, yang kalau kita amati terlihat sekilas tidak ada perbedaan dan hampir mirip. Sebenarnya keduanya mempunyai perbedaan meskipun terlihat hampir sama.
1. Dari yang membuat
Gambar Shop Drawing dibuat oleh perencana/desainer bangunan yang dibangun, baik itu perorangan ataupun perusahaan/biro gambar. Gambar-gambar yang tersaji dalam 1 bendel/jilid-an, kadangkala disertai dengan soft copy (gambar dengan program tertentu).
sedangkan gambar As Built Drawing dibuat oleh kontraktor/pelaksana pembuat bangunan, juga bisa perorangan ataupun perusahaan kontraktor bangunan.
2. Dari isi yang disajikan
Gambar Shop Drawing adalah gambar detail dan menyeluruh dari bangunan yang akan dibangun (gambar panduan pelaksanaan) dengan tujuan bangunan yang akan dibangun akan sama/sesuai dengan maksud daripada perencana/disainer.
Sedangkan gambar As Built Drawing adalah gambar koreksi, perbaikan, revisi, dari gambar pelaksanaan yang ada, dikarenakan adanya permasalahan di proyek pada saat bangunan dikerjakan. Juga menerangkan pihak mana saja yang ikut mengerjakan proyek yang dibangun, seperti : sub kontraktor-sub kontraktor, supplier-supplier, dll yang andil dalam pembangunan proyek.
3. Kapan dibuat nya?
Gambar Shop Drawing dibuat/diserahkan pada awal/sebelum proyek dilaksanakan dan biasanya juga dapat dipakai sebagai dokumen lelang/tender, sedangkan gambar As Built Drawing di buat, lebih tepatnya diserahkan pada akhir proyek bangunan.
Artikel ini saya tulis dengan maksud sebagai sharing pengalaman, terutama agar lebih diperhatikan bagi proyek atau kontraktor skala kecil menengah, yang kadang melupakan hal yang sebenarnya cukup penting ini. Kondisi ini saya ketahui dari obrolan dengan seorang teman di suatu proyek pemerintah. Dia mengatakan bahwa tidak sempat membuat shop drawing, karena sebagai site engineer, dia tidak punya drafter. Itu pun dia masih dibebani dengan tugas merangkap sebagai site manager. Padahal nilai proyek itu sebenarnya tidak kecil.
Menuju persaingan bisnis di bidang konstruksi yang semakin terbuka ini, tentunya kondisi tersebut di atas cukup disayangkan. Terlebih dengan semakin terbukanya kontraktor asing memasuki dunia konstruksi di Indonesia. Dan dalam rangka meningkatkan mutu, kontraktor-kontraktor yang konsern dengan mutu pun telah mulai menerapkan ISO, baik ISO 9001, ISO 14001 maupun ISO 18001.
Mudah-mudahan artikel ini dapat bermanfaat. apabila ada kesalahan mohon koreksi…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar