Selasa, 24 Desember 2013

Sosialita, Orang Berduit atau Orang Yang Bersosialisasi ? apakah anda termasuk atau sekdar Social Climber?

Kisah Arisan "Syur" Kaum Sosialita

KOMPAS.com - Arisan bisa dikatakan sebagai budaya yang akrab dengan kita sebagai orang Indonesia. Kegiatan yang identik dengan perkumpulan kaum wanita ini sebenarnya punya banyak bentuk. Arisan bisa sebagai kegiatan bersosialisasi, tempat sekelompok orang yang terbentuk berdasarkan kedekatan demografis, geografis, hingga kumpulan sahabat untuk berkumpul dan bersilaturahim.


Wajah-wajah mereka menghiasi aneka majalah gaya hidup. Tidak ada yang lebih paham serunya hadir di sebuah acara dengan fashion yang keren selain perempuan-perempuan sosialita ini. Selera yang berbeda juga berarti total outlook yang pasti berbeda. Of course, they wear brands like no one ever will.


Menariknya lagi arisan merupakan kegiatan yang tak mengenal kelas sosial, mulai dari tingkat RT hingga kalangan jetset bisa melakukannya. Yang membedakan mungkin apa yang dijadikan materi arisan. Ada arisan yang "wah" dari segi jumlah nominal uangnya, arisan perhiasan, hingga batu permata. Benar tidak sih kaum sosialita di kota besar suka “pol-polan” saat menggelar acara yang satu ini?

Jika Anda penasaran mengenai kebenarannya, coba simak buku bertajuk Kocok! The Untold Stories of Arisan Ladies and Socialites, yang ditulis Joy Roesma dan Nadia Mulya berdasarkan pengalaman pribadi mereka.

“Kami menyebutnya arisan urban legend, gaya arisan yang sering kita dengar tapi ada atau tidak faktanya tidak pernah kita ketahui pasti,” ujar Nadia, presenter dan pembawa acara, saat peluncuran bukunya di Canteen, Plaza Indonesia, Rabu (20/2/2013) lalu.



Dalam buku yang terdiri atas 10 bab ini Nadia dan Joy menuangkan bagaimana peserta arisan harus berdandan sesuai dengan dresscode tertentu, dan apa saja materi yang menjadi bahan arisan. Banyak kasak-kusuk yang beredar bahwa para sosialita juga mengadakan arisan "brondong". Jika biasanya yang menang mendapat sejumlah uang atau barang dari para peserta arisan, dalam arisan brondong pemenang akan mendapatkan pria muda untuk diajak berkencan.

Joy dan Nadia mencoba menelusuri kebenaran kasak-kusuk yang beredar ini dengan cara menggali informasi sebanyak-sebanyaknya. Mereka berdua mengaku bukan pelaku langsung arisan urban legend ini, dan berupaya menguliknya dari rekan-rekan sosialita. “Mereka membagi ceritanya, namun sebagai informan rahasia identitas mereka tidak kami sebutkan di sini,” tambah Joy, tanpa mengungkap secara detail kelanjutan kisah arisan brondong itu.

Selain mengangkat sisi “juicy" arisan warga kelas atas di Jakarta, buku ini juga mengangkat bagaimana arisan dijadikan ajang bisnis, dan bagaimana para peserta terlibat dalam berbagai kegiatan amal. Kegiatan arisan juga diliput oleh media gaya hidup, agar kelompok ini makin eksis.

"Saya harap pembaca bisa menjadikan buku ini sebagai hiburan dan mengambil hikmahnya," lanjut Joy.

Jika Anda ingin sebuah buku yang mengungkap lika-liku kehidupan para sosialita, disampaikan dengan bahasa yang ringan namun menggigit, Kocok! The Untold Stories of Arisan Ladies and Socialites bisa menjadi teman Anda untuk menikmati waktu senggang.



Sosialita Palsu Di Jakarta

Kasus Malinda Dee, yang memiliki dua Ferrari dan apartemen premium di Jakarta Selatan, membuka mata banyak orang. Bahwa di Jakarta memang banyak para sosialita yang bergaul dalam fenomena jetset. Sesungguhnya, banyak juga kaum sosialita yang bukan karena statusnya berada di kalangan tingkat atas, konglomerat, dan termasyur. Mereka berada di public relation, designer yang hidupnya dalam industry fesyen, pemilik butik dan sebagainya.
Terdongkraknya para sosialita itu, tak lepas dari peran media massa gaya hidup. Banyak majalah gaya hidup yang menyisihkan lembarannya untuk menampilkan kaum elit ini. Di berbagai acara, fotografer pun memburunya sekedar hanya berpose. Klik! Klik! Yang penting eksis. Dalam kaitan itupula, mereka kerap mengundang media massa dalam acaranya, lewat gelaran party sekedar berhaha-hihi atau pesta berlabel acara social. Bisa juga, aktris dan selebriti yang ingin mendapat “order”, kemudian bergaul dengan istri pejabat.

Tak semua orang kaya bisa disebut socialite. “Kalau saya lebih senang menyebutnya fashionista,” ujar Yulie Setyohadi, pemilik Haute Lister Lifestyle Manajemen. Yulie enggan menyebut kelompoknya sebagai sosialita. Karena kata itu, menurutnya erat kaitannya dengan orang kaya tapi tak punya profesi. Sedangkan di Indonesia, menurut Yuli yang penting adalah keluarga mapan, lengkap materi dan intelektual serta mempunyai jiwa sosial.

“Karena hal pertama yang Anda lakukan kalau ingin berada di lingkungan semacam ini adalah memberi,” jelasnya.

Namun, bagi yang tak memiliki darah kaya, dan ingin disebut socialite juga bisa. Pilih karir yang tepat dan mendapat gaji yang tinggi, bisa di bidang seni, bahasa, mode, hukum atau financial. Lingkungan yang baik dengan mengambil pendidikan universitas ternama di luar negeri. Pelajari bahasa asing, Inggris lebih bagus lagi Perancis. Belajar mempromosikan diri, dengan membuat kartu nama, blog, atau perusahaan Anda di majalah. Bergaul di jaringan sosial.

Berlaku seperti seorang sosialita, banyak dilakukan orang-orang tertentu biar dicap kaumsosialite. Membeli atau tertarik pada benda mahal dalam bidang mode, seni, pesawat, kuliner, dan olahraga. “Karena di kalangan socialite, jika seseorang menyebut satu nama, semua orang mengenal nama itu,” seorang sosialita yang enggan disebut namanya kepada Matraindonesia.com. Jadi canggih, dengan membaca tata krama internasional menjadi bekal.

Mengunjungi museum, menonton galeri, serta bertemu dengan seniman dan sastrawan. Bersikap anggun dan mengikuti mode. “Hal yang paling mendasar adalah mengingat nama dan wajah sosialita paling berpengaruh di tiap acara,” ujar Budi memberi kiat. Cari teman dimana pun Anda berada. Berfoto dengan kaum VIP dan jalin persahabatan sejati dengan beberapa orang. Namun, jangan perlakukan orang VIP berlebihan. “Hilangkan kesan menjadi orang kaya baru,” paparnya.


Walau tak bisa dipungkiri, ada kelompok yang biasanya memandang remeh “orang baru”. Sehingga kaum perempuan baru, atau di kalangan itu pembicaraannya sambil menenteng tas kulit asli dengan harga puluhan juta rupiah, mulai merek Gucci, Chanel, Louis Vittton, hinggaHermes. Menjadi “sesuatu” di kalangan itu jika mengenakan jam tangan Rolex hingga Bulgari. Pakaian dari butik kenamaan. Sehingga, kaum yang sering hadir di acara peresmian restoran, produk gaya hidup, fesyen hingga lukisan. “Muncul selentingan negatif, peran sosialita di masyarakat,” ujar Silly, pengamat sosialia.

Banyak juga sosialita gadungan yang nimbrung ke kalangan itu dan masuk ke acara socialmereka. Pemilik aku twitter @justsillly menulis masalah “charity settingan” di blog pribadinya. Ada kejadian, dalam acara penggalangan dana yang dihadiri sosialita, dipaparkan kondisi anak 10 tahun yang butuh pertolongan. Tak pelak, sosialita yang hadir kala itu antusias dan menyatakan akan membantu. Gaun-gaun itu dilelang dengan harga puluhan sampai ratusan juta rupiah. Namun, di akhir acara, hasil dari acara itu tak sampai yang membutuhkan. Anda termasuk yang mana?

Anggota arisan SOGA yang beranggotakan perempuan saat berkumpul di Surabaya Town Square Surabaya, Jumat (14/12/2012). Para wanita ibu-ibu dari berbagai profesi ini tak segan-segan jika diajak turun berpetualangan menyusuri sungai di dalam goa yang menantang. SURYA/HABIBUR ROHMAN


APA ITU SOSIALITA?


Kata “sosialita” sudah tidak asing lagi terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Terdengar bahwa sosialita itu merupakan cerminan gaya hidup yang glamor, kelas atas, dan hanya untuk kalangan terbatas. Kebanyakan dari anggota sosialita




Hermes Ostrich (Rp200-300 juta-an)

Untuk mengikuti acara yang diselenggarakan oleh Haute Lister, peserta wanitanya harus menggunakan tas kulit asli dengan harga puluhan juta rupiah dengan jam tangan mewah seperti Rolex (Handini, 2013). Belum lagi mereka juga harus tampil bersinar dengan memakai perhiasan yang ada berliannya. Dengan demikian, mereka bisa tampil percaya diri untuk menunjukkan bahwa mereka adalah kaum sosialita berkelas yang selalu up to date dengan perkembangan fashion. Begitulah kira-kira bayangan sosialita yang dapat dilihat di masyarakat Indonesia belakangan ini.Definisi Sosialita

Pada majalah Town and Country dalam artikel yang berjudul What is a socialite? diceritakan berbagai macam seluk beluk sosialita secara definitif. Dalam artikel tersebut Robert L. Peabody mendefinisikan sosialita sebagai seseorang yang berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan menghabiskan sebagian banyak waktunya untuk menghibur sekaligus mendapatkan hiburan. Hal itu ia ungkapkan di gereja St. James New York ketika menjawab pertanyaan apakah Judith Peabody adalah seorang sosialita. Robert menjawab bahwa Judy yang merupakan seorang filantropis bukanlah sosialita. Sementara itu definisi lain menyebutkan bahwa sosialita adalah seseorang yang memiliki perilaku sopan santun tetapi tidak berlebihan, bersikap ramah tetapi disegani, tahu bagaimana caranya agar dapat menarik perhatian bahkan ketika makan, dan tidak pernah membicarakan aktivitas yoga atau berbicara tentang asupan makanan terhadap diri mereka karena mereka lebih tertarik pada hal lain daripada diri mereka sendiri.

Studs Terkel, seorang antropolog sosial, telah mewawancarai seorang wanita dari kelas pekerja blue-collar bernama Sugar Rautbord. Dari wawancara tersebut Rautbord mengatakan bahwa sosialita adalah gadis pekerja kelas atas dan pekerjaannya adalah menggalang dana. Sedangkan, Inti Subagio dalam Roesma (2013:363) mengatakan bahwa kata “socialite” diambil dari kata“social” dan “elite” yang dimulai dari keluarga kerajaan di Eropa yang selalu mendapatkan perlakuan VVIP. Sebagai kaum elit mereka tidak perlu merasakan bekerja, berkeringat, ataupun mengantri, kehadiran merekapun dipuja dan diharapkan. Mereka juga harus memiliki prestasi dari segi sosial seperti memiliki yayasan, tidak hanya bermodalkan darah biru atau keturunan bangsawan saja. Dalam konteks fenomenon sosialita di Indonesia, buku KOCOK! UNCUT: The Untold Stories of Arisan Ladies and Socialites yang ditulis oleh Joy Roesma dan Nadia Mulya menyebutkan sebuah pendapat bahwa sosialita adalah orang yang sering datang ke event gaya hidup dan diburu fotografer. Dari berbagai definisi yang telah disebutkan di atas dapat dilihat betapa bervariasinya arti kata sosialita.
Sosialita Berkualitas

Johanna Schopenhauer

Seseorang yang disebut sebagai sosialita juga dikaitkan dengan kemampuan intelegensia yang tinggi dan terpelajar seperti Mary Borden sebagai filantropis yang murah hati, perawat pemberani, dan penulis yang produktif (Gromada, 2009); Ibu dari Arthur Schopenhauer yaitu Johanna Schopenhauer sebagai novelis terkenal di Jerman (Hannan, 2011); dan Juliette Hampton Morgan sebagai pembela hak sipil di Amerika Serikat (Hannah, 2011).

Tiga tokoh di atas disebut sebagai sosialita dan mereka adalah orang yang memiliki kontribusi besar bagi masyarakat. Hal ini sangat berlawanan dengan konteks sosialita di Indonesia yang mementingkan fashion, gaya hidup mewah, dan cenderung terkait dengan wilayah selebriti. Dapat diakui bahwa ada pergeseran pengertian kata “sosialita” di Indonesia atau memang penggunaan kata “sosialita” yang sebenarnya belum dipahami dengan baik. Bisa jadi juga disebabkan karena kesalahpahaman pengertian si pendengar terhadap bahasa yang sering disebut-sebut di masyarakat. Pada kenyataannya para pendengar tidak mengetahui kondisi mental (mental state) pembicara sehingga penerjemahan atau tafsir terhadap suatu kata yang didengar hanya berdasarkan pada asumsi persepsi orang kebanyakan (Wray, 2003).
Sekilas Sosialita Indonesia

Kembali lagi ke pokok permasalahan apa itu sosialita? Demi peneguhan bahwa kata sosialita di Indonesia bersifat konotatif atau berlawanan dari kata sosialita yang memiliki makna positif, pengamat budaya Veven Wardhana berpendapat bahwa kegiatan sosialita di Indonesia lebih cenderung pada kelompok arisan, barang mewah, rumpi, faktor kekayaan, dan profesi mentereng (Indrietta, 2013). Veven juga berpendapat bahwa ada juga kelompok sosialita yang terlibat dalam kegiatan sosial. Namun yang patut dipertanyakan di sini adalah sejauh mana pemahaman dan penghayatan kegiatan sosial kaum sosialita tersebut dibandingkan dengan penghayatan terhadap kegiatan gaya hidup mewah? Sudah tersebar pula berita bahwa di Indonesia terjadicharity setting-an seperti yang dialami oleh Valencia Mieke Randa dan diceritakan pada blog pribadinya dengan judul Charity Settingan. 

Kegiatan charity atau amal yang dimaksud adalah kegiatan amal yang dibuat-buat sehingga menciptakan kesan kepedulian para sosialita, padahal acaranya hanya sebagai ajang pamer saja. Hal yang seperti inilah yang membuat kata sosialita memiliki kesan negatif di Indonesia, itupun baru yang terlihat saja, bagaimana yang tidak terlihat?

Nah, sekarang sudah jelas bagaimana kata sosialita memiliki dua makna yang berlawanan. Tinggal kebijaksanaan masing-masing saja mau mendefinisikan dan didefinisikan sebagai sosialita yang mana. Tapi yang jelas selama sosialita berkecimpung dalam kegiatan sosial yang tulus dan diikuti dengan gaya hidup mewah, kalau mampu, kenapa tidak? Toh tidak merugikan siapapun juga. Sebaliknya, kalau mengadakan kegiatan sosial demi mencari simpati, ketenaran, dan diikuti dengan gaya hidup yang sok bermewah-mewahan, padahal tidak mampu, apa itu tidak menyiksa diri sendiri?
Menurut saya, kalau tas saja masih KW masa berharap dianggap orang kelas atas?




Fitria Yusuf, Sosialita Cantik dengan Segudang Profesi
Jakarta - Sudah kenal dengan Fitria Yusuf? Wanita cantik yang akrab disapa Fifi ini tidak hanya terkenal sebagai sosialita yang mempunyai gaya hidup mewah, tapi dia juga menekuni berbagai bidang karier. Menurut Fifi, begitu sapaan akrabnya, selama ada peluang yang menjanjikan, mengapa tidak dicoba?

Kini, Fifi terfokus pada kariernya di bidang properti. "Saya memang orangnya passionate dalam segala bidang, kalau itu halal apa pun saya kerjakan. Di mana ada opportunity kalau saya lihat itu bisa menjanjikan kenapa nggak. Saya fokusnya lebih ke property development," tutur Fifi yang ditemui wolipop di restoran Madame Lily, Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Fifi bercerita kepada wolipop kalau dia suka menekuni bidang properti karena akan menjadi investasi yang bagus di Indonesia. Namun sebelum terjun ke dunia bisnis, wanita yang hobi memasak itu mengawali kariernya di perusahaan makanan selama setengah tahun, kemudian pindah menjadi Fashion Market Editor di sebuah majalah pada tahun 2004 sampai 2006.

Karir Fifi semakin menanjak setelah mempunyai pengalaman di majalah. Kecintaannya dengan dunia fashion membuat ia ingin membuka usaha sendiri. Akhirnya, ia memutuskan membuka butik yang diberi nama Ivy Beautique. Tidak puas sampai di situ, wanita yang senang berolahraga serta traveling ini juga melengkapi usaha fashion-nya dengan menjual beragam aksesoris untuk berbagai apparel favorit wanita, seperti Blackberry, laptop, atau cermin dengan dekorasi kristal yang diberi nama Twinkle Twinkle.

Bukan hanya itu saja, tapi dia juga merangkap sebagai penulis fashion. Buku pertamanya yang berjudul 'Little Pink Book: Jakarta Style & Shopping Guide' terinspirasi sewaktu bekerja di majalah. Buku ini memang ditujukan kepada wanita agar mendapat pengetahuan lebih dulu sebelum menghambur-hamburkan uang untuk belanja.

"Saya terinspirasi waktu kerja di majalah, banyak orang nanya sama saya, kalau beli baju India di mana sih, kalau beli kancing di mana, kalau ngecilin celana di mana, saya kepikiran kenapa saya nggak bikin buku panduan di mana orang Indonesia bisa baca. Nggak hanya directory saja, tapi juga ada tips-tips basic," ujar wanita lulusan Business Administration di GS Fame Institute of Business itu.

Sukses menerbitkan buku fashion tersebut, Fifi tidak kehabisan ide untuk berkarya kembali. Bersama Alexandra Dewi, istri dari Henri Honoris ini kembali meluncurkan buku yang berjudul 'Hermes Temptation' dengan tebal 400 halaman. Bahkan, buku tersebut menjadi national best seller dan akan diterbitkan dalam bahasa Mandarin dalam waktu dekat.


Meskipun sudah memiliki prestasi yang membanggakan, Fifi bukan tipe wanita yang mudah berpuas diri. Dia masih menjalani profesinya sebagai Editor in Chief di majalah kecantikan. Fifi juga terkadang suka meluangkan dirinya menulis artikel beauty and fashion untuk majalah fashion wanita.

Bukan hanya itu saja, Fifi pun ikut berkecimpung membantu mengembangkan perusahaan sang ayah di bidang properti dan juga menjadi komisaris di PT Citra Marga Nusaphala Persada, Tbk yang bergerak di bidang pembuatan jalan. Ditambah lagi dengan kesibukan barunya mendirikan perusahaan investasi yang dilabeli dengan nama 'Magenta Advisors' di Singapura.

Dengan padu-padan potongan tanpa lengan serta celana hitam yang senada dengan atasannya, Fifi menceritakan kalau usaha baru sosialita seksi ini ternyata masih ada lagi. Dia juga baru merilis sebuah 'tanning' salon sejak dua bulan lalu, tapi baru mau diperkenalkan bulan November mendatang.

"Saya punya tanning salon kalau zaman dulu kan trennya putih, kalau sekarang ini dengan adanya artis Hollywood kayak Kim Kardashian, Jessica Alba, banyak sih yang suka sebenarnya baik pria maupun wanita," ujarnya.

Kegiatan Fifi yang begitu padat telah diaturnya sedemikian rupa hingga tidak mengganggu aktivitas lain serta waktu untuk keluarga. Hal itu bisa terwujud karena pikiran yang positif, percaya diri, dan tidak melupakan kodratnya sebagai wanita.

"Saya ingin menyerukan kepada wanita Indonesia kita harus tetap tunduk dan hormat pada pasangan tentunya, nggak melupakan kodrat kita, asal kita punya percaya diri dan niat baik semua bisa terwujud," tandasnya.





Sosialita, Wanita Sejati Indonesia




SIAPA yang tidak mengenal sosok Danarsih Santosa? Meski terlihat identik sebagai wanita Jawa, namun Ia memiliki semangat yang kokoh dalam menjalani kehidupan. Danarsih Santoso adalah sosok Kartini modern, anggun dengan tutur bahasa yang lembut. Penampilannya saat berbusana, baik acara resmi atau santai tak pernak lepas dengan batik.

Batik itu mimpi masa kecil saya. Tidak boleh hanya dilestarikan, tetapi harus dikembangkan. Batik adalah salah satu identitas budaya bangsa ini,” kata dia Sosok wanita milyuner asal Solo ini memang dikenal sebagai wanita yang sukses. Perilaku, gaya hidup serta penampilannya saat menghadiri acara selalu menjadi perhatian. Selain busana batik produk miliknya Danar Hadi yang sering dikenakan, tas merek Hermes serta jam tangan Rolex selalu menemaninya.” Ibu Danar ini menurut saya wanita Indoensia sejati.

Penampilannya disetiap kesempatan benar-benar menujukkan cirri khas wanita Indonesia. Sejak saya mengenal beliau, batik selalu dikenakannya. Sesantai apapun Bu Danar, Ia sangat memperhatikan penampilannya. Saya tidak pernah melihat beliau pakai sandal jepit. Terlebih, beliau sangat menghargai orang disekelilingnya.” ujar, GRAy Febri Hapsari, salah satu tokoh wanita muda yang dikenal dekat dengan Danarsih. Danasih lahir, tumbuh dan besar dalam keluarga batik di Solo, Jawa tengah. Orang tuanya adalah pengusaha batik meski hanya kecilkecilan. Selepas dari SMA Danarsih melanjutkan kuliah di Fakultas Teknik Kimia Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Di sela-sela waktu kuliah, perempuan yang lahir di Solo, 26 September 1946 itu kembali meneruskan “hobi” masa kecilnya, yaitu berjualan kain batik. Ketika itu, setiap Jumat atau Sabtu ia pulang ke Solo, kemudian Senin kembali ke Yogyakarta sambil membawa dagangan. Kini setelah lebih dari 40 tahun berdiri, Danar Hadi yang dikelolanya menjadi salah satu perusahaan batik terbesar dengan 20 gerai yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia. Pendiri PT Danar Hadi ini juga sangat dikenal punya jiwa sosial yang tinggi serta peduli dengan sesama yang membutuhkan bantuan. Di kegiatan sosial, Danarsih bergabung dengan organisasi Woman International Club (WIC) Solo dan Rotary Club. Ia juga terlibat di pengajian gabungan muslimah dan Yayasan Amal Sahabat Surakarta. Wanita yang murah senyum ini pun dipercaya sebagai Ketua Himpunan Ratna Busana (HRB) Surakarta. Organisasi ini merupakan wadah kepedulian ibu-ibu di Solo dalam mengenakan busana tradisional. “Kita para orang tua orientasinya harus berubah kearah sosial.

Banyak orang di sekitar kita yang butuh bantuan. Saya ingin membantu mereka. Hidup kita akan bermanfaat kalau kita bisa memberi manfaat bagi orang lain. Danarsih juga ingin mendirikan Sekolah Berkualitas untuk mereka yang kurang beruntung. Ide tersebut tercetus saat dirinya bersama rekan-rekannya sedang melakukan makan bersama.

Namun hal tersebut tak hanya menjadi wacana saja, akan tetapi akan benar-benar direalisasikan dengan menggandeng temantemannya di yayasan khususnya dari Amal Sahabat. “ Ini masih wacana saya bersama teman . Insya Allah akan kami merealisasikan wacana tersebut,” ujar ibu dari empat anak ini. Butuh waktu untuk merancang sematang mungkin guna mendirikan sekolah gratis untuk mereka yang kurang beruntung tidaklah mudah. Karena itu, Alumni Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta ini memiliki prinsip ketika melakukan aktivitas sosial harus mengena atau tepat sasaran. Ia tidak ingin melakukan aktivitas sosial yang tidak tepat pada sasaran. (Anwar Mustafa)


Sosialita, Orang Berduit atau Orang Yang Bersosialisasi ??

Kalian semua pasti udah sering banget baca di majalah atau liat di TV tentang sosialita atau orang yang dibilang sosialita. Banyak orang yang suka salah kaprah tentang predikat sosialita yang sering disandang atau dijuluki pada beberapa orang. Semua orang mengira bahwa seseorang yang memiliki harta berlimpah dan selalu hidup berfoya-foya bisa disebut sosialita. Padahal makna sesungguhnyasosialita adalah seseorang yang berasal dari keturunan bangsawan atau orang yang sejak dulu sudah kaya raya atau seseorang yang berpengaruh dan memiliki kemampuan sehingga mampu menggerakkan masyarakat. 




Memang sih seorang sosialita merupakan orang yang memiliki harta berlimpah dan juga berdandanan sangat fashionable dengan standar kelas atas. Namun tidak semua orang kalangan atas yang sering disebut jet set masuk kedalam golongan sosialita. Di luar negeri seperti di wilayah Eropa dan juga Amerika, golongan sosialita lebih kepada keluarga atau seseorang kaya raya yang suka berkecimpung dalam dunia sosial yang bertujuan untuk membantu banyak orang yang berekonomi sulit atau yang membutuhkan bantuan. Yaa namanya aja Sosialita udah pastilah berhubungan dengan dunia sosial, dan para golongan sosialita ini, mereka selalu menyumbang dalam jumlah yang sangat besar saat terjadi suatu bencana atau yang lainnya. 

Klo di Indoensia sih sepertinya makna asli sosialita udah sangat salah yaa. Seperti contohnya Melinda Dee, kita sering mendengar kan kalau Melinda Dee salah satu sosialita Indonesia. Namun buktinya Melinda Dee tidak pernah terdengar berkontribusi dalam dunia sosial dan dia juga tidak menjadi acuan bagi masyarakat. Menurut gue sih contoh sosialita Indonesia yang beneran sosialita adalah Dian Sastrowadoyo, Anggun C. Sasmi, Titiek Puspa, Keluarga Bakrie, Keluarga Cendana, Keluarga Soekarno dan keluarga yang memang sering membantu memberikan santunan atau bahkan memiliki badan amal mereka sendiri.

Belum lagi jika ada kalangan “Social Climber” yang arti kasarnya seseorang yang sebenernya bukan sosialita tapi ngotot mengikuti gaya hidup bak sosialita dan mereka-mereka ini rela melakukan apapun asalkan bisa masuk dalam jajaran masyarakat kelas atas. Orang-orang yang masuk type “Social Climber”, biasanya rela tuh dijadiin simpenan pengusaha-pengusaha kaya atau para raja atau datuk-datuk yang duitnya gak berseri. Kadang juga orang-orang seperti ini bisa memanipulasi sesuatu yang bisa membuat pundi-pundinya berlipat. Klo dipikir-pikir sih kasian juga yaa untuk orang-orang “Social Climber”, mereka rela merendahkan harga dirinya demi mendapatkan hidup mewah yang belum tentu bisa dijalaninya, dan belum tentu juga bahagia dengan kehidupan mewahnya.




Jadi pengusaha sukses, bukan alasan hedon & jadi sosialita
Merdeka.com - Gerai kesehatan Totok Aura Dian Kenanga, di Jalan Pejaten Raya, Jakarta Selatan, tentu tak asing di telinga warga ibu kota, khususnya wanita. Di tempat inilah, kaum hawa biasanya memanjakan diri agar tampil lebih cantik dan menarik.

Kesuksesan gerai ini tak lepas dari tangan dingin seorang wanita berusia 42 tahun. Dia adalah Salma Dian Priharjati.

Semua capaian ini tak diraih dengan mudah oleh Dian. Jatuh bangun menjalankan usaha pun pernah dia rasakan.

Kini, usaha yang didirikannya sejak 2004 silam semakin cemerlang. Saat ini, Dian Kenanga memiliki empat gerai, dengan berbagai sensasi perawatan yang ditawarkan.

"Kita memunculkan tema totok aura itu bukan cuma packagenya saja, tapi ada akuntabilitas ilmiahnya, dibarengi teknik akupuntur, teknis pernapasan dan tenaga dalam," ucap Dian membuka perbincangan merdeka.com beberapa waktu lalu.

Dian memang sudah lama mendalami teknik tenaga dalam. Maklum saja, meski wanita, sejak kecil dia aktif di Merpati Putih.

"Jadi sesungguhnya, totok aura itu adalah terapi yang bertujuan untuk menjalankan organ tubuh seseorang dengan cara memberikan stimulasi atau getaran ke bagian saraf melalui stimulan," tambahnya.

Sebagai pengusaha gerai kesehatan dan salon kecantikan, setiap harinya Dian selalu bertatap muka dengan konsumen wanita. Mulai dari remaja, hingga ibu rumah tangga.

Dian menyadari kehadiran usahanya cukup menolong wanita muda yang ingin tampil menarik. Meski demikian, dia tak menutup mata gaya hidup wanita modern saat ini sungguh jauh berlari mengikuti perkembangan zaman.

"Saya lihat wanita sekarang dan dulu jauh sekali. Itu karena banyak hal yang mempengaruhi, semisal arus informasi yang demikian luas," kata ibu empat anak ini.

Saat ini, kata Dian, wanita tak sekadar ibu rumah tangga biasa. Mereka punya segudang aktivitas yang mengharuskan tampil menarik dan sedap dipandang.

Sebagian wanita mungkin mengimplementasikannya dengan positif. Tapi tak jarang wanita ibu masa kini malah kebablasan mengikuti tren gaya hidup yang berkembang.

"Tanpa didasari pengetahuan yang cukup kuat, didukung peningkatan penghasilan, akhirnya menimbulkan gaya hidup yang salah tafsir. Mereka ingin diapresiasi lingkungan sekitarnya, padahal tampilan fisik tidak menjadi tolak ukur seseorang mendapat apresiasi," bebernya.

Sebenarnya, kata Dian, merawat tubuh agar tetap sehat, bugar dan cantik, sangat penting untuk wanita. Tapi bila perawatan yang dipilih harus mengeluarkan budget gila-gilaan, tentu terkesan hanya demi eksistensi.

"Sebagian menganggap gejala perawatan ini tuntut lingkungan. Tapi tak jarang jadi ajang saling berkompetisi gaya hidup, keinginan lebih dari orang lain agar tak ketinggalan zaman. Ya lebih gengsilah tepatnya," tambah istri dari Aria Abiasa ini.

Di Dian Kenanga sendiri, rata-rata usia konsumen sekitar 18-35 tahun. Dari berbagai perawatan yang ditawarkan, banyak konsumen yang memilih totok aura dengan budget minimal Rp 200 ribuan.

Meksi usahanya cukup sukses, penampilan Dian bisa dikatakan cukup sederhana. Padahal sangat dimungkinkan penampilan Dian setara dengan ibu-ibu sosialita yang selalu tampil glamour, brended dan seksi. Apa alasan Dian?

"Saya merasa bukan bagian dari mereka, meski saya akui sering diseret-seret ikut komunitas itu. Saya mengumpamakan bila diri saya masuk ke komunitas itu seperti sopir angkot masuk ke mal. Ini lebih ke persoalan batin yang nggak cocok, bukan masalah finansialnya," tambahnya.

Dia lantas mengisahkan. Suatu hari pernah diajak kumpul-kumpul di sebuah komunitas sosialita. Karena penasaran dia lantas coba ikut.

"Tapi langsung merasakan is not me. Pernah ada yang tawarin tas Hermes Rp 700 juta. Buat saya mending beli rumah. Harga ratusan juta juga kan kalau kena rokok nggak ada harganya," kelakarnya.

Setelah mengikuti satu kali pertemuan itu, dia semakin yakin tak berminat bergabung. Meski tak ada larangan dari suami, Dian merasa tak menikmati gaya hidup yang dipaksakan seperti itu.

"Suami tidak pernah ngasih tahu ini itu, apalagi soal gaya hidup. Sebab kalau diarahin belum tentu berhasil. Dia lebih sering meneladani seperti mengatakan gaya hidup kita yang mengatur, bukan gaya hidup yang mengatur kita. Sebab bila tak terkontrol kita akan habis dengan sendirinya," kata wanita berambut panjang ini bijak.

Dia merasa, hidup, keluarga dan usaha yang dijalankannya selama ini sudah cukup lengkap. Hal itu mendasari Dian hidup apa adanya dan tak berusaha menjadi diri orang lain.

"Bagi saya hidup saya sudah sangat komplit. Saya menikah tahun 95, punya empat anak, dan sekarang sedang dianugerahi lagi anak ke lima. Buat saya mereka lebih penting dari sekadar shopping ke luar negeri, pakai tas-tas mahal. Dan itu bukan dibuat-buat," katanya.

Dari pada kongkow seperti ibu-ibu muda saat ini, Dian lebih senang berkebun bersama sang suami dan anak-anaknya. Bagi Dian, menjadi pengusaha sukses tak harus dibarengi gaya hidup hedon.

Hal itu pula yang membuat sang suami, Aria merasa sangat beruntung memiliki seorang wanita bernama Dian.

"Saya berharap Dian tetap berperikalu seperti dirinya. Dian yang saya tahu, Dian yang nggak pernah melihat segala sesuatu dalam kacamata matrealistis, selalu dilihat pakai hati. Mudah tersentuh dan menangis," puji Aria dengan mata berbinar.

"Karena buat saya my wife my life, dia begini sangat cukup," tandas pria berusia 52 tahun ini tersenyum.

Referensi:

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Hi..Nama saya Rendy Oi.. domisili di surabaya >>jika ada wanita yang pengen curhat segala macam masalah bisa call or sms 083857001148.. putih dan penampilan menarik.. bisa di buktikan.. Terima kasihhyuicmurr

Anonim mengatakan...

Buat cewek n tante yg cari pria simpanan hub 0813 6871 2420