Rabu, 23 Oktober 2013

Mengapa Menunda Menikah? Kemiskinan Versus Menunda Pernikahan


Beberapa kali saya bertanya kepada anak-anak muda perkotaan, yang di mata saya tampak sudah dewasa dan mandiri. Mereka telah lulus kuliah dan bekerja di suatu perusahaan. “Mengapa Anda tidak segera menikah, sementara usia Anda telah dewasa dan Anda juga sudah memiliki penghasilan?”

“Saya belum memiliki pekerjaan tetap”.

“Saya belum memiliki penghasilan yang cukup untuk menghidupi keluarga”.

“Saya belum memiliki investasi yang memadai”.

“Saya belum mampu membiayai hidup saya sendiri. Saya khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan nafkah keluarga nantinya”.

“Saya belum siap secara ekonomi….”

Itulah sejumlah alasan yang dikemukakan sehingga merasa diri absah untuk tidak segera melaksanakan pernikahan. Ada perhitungan yang sangat matematis mengenai hidup, bahwa biaya-biaya hidup itu linear, kalau satu orang hidup memerlukan uang satu juta rupiah sebulan, maka dua orang berarti dua juta, kalau empat orang berarti empat juta rupiah. Ia merasa belum mampu membiayai hidupnya sendiri, maka dipikirnya akan sangat memberatkan apabila ia harus menikah dan menghidupi keluarga.

Gaya Hidup Sinetron

Gambaran hidup seperti apa yang mereka bayangkan? Sinetron sering mengajarkan hidup yang glamour, mewah dan tiba-tiba kaya. Seorang anak muda yang tidak diceritakan bagaimana sejarah dan usahanya, tiba-tiba tampak digambarkan mengendarai mobil mewah, tinggal di rumah tingkat yang luas dan megah, berganti-ganti pasangan, dan lain sebagainya. Apakah kita sekarang tengah hidup di dunia sinetron? Membayangkan menjadi pelaku dalam sebuah sinetron dengan segala kemewahan material yang tidak masuk akal itu? 

Tiba-tiba anak-anak muda itu dicekam oleh rasa takut yang amat sangat, bagaimana hidup nantinya jika tidak memiliki cukup materi. Mereka merasa gagal hidup bahagia sejak dari awalnya, hanya karena belum memiliki investasi yang mencukupi untuk menghadirkan kemewahan-kemewahan yang diinginkan. Untuk itulah pernikahan dianggap belum layak dilaksanakan saat ini. Nantilah kalau telah punya rumah sendiri. Nanti sajalah kalau sudah punya mobil Ferrari sendiri. Nantilah kalau tabungan sudah lebih dari mencukupi.

Masyarakat kita terlanjur meletakkan ukuran-ukuran serba-materi dalam menjalani kehidupan. Kesuksesan dan kegagalan tolok ukur utamanya adalah materi. Perbincangan publik berkisar pada aspek-aspek material, dan masih terpaku hanya pada sisi itu saja. Wajar kalau kemudian berpengaruh secara amat kuat pada mentalitas anak-anak muda, ketika akan memutuskan menikah pikiran pertama kali adalah ketersediaan dana dalam jumlah yang cukup bahkan berlebih.

Orang tua dan masyarakat turut memberikan pengaruh tatkala mereka menuntut “pekerjaaan tetap” dan “gaji tetap” kepada calon menantu laki-laki yang datang melamar anak perempuannya. Mereka menanyakan, apa pekerjaan tetapnya, berapa gaji per bulannya, bagaimana nanti memberikan makan istri dan anaknya? Pertanyaan yang mengarahkan kepada orientasi dan jawaban-jawaban serba-materi.

Tentu saja pertanyaan di atas tidaklah salah, sebab materi memang diperlukan untuk menjalankan kehidupan. Pertanyaan tersebut sah dan benar semata. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah apabila dampak dari pertanyaan dan orientasi materi itu menyebabkan terhambatnya proses pernikahan. Anak muda merasa takut untuk melangkah menuju pernikahan karena belum cukup memiliki jawaban untuk menghadapi pertanyaan calon mertua yang “seperti itu”. Akhirnya mereka memilih menunda-nunda pernikahan dengan memperpanjang masa pacaran. Dampaknya akan sangat buruk terhadap mereka, karena tidak mampu lagi menjaga gejolak syahwat.

Materi telah berubah menjadi berhala. Seakan-akan materilah yang membuat orang menjadi berbahagia atau celaka. Seakan-akan materi yang menjadi jaminan kebaikan hidup. Berhala materialisme itu disebarkan sebagai sebuah keniscayaan, membuat orang tunduk di hadapannya, takluk tanpa bisa melawan. Membuat masyarakat mengikuti keinginan dan tuntutannya.

Mengapa mau menyerah dan tunduk kepada gaya hidup sinetron?

Miliki Visi


Pernikahan akan berhasil apabila Anda memiliki visi yang jelas dan terang benderang dalam kehidupan. Menikah bukan persoalan usia, atau ketersediaan materi, atau sarana kehidupan pada umumnya. Yang sangat penting adalah visi yang kuat dalam diri Anda, untuk apa Anda berumah tangga, untuk apa Anda berkeluarga, untuk apa Anda melaksanakan pernikahan?

Jika Anda memiliki visi ibadah, maka akan memberikan kekuatan pondasi yang menjadi modal utama dalam kehidupan rumah tangga Anda nantinya. Niatkan dengan sangat kuat, bahwa pernikahan adalah ibadah, sebagai sarana melaksanakan ketaatan kepada Tuhan dalam kehidupan. Berbagai persoalan dan permasalahan dalam hidup berumah tangga yang nantinya pasti akan dijumpai, dengan sangat mudah Anda lewati bersama pasangan, jika Anda meletakkan ibadah sebagai pondasi pernikahan.

Menikah bukan semata-mata melampiaskan syahwat kepada pasangan hidup. Menikah tidak semata-mata menyalurkan hasrat biologis, atau sekadar mengikuti insting kemanusiaan. Lebih dari itu, menikah adalah langkah pasti meretas sebuah peradaban kemanusiaan yang luhur dan mulia. Menikah adalah gerbang memasuki jati diri kemanusiaan yang utuh dan bermartabat. Menikah adalah sarana untuk menguatkan peran-peran sosial dalam kehidupan, bahwa hidup kita tidak sekadar untuk urusan diri sendiri.

Kalahkan orientasi materi dengan kejelasan visi. Enyahkan berbagai ketakutan dan kegalauan hati akibat merasa kekurangan materi, perkaya diri dengan kekuatan visi. Menikahlah dengan visi yang jelas dan benar tentang hidup berumah tangga, bermasyarakat, dan berperadaban. Insya Allah hidup Anda akan bahagia.


Kemiskinan Versus Menunda Pernikahan
Pernikahan merupakan satu-satunya gerbang suci dalam menjalin hubungan dengan pasangan yang semula bukan mahromnya. Dari pernikahan maka terbentuk keluarga yang samara (sakinah, mawaddah, rahmah) dan lahirlah generasi mulia. Namun saat ini, pernikahan bukan menjadi ikatan sah yang dianjurkan di Indonesia. Penundaan pernikahan menjadi opsi utama yang diberikan bagi kalangan muda.

Di dalam pasal 1 UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan. Berdasarkan peraturan dalam UU tersebut, maka menikahkan anak-anak di bawah usia 18 tahun bisa menjadi tindakan kriminal, menurut Menteri Kesehatan RI, dr Nafsiah Mboi, SpA, MPH yang dilansir dari Atjehpos.com (Kamis, 26 September 2013).

Maraknya promo penundaan usia pernikahan disebabkan karena ledakan jumlah penduduk yang berimbas pada ketidakstabilan ekonomi. Dan ini berdampak pada sebagian besar keluarga Indonesia yang berada di garis kemiskinan. Untuk itu, pemerintah mengambil keputusan untuk mengadakan kampanye menunda usia pernikahan. Khususnya pernikahan di usia dini.

Dalam Islam, pernikahan adalah sesuatu yang dianjurkan bagi syabab jika mampu (HR Mutafaq ‘alaih). Syabab (15 tahun ) adalah seseorang yang mencapai usia baligh tetapi belum mencapai kedewasaan dan belum stabil. Tetapi usia tersebut sudah dikatakan siap memasuki jenjang pernikahan. Seseorang dengan usia tersebut berada dalam masa gejolak seksual dan harus dipenuhi dengan cara yang benar.


Usia ideal menikah saat ini adalah 21 (perempuan) dan 25 (laki-laki). Cukup jauh dari rentang kategori umur syabab. Penundaan ini jelas mengakibatkan kerusakan secara solid dalam masyarakat. Sebab, seorang individu yang sudah baligh dipaksa menunda pernikahan dengan dalih kemiskinan global akibat ledakan jumlah penduduk di negeri ini. Maka dari itu, wajar ketika belum menikah, remaja cenderung melampiaskan gejolak tersebut dengan aktivitas zina dini. Mulai dari pacaran yang menjadi gerbang terbukanya seks bebas maupun pergaulan bebas yang berujung pada aborsi dan kerusakan generasi.

Menunda pernikahan berbahaya bagi tatanan kehidupan sosial masyarakat. Pengaturan ini bertentangan dengan fitrah manusia dan bentuk kedzoliman kepada setiap individu yang sudah layak untuk menikah. Akibatnya banyak yang memilih melakukan aktivitas seks aman dan sehat dengan alasan tidak ada aborsi maupun marabahaya yang dimunculkan. Pemenuhan hasrat seksual ini kian marak juga melalui mucikari (penjaja seks).

Di satu sisi, anak-anak diusia muda menuju syabab sekarang tidak terlihat memiliki kemampuan untuk menikah dan menafkahi. Faktor utama tentu karena pendidikan yang diberikan juga memang tidak untuk mempersiapkan setiap individu siap menikah di usia muda. Ini berbeda dalam pandangan Islam. Seseorang individu yang diberikan pendidikan (sesuai dengan sistem Islam) justru diberikan juga pendidikan mengenai pernikahan sejak ia mampu membedakan kanan dan kiri, mampu melaksanakan sholat dan hal wajib lainnya. Dengan demikian, dapat dipastikan setiap syabab yang hendak menikah sudah memiliki cara pandang yang luas mengenai persiapan pernikahan.

Selain itu, usia syabab saat ini cenderung tidak menikah karena tidak mampu. Hampir sebagian besar pemuda di usia 15 tahun tersebut tidak mampu menikah karena belum bisa memberi nafkah. Pada usia tersebut kebanyakan remaja laki-laki masih dalam tanggungan orang tua. Padahal, sunnah ketika orang tua menafkahi anak laki-laki yang sudah baligh. Ini juga berkaitan erat dengan banyaknya pemuda dewasa yang belum siap menikah karena belum bisa memberi nafkah. Bila diamati lebih mendalam, minimnya kesempatan bekerja juga menjadi sebab utamanya. Diakui, bahwa banyak laki-laki yang tidak mampu menafkahi karena ia tidak memiliki modal. Inilah efek yang ditimbulkan ketika sistem kapitalisme menjadi landasan bernegara.

Sistem kapitalisme tidak akan pernah sesuai dengan fitrah manusia. Hanya kerusakan yang akan didapat jika masih bertahan pada pemahaman yang bukan berasal dari Islam ini. Satu-satunya solusi yang bisa ditawarkan adalah dengan mengubah paradigma sistem kehidupan bernegara sesuai dengan aturan Allah dan tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Sehingga tidak ada lagi efek yang perlu dirasakan dari penggunaan aturan-aturan yang merusak seperti saat ini.

Adapun solusi kemiskinan global yang terjadi justru berpusat pengaturan ekonomi negeri. Islam memandang laki-laki memiliki tanggungjawab al ba’ah (tanggungan nafkah) pada tiga hal: sandang, pangan, dan papan. Adapun untuk kesehatan dan pendidikan menjadi kewajiban Negara untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya. Pemenuhan ini bisa dicapai dengan mengembalikan seluruh aset rakyat dalam pengelolaan Negara, bukan dengan swastanisasi. Dengan demikian, Negara punya modal yang besar dalam mensejahterakan rakyat dan memberikan kesempatan bekerja yang besar untuk laki-laki. Sehingga gejolak kemiskinan global bisa dihindari. Dan kondisi ini hanya bisa terwujud jika Negara mau merujuk dan melaksanakan pandangan Islam tersebut dalam sistem kehidupan bernegara.

Melihat prilaku menunda menikah tanpa alasan syar’i ditengah-tengah kaum muslimin baik dengan alasan menyelesaikan kuliah, karir atau alasan tidak syar’i lainnya menjadi salah satu sebab dari banyak sebab tersebarnya kemaksiatan onani, zina bahkan liwath (homo dan lesbi), Naudzubillah, dibarengi kemaksiatan buka aurat, ikhtilat tersebarnya pornografi membuat kerusakkan diatas kerusakkan, menambah tersebar luasnya kemaksiatan. Sebuah fenomena yang membuat lisan ini berucap semoga Allah menjaga kita semua. Sambil berfikir apa yang harus ku tulis disecarik kertas ini, sebagai nasehat untuk kaum muslimin. Ku coba awali dengan sebuah doa dengan berkata semoga Allah memberi hidayah dan menjaga kita semua…

Wahai kaum muslimin……..

Tidak tahukah kalian bahwa diantara penyebab kemaksiatan onani, perzinahan bahkan perbuatan liwat (homo dan lesbi) adalah akibat menunda nikah karena karir, kuliah atau tanpa alasan syari’i lainnya…

Tidak khwatirkah kalian terjatuh kedalamnya…

Karir apa yang kalian cari…, apakah dengan mempertaruhkan agama kau raih karirmu….!!!

Bukankah keselamatan agama dan menjaga keimanan hal yang sangat terpenting bagi kita…

Lalu apa yang menghalangi kalian untuk menikah, padahal dengan menikah dapat menjaga kita dari kemaksiatan….

Wahai kaum muslimin…….

Kuhadirkan perkataan seorang ulama yang menjelaskan hukum dan manfaat menikah sebagai hadiah dariku untuk kalian, Berkata Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al-Utsaimin Rahimahullah : ” Dan berkata sebagian Ahlu Ilmi (ulama -penj) bahwasannya menikah hukummnya wajib secara mutlak karena asal perintah adalah wajib. 

Hal ini dikarenakan perkataan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ” Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian mampu untuk menikah maka menikahlah ” Al-lam li ‘Amr pada asalnya di dalam ” ‘amr : perintah ” adalah wajib kecuali ada yang memalingkannya dari perintah wajib. Disamping itu bahwasannya meninggalkan menikah disertai kemampuan untuk menikah didalamnya terkandung tasyabuh (menyerupai) orang nasrani yang mereka meninggalkan menikah dengan tujuan untuk menjadi pendeta dan tasyabuh dengan selain dari kaum muslimin haram hukumnya. Dimana terdapat didalam menikah dari kebaikan yang besar dan menolak kerusakkan yang banyak, bahwasannya dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan akan tetapi dengan adanya syarat mampu pada pendapat ini, dikarenakan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengkaitkan yang demikian itu dengan kemampuan sebagaimana perkataannya ” barangsiapa diantara kalian mampu menikah ” dan dikarenakan didalam kaidah umum, setiap kewajiban disertai dengan syarat mampu. Pendapat wajibnya nikah dalam sisiku lebih mendekati kebenaran “. ( Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaq’ni, Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin, Kitab Nikah hal : 12 ).

Terlepas disana ada perbedaan pendapat tentang hukum menikah, akan tetapi ulama sepakat bahwa terdapat kemaslahatan yang banyak dengan menikah, diantaranya menjadi sebab terjaganya seseorang dari perbuatan maksiat.

Wahai kaum muslim…..

Bagaimana jika…(semoga Allah menjaga kita semua) dengan menundanya seseorang dari menikah tanpa alasan syar’i sebab terjatuh kedalam perbuatan zina, padahal Allah Ta’ala berfirman
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Artinya : ” Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra’ : 32)

Berkata Syaikh As-Sa’di Rahimahullah ” Larangan mendekati zina lebih mengena daripada sekedar larangan berbuat zina, dikarenakan yang demikian itu mencakup larangan dari segala muqadimah zina dan perkara yang mendekatkannya.“ ( Tafsir Ar Karimur Rahman, Syaikh As-Sa’di )

Allah Ta’ala juga berfirman pada ayat lain
وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

” Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan yang lain berserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya)…….. “ ( Qs. Al Furqan 67 – 68 )

Berkata Syaikh Sa’di Rahimahullah : ” Dan nash firman Allah Ta’ala tentang ketiga dosa ini merupakan dosa besar yang paling besar, perbuatan syirik didalamnya terdapat merusak agama, membunuh didalamnya terdapat merusak badan dan zina didalamnya terdapat merusak kehormatan” ( Silahkan lihat Taisirul Karimur Rahman )

Apalagi jika sampai terjatuh kedalam perbuatan liwath, Naudzubillah. Sebuah dosa yang sangat besar, sebuah kekejian yang sangat keji. Sebagaimna Allah Ta’ala berfirman :
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ

” Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, ” mengapa kamu melakukan perbuatan keji (liwath), yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (didunia ini)“ ( Qs. Al A’raaf : 80 )

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Tidak ada yang paling aku takutkan daripada ketakutanku kepada kalian atas perbuatan kaum luth “ ( HR. Ahmad, tirmidzi dan dari Sahabat Ibnu Abbas Radiyallahu ‘Anhu dishahihkan oleh Syaikh Al – Al Bani Rahimaullah)

Berkata Imam Adz-Zhahabi Rahimahullah : ” Liwath (homo/lesbi) lebih keji dan jelek dari perbuatan zina “ ( Al Kabaair Imam Adz Zhahabi )

Siapa yang menjamin kita akan selamat dari perbuatan maksiat….

Apakah karena karir kau pertaruhkan agamamu ….

Apakah karena mempriroritaskan kuliah dengan ikhtilat kau pertaruhkan kejernihan hatimu….

Apakah karena karir dikantor atau aktivitas profesimu dengan kemaksiatan ikhtilat atau kemaksiatan yang ada didalamnya kau ambil resiko yang membahayakan agamamu dengan menunda menikah…

Tidak inginkah kita hidup dengan kehidupan sempurna sebagai seorang manusia dengan didampingi seorang istri sholehah atau ditemani seorang suami sholeh……..

Tidak inginkah kita merasakan hidup sakinah dengan ditemani seorang istri penyayang lagi penurut atau suami penyabar lagi bijaksana….

Tidak inginkah kita bahagia sebagaimana kebahagian seorang suami istri yang menggandeng buah hatinya pergi kemajelis ilmu…..

Tidak inginkah kita bahagia sebagaimana kebahagian keluarga fulan yang bercanda dengan buah hatinya…..

Tidak inginkah kita bahagia ketika kening kita dikecup anak-anak kita sebagaimana kebahagian sepasang suami istri yang dikecup keningnya oleh buah hatinya sambil berkata : ” Ummi….. Abi… Abdurrahman berangkat dulu yah, sekarang ada setoran Juz Amma sama Ustadz…

Jawablah wahai kaum muslimin….

Kalau kalian ingin bahagia sebagaimana mereka bahagia, kalau kalian ingin menjaga agama kalian sebagaimana mereka menjaga agamanya, lalu apa yang menjadi alasan kalian untuk menunda nikah tanpa alasan syar’i. Apakah kalian merasa aman dengan kemaksiatan yang telah tersebar, yang banyak orang terjatuh kedalamnya. Tahukah kalian yang menjadi alasan kekhawatiran Nabi Ibrahim ‘Alaihissallam akan dirinya terjatuh kedalam perbuatan penyembahan berhala, sehingga beliau berdoa kepada Allah agar dijauhi dari penyembahan berhala, yaitu dikarenakan banyaknya orang yang terjatuh kedalam perbuatan tersebut. Bukankah Allah Ta’ala berfirman mengkabarkan tentang doa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأَصْنَامَ

” dan jauhkanlah aku berserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala ” ( Qs. Ibrahim : 35 ).

Berkata Syaikh Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : ” Ketika Nabi Ibrahim merasa takut terhadap dirinya, maka beliaupun berdoa kepada Rabbnya agar di teguhkan diatas agama tauhid dan agar tidak dipalingkan hatinya sebagaimana dipalingkannya mereka. Karena beliau adalah seorang manusia seperti mereka dan seorang manusia tidaklah merasa aman dari fitnah “ ( Durus Nawaqidul Islam, Syaikh Shaleh Al Fauzan : 37)

Wahai saudaraku fillah, semoga Allah menjaga kita semua.

Tak tahukah kalian, bahwa disana ada seorang akhwat yang karena sangat takutnya terjatuh kedalam perbuatan maksiat atau karena khawatir terhadap keselamatan agamanya dia selalu berdoa ” Ya Allah jauhkanlah aku dari perbuatan maksiat dan karuniakanlah kepada diriku seorang suami sholeh “

Wahai ukhti fillah, tak tahukah kalian bahwa disana ada seorang ikhwan yang karena khawatir terjatuh kedalam perbuatan maksiat dia isi waktu terkabulnya doa dengan berdoa ” Ya Allah jauhkanlah aku dari perbuatan maksiat dan karuniakanlah kepada diriku seorang istri sholehah “

Wahai saudaraku fillah, bagaimana kalau ikhwan atau akhwat tersebut terjatuh kedalam perbuatan maksiat, lalu bagaimana kalau kita yang berada pada kondisi mereka. Bukankah kita merasa sedih kalau kita berbuat maksiat apakah kita tidak merasa sedih kalau saudara kita terjatuh kedalam perbuatan maksiat, lalu dimana ta’awun kita terhadap saudara kita, Bukankah Allah Ta’ala berfirman
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

” dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan.“ ( Qs. Maidah : 2 )

Bukankah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Dan Allah akan menolong hambanya apabila hambanya menolong saudaranya ” (HR. Muslim dari Sahabat Abu Hurairah Radiyallahu ‘Anhu )

Berkata Syaikh Shaleh Alu Syaikh Hafidzahullah : ” Didalam hadist ini terdapat anjuran kepada seseorang untuk menolong saudaranya dengan sebesar – besar anjuran, anjuran bahwasannya seorang hamba apabila menolong saudaranya maka Allah akan menolongnya, apabila kamu membantu kebutuhan saudaramu, Allah akan membantu kebutuhanmu, jika kamu membantu kaum muslimin, dan suatu saat kamu butuh bantuan maka Allah akan membantumu dan ini keutamaan dan pahala yang sangat besar “ ( Syarh Arbain Nawawi, Syaikh Sholeh Alu Syaikh : 391 )

Wahai saudaraku adakah yang lebih besar dari ta’awun yang dengan sebab ta’awun kita dapat menjadi sebab selamatnya saudara kita dari kemaksiatan…..Jawablah wahai saudaraku fillah…..

Karena dengan menikahnya dirimu, maka engkau sedang ta’awun dengan istri atau suamimu, karena dengan menikahnya dirimu menjadi sebab terjaganya seorang istri atau suami kedalam perbuatan maksiat. Berkata Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al-Utsaimin Rahimahullah : ” Diantara keutamaan menikah adalah dengan menikah dapat menjaga kemaluan dirinya dan istrinya dan menjaga pandangannya dan pandangan istrinya, kemudian setelah keutamaan itu lalu dalam rangka memenuhi kebutuhan syahwatnya ” ( Syarhul Mumti’ Jilid 12 hal : 10 )

Berkata Syaikh Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : “ Wahai manusia bertaqwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa menikah terkandung didalamya kebaikkan yang sangat banyak, diantaranya kesucian suami istri dan terjaganya mereka dari terjatuh kedalam perbuatan maksiat, Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian yang mampu menikah maka menikahlah dikarenakan dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan “ Al Hadist ( Khutbatul Mimbariyah Fil Munaasibaatil ‘Asriyah, Syaikh Shaleh Al Fauzan : 242 )

Mungkin diantara kalian ada yang berkata, saya belum mau menikah dan belum ada pikiran kearah sana, maka saya katakan semoga Allah menjaga kita semua dan mengkaruniakan kepada kita pendamping yang sholehah…amin, wahai saudara ku fillah bahwa disana ada pendapat dari ulama yang mengatakan hukumnya sunnah (dianjurkan) bukan sekedar mubah (boleh) bagi orang yang tidak berkeinginan untuk menikah atau melakukan hubungan suami istri, sementara dia mampu, dan ini pendapat yang benar dikarenakan beberapa hal, diantaranya dengan menikah dia dapat menjaga agama istrinya atau menjadi sebab istrinya terjaga dari perbuatan maksiat, begitu juga dikarenakan masuk kedalam keumuman dalil tentang diajurkannya menikah ” ( Silahkan lihat Malzamah Kitab Nikah Syaikh Muhammad Bin Hizam Hafidzhullah )

Maka sudah saatnya untuk kita menikah, mencari pendamping sholehah, semanhaj, membina keluarga sakinah.

Maka sudah seharusnya kita ta’awun dengan menganjurkan orang untuk menikah dan membantunya sesuai dengan kemampuan kita.

Wahai kaum muslimin, semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua….

Tidak tahukah kalian beberapa banyak dari pemuda kaum muslimin yang terjatuh kepada perbuatan zina, sebuah dosa yang sangat besar yang pelakunya berhak dihukum 100 kali cambukkan dan diasingkan dari negerinya, Adapun kalau sudah menikah dihukum dengan dirajam sampai mati.

Tidak tahukah kalian bahkan ada yang terjatuh pada sebuah dosa yang pelakunya berhak dikenai hukuman dengan dilempar dari gedung yang paling tinggi kemudian dilempari batu, bahkan dosa liwath ini telah menyebar dinegeri ini. Naudzubillah

Tidak tahukah engkau bahwa kemaksiatan onani, ponogarafi, buka aurat, pacaran dianggap sesuatu hal yang biasa…

Wahai kaum muslimin kalau seperti ini kondisi bangsa ini, lalu apa yang menjadikan alasan kita untuk menunda nikah…….

kalau seperti ini kondisi bangsa ini lalu apa yang menjadi alasan para orangtua tidak menganjurkan anaknya untuk menikah……

Kalau seperti ini kondisi bangsa ini lalu apa yang menjadi alasan para orang tua melarang anaknya untuk segera menikah, katakanlah kepada diriku wahai kaum muslimin.

Bukankah kita menginginkan keselamatan dan kebahagiaan untuk diri kita….

Bukankah kita menginginkan keselamatan dan kebahagiaan untuk keluarga kita…

Bukankah para orangtua menginginkan keselamatan dan kebahagiaan untuk anak-anaknya…..

Bukankah kita menginginkan keselamatan dan kebahagiaan untuk kaum muslimin…

Lantas apa yang menghalangi kita untuk menikah…..

Lantas apa yang menghalangi kita untuk menganjurkan orang untuk menikah…..

Lantas apa yang menghalangi kita untuk membantu saudara kita untuk menikah…..

Bukankah Allah Ta’ala dan Rasul Nya menganjurkan kita untuk menikah, Allah Ta’ala berfirman :
فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً

” Maka nikahillah perempuan yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.“ ( Qs. An Nisa’ : 3 )

Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian yang mampu menikah maka menikahlah dikarenakan dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan dan barangsiapa tidak mampu menikah maka baginya untuk berpuasa hal itu sebagai tameng baginya “ ( HR. Bukahri dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘Anhu )

Berkata Syaikh Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : ” Didalam hadist ini terdapat anjuran dari Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassalam untuk para pemuda, khususnya para pemuda kaum muslimin, dikarenakan syahwat para pemuda lebih kuat dan kebutuhan untuk menikah disisi mereka lebih banyak, karena inilah dianjurkan bagi mereka untuk menikah “ ( Tashiilul Ilmaam Bifiqhil Ahaadist Min Bulugil Maram, Jilid 4 Kitab Nikah, hal 304 )

Berkata Syaikh Abdullah Al Basam Rahimahullah : ” Setiap pernikahan ini terkandung didalamnya manfaat yang agung, yang kemanfaatan tersebut kembali kepada suami istri, anak – anak, perkumpulan (komunitas), dan agama dengan kebaikan yang banyak ” ( Taudihul Ahkam Min Bulugil Maram, Jlid 5 Kitab Nikah hal 209 )

Oleh karena itu ada yang ingin kukatakan ” Saatnya untuk kita menikah“, menjalankan perintah Allah dan Rasul Nya, membina rumah tangga sakinah semoga dengan itu Allah menjaga agama dan diri kita dari kemaksiatan.



Wallaahu a’lam bish showab [].


sumber :
http://www.dakwatuna.com/2013/03/18/29411/mengapa-menunda-menikah/
http://www.eramuslim.com/konsultasi/keluarga/kemiskinan-versus-menunda-pernikahan.htm
http://ainuamri.wordpress.com/2010/04/06/jangan-menunda-menikah-menikahlah-meski-usiamu-baru-17-tahun-agar-tidak-terjerumus-dalam-perbuatan-zina/

Tidak ada komentar: