Ada pepatah, satu musuh terlalu banyak, seribu sahabat masih kurang. Pepatah ini memberi nasihat pentingnya punya banyak kawan. Pentingnya mencari kawan ini, bukan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya, karena tidak ada yang bisa diberikan oleh manusia. Kecewalah orang yang memperbanyak kawan untuk bisa mendapatkan sebanyak-banyaknya. Sakit hatilah orang yang memperbanyak kawan untuk mendapatkan bantuan sebanyak-banyaknya. Karena kebanyakan manusia itu ingin dibantu bukan ingin membantu. Bahkan bisa jadi, kenyataan yang terjadi, semakin banyak kawan, semakin banyak orang yang meminta bantuan.
Seharusnya, memperbanyak kawan bertujuan supaya bisa memberi sebanyak-banyaknya. Sekali lagi, memperbanyak kawan, bukan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya, tapi untuk memberi sebanyak-banyaknya. Dengan banyak memberi itu kita berharap, Alloh semakin banyak memberi kepada kita.
JANGAN MENGASIHANI DIRI SENDIRI, TAPI KASIHANILAH ORANG LAIN
Pemurung adalah orang yang senangnya mengasihani diri sendiri. Jika hidupmu ingin bahagia,kasihanilah orang lain.
Pemurung adalah orang yang senangnya mengasihani diri sendiri. Jika hidupmu ingin bahagia,kasihanilah orang lain.
Lebih baik pikirkanlah nasib orang lain, pikirkanlah, bagaimana cara menolong mereka. Tentang diri kita sendiri, biarlah Alloh yang akan menolong. Sekali waktu, saya hanya memikirkan diri sendiri,memikirkan bagaimanakah caranya supaya wajah lebih cerah, kelihatan lebih muda, lalu saya membeli berbagai krim pembersih yang mahal-mahal. Aku pun membeli pakaian,yang kukira akan membuat penampilanku lebih menarik.
Nyatanya, aku tetaplah aku, seperti kebanyakan manusia, aku terus berangkat tua. Dan aku semakin disadarkan kepada hal itu. Bahwa aku tidak muda lagi, bahwa usiaku semakin lanjut, bahwa kulitku semakin keriput. Terbukti, gadis-gadis yang baru menemuiku di toko-toko atau di pom bensin, mereka tidak menyebut aku Aa lagi, kini mereka menyebutku Bapak. Itu pertanda jelas, jika penampilanku tidak muda lagi. Mungkin di mata mereka, aku yang berusia 27 tahun ini, telah berusia 35 tahun. Sudah seperti bapak-bapak. Tidak pantas lagi dipanggil Aa. Jadi sudah tidak sepantasnya lagi aku eksen-eksenan menarik hati mereka, dan aku harus yakin,takan ada dari mereka yang tertarik. Saya semakin tua, dan sangat tidak pantas jika yang saya pikirkan terus penampilan, kegayaan, dan kenecisan.Memikirkan hal itu saya menjadi sedih. Seringkali termenung di depan cermin, melihat diri telah melewatkan usia sekian tahun dalam ketidak bergunaan. Apa yang sudah saya lakukan, dan apa prestasi yang sudah saya raih. Rasanya tidak ada sama sekali. Rupa wajah sederhana yang semakin tua ditambah sejarah usia diri yang tidak berguna dan tidak punya kehebatan apa-apa membuat pikiran saya terpuruk dalam duka.
Demikianlah kesedihan menyergap ketika hati lebih mengasihani diri sendiri. Lain halnya ketika saya lebih mencoba mengasihani orang lain. Uang tidak lagi saya gunakan untuk mengasihani diri sendiri, uang lebih suka saya gunakan untuk memikirkan kepentingan orang lain. Dan segera, setelah saya menanamkan keinginan hanya ingin memberi dan mengasihani orang lain, terasa kehidupan dunia demikian luasnya.
HIDUPLAH DENGAN PENUH CINTA KASIH
Cintailah sesamamu sebagaimana kamu ingin dicintai, kasihilah sesamamu sebagaimana Anda ingin dikasihani. Ajaran ini disampaikan oleh semua agama. Ketika suatu siang saya ditakdirkan naik trevel, dan ternyata sopirnya seorang Nasrani, dia mengatakan kepada saya, mengapa kaum mereka suka memberi ketika ada orang Islam minta sumbangan, dasarnya ternyata bukan apa-apa, melainkan karena rasa kasihan saja, lalu dia mengutip kata-kata Nabi Isa, kasihilah sesamamu sebagaimana Anda ingin dikasihani.
Sepertinya, cinta kasih itu ajaran terpenting mereka, walau kenyataannya, sering pula ada dari golongan mereka yang bertindak sangat kejam, namun sering saya dengar, dari khotbah mereka, bahwa cinta kasih itu adalah hal terpenting yang harus disebarkan di muka bumi.
Bunda Teresa, ya aku ingat nenek-nenek ini. Agamanya Kristen dan menjadi tenar sejagat karena cintanya yang tulus kepada semua manusia, tanpa pilih-pilih, tanpa memandang agama, ras, suku, dan sebagainya, dia selalu merasa kasihan dan mau menolong. Dia menolong tanpa memandang apapun, sampai-sampai dia punya kata-kata terkenal: ”Kalau kepada orang lain kita selalu menghakimi, kita akan kehabisan waktu untuk mencintai.”
Suatu malam, saya jalan-jalan ke Plaza Mayasari Tasikmalaya. Naik ke lantai tiga dan langsung memasuki toko buku di sana. Tiba di dalam, saya langsung disambut barisan buku murah. Buku-buku murah itu judulnya menarik semua, namun setelah saya buka-buka dan baca-baca, ternyata itu buku karangan orang-orang Nasrani semua. Murah sekali jika dilihat dari ketebalan bukunya. Buku-buku tebal itu diobral dengan harga lima belas ribu sampai dua puluh ribuan. Kebanyakan buku-buku itu mengajarkan cinta kasih, bagaimana bergaul dengan sesama manusia, bagaimana menjalin hubungan dengan pasangan, bagaimana mencintai anak-anak. Intinya, buku-buku itu mengajarkan untuk hidup penuh cinta kasih.
Saya merenung, jika mereka begitu gencar menyerukan cinta kasih lewat amal-amal mereka, buku-buku mereka dan khotbah-khotbah mereka, lalu bagaimana dalam Islam agama saya, apakah agama saya mengutamakan ajaran cinta kasih itu?
Masya Alloh, setelah saya renungkan, ternyata agama saya bahkan mengajarkan cinta kasih pada setiap pekerjaan. Dalam setiap memulai pekerjaan baik, agama saya supaya mengawalinya dengan basmalah. Dan basmalah itu mengandung kata-kata cinta kasih. Dengan menyebut nama Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kalimat itu sesungguhnya mengingatkan, supaya, sebagaimana Alloh mengasihani makhluq-makhluqnya, harus pula saya melakukan hal serupa. Kalimat itu dibaca supaya menjadi pelajaran, bahwa, jika Alloh saja yang tidak butuh kepada makhluq-Nya mengasihi makhluq-makhluq-Nya, mengapa saya yang senantiasa butuh kepada sesama tidak mengasihi sesama.
Basmalah sesungguhnya mengingatkan, supaya apapun yang kita kerjaka, merupakan wujud cinta kasih kita kepada sesama.
JIKA INGIN LEBIH BANYAK MEMBERI, JADILAH ORANG KREATIF
Kreatifitas menjadi sangat penting jika Anda ingin menjadi pemberi. Sampah-sampah di lingkungan, yang pada mulanya dipandang tak berguna, dengan kreatifitas, barang itu bisa kembali menjadi barang berguna. Salah seorang dosen saya, tamatan program pascasarjana Pendidikan Seni Rupa UPI Bandung, benar-benar mempraktikkan seni rupa di rumahnya. Dari sebuah bakul bekas, dia membuat jembangan besar untuk bonsainya. Bakul itu dia cor dengan semen, dan agar lebih bagus,dia campurkan kelereng di sekelilingnya. Jembangan itu tampil indah di depan rumahnya, dia sirami bonsainya setiap hari, dan dialah yang melakukannya, bukan istrinya. Dengan begini dia bisa beribadah menyenangkan istrinya, dan katika saya bertamu, dia bisa berbagi pegetahuannya ini dengan saya, dan membuat saya bisa berbagi pula pengetahuan dengan pembaca. Kebaikan memang menghasilkan kebaikan.
Untuk memiliki jiwa memberi, penting sekali kita punya kreatifitas. Secara serampangan saya membuka buku Psikologi Pembelajaran karangan Prof.Dr.H. Mohammad Asrori, M.Pd.Saya cari di dalamnya berbagai teori tentang kreatifitas. Di dalam bukunya ini sang profesor memaparkan arti kreatifitas menurut Torrance. Ialah suatu proses kemampuan memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifkasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan.
Dari devinisi ini saja kita mendapatkan beberapa pelajaran, tentang cara supaya kita menjadi pribadi yang kreatif. Pertama, kemampuan memahami kesenjangan-kesenjangan dan permasalahan-permasalahan dalam hidup. Artinya, tahap pertama untuk menjadi kreatif adalah kejelian untuk menangkap kesenjangan-kesenjangan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kesenjangan adalah perbedaan antara apa yang seharusnya terjadi dengan kenyataan yang terjadi. Sebagai contoh saya sendiri. Seharusnya, seorang laki-laki seusia saya, yang usinya sudah 27 tahun, dan sudah mempunyai seorang istri, bisa menghasilkan uang banyak dan bertanggung jawab terhadap keluarga, bisa menafkahi istri, namun kenyataan yangterjadi justeru sebaliknya, bukan saya yang menafkahi, bahkan istri terkadang yang memberi makan kepada saya. Ini sebuah kesenjangan, dan pasti Anda bisa menilai, bahwa ini sebuah kesenjangan yang sangat memalukan.
Ini memalukan, namun ini kenyataan! Dan saya harus mengakuinya sebagai tahap awal membina kreatifitas, yang kemudian harus saya tindak lanjuti dengan tahap berikutnya, yaitu merumuskan hipotesis-hipotesis baru. Kesenjangan yang terjadi pada diri saya—yaitu sudah dewasa dan berrumah tangan namun tidak juga menghasilkan uang yang cukup untuk menafkahi keluarga—menuntun saya untuk membuat sebuah teori tentang bagaimanakah caranya supaya saya bisa menghasilkan uang lebih banyak, lebih cepat dan lebih mudah. Maka saya—berdasarkanpengetahuan dari bacaan-bacaan dan pengalaman-pengalaman—kemudianmerumuskan sebuah teori, bahwa supaya saya bisa menghasilkan uang lebih banyak, lebih cepat dan lebih mudah, saya harus menjadi orang yang berjiwa memberi, sebab memberi dengan ikhlas adalah jalan untuk mendapatkan anugerah melimpah dari Alloh dengan cepat dan mudah.
Demikianlah hipotesis yang telah saya susun, dan inilah saatnya saya menjalankan tahap ketiga, yaitu menguji hipotesis itu. Saya harus mau mempratikkan apa yang telah saya rumuskan. Saya harus membuktikan, bahwa dengan memberi rizki saya bisa melimpah dan uang saya lebih banyak. Saya harus membuktikan bahwa dengan banyak memberi saya bisa sejahtera. Saya harus berjalan keliling kampung, mencari orang miskin, menemui anak-anak yatim, orang yang meminta-minta di jalanan, dan memberi kepada mereka.
Saya pun mencoba mempraktikkannya, dan benar saja, dengan banyak memberi, keuangan saya jadi lebih mudah, rizki saya jadi lebih banyak. Dan kalau sudah begitu, inilah saatnya saya melakukan tahap terakhir, yaitu mengkomunikasikan hasil-hasilnya. Dalam devinisi di atas, mengkomunikasikan tidak disimpan di bagian akhir, namun menurut saya, justeru di tahap akhirlah mengkomunikasikan itu harus ada. Setelah saya bisa mempraktikkan dan membuktikan kebenaran dari keajaiban memberi untuk kesejahteraan hidup, barulah saya mengkomunikaskan ini kepada orang lain. Dalam Islam, ini istilahnya dakwah, mengajak orang lain. Dan yang saya lakukan adalah, menyusun ceramah dan tulisan-tulisan yang memaparkan indah dan nikmatnya kebiasaan memberi.
Jika Anda ingin memberi lebih banyak, KREATIFLAH!
AMALKAN ILMUMU, SEGERA, JANGAN TUNDA
Waktu kita hanya sebentar. Jangan hanya belajar. Berlatih pula beramal. Ilmu yang Anda dapatkan itu, jika Anda amalkan, maka akan segera Anda rasakan, betapa nikmatnya hidup ini. Mungkin sekali waktu, ada orang pernah bekata kepadamu, sekarang kita kumpulkan saja ilmu sebanyak-banyaknya, masalah pengamalan nanti sajalah, masih ada waktu.
Nanti itu kapan?
Memang Anda tahu masih punya waktu?
Ilmu adalah rezeki, infakkanlah. Dan supaya menginfakkan ilmu benar-benar efektif, kitalah dulu yang harus mengamalkannya. Barulah kemudian, kita berikan kepada orang lain. Alloh tidak senang kepada orang yang menyuruh, sedang dia sendiri malas. Sebagaimana kita puntak senang kepada seseorang, yang kerjanya hanya menyuruh orang, sedangkan dia sendiri sungkan.
Sedikit ilmu dengan amal, lebih baik dari banyak ilmu tanpa amal. Di lembar awal kitab kuningnya, seorang teman saya menulis kata-kata mutiara:”Ilmu berharga jika diamalkan. Tanpa diamalkan, celakalah. Ilmu hanyalah barang duniawi, pengamalanlah yang membuatnya menjadi ukhrowi.”
Sering Anda dengar betapa bernilainya ilmu, namun sebenarnya, ilmu sendiri tidak akan bernilai. Penggunaan ilmu itulah yang membuatnya bernilai. Hidup tidak membayarmu atas apa yang Anda ketahui, hidup hanya membayarmu atas apa yang Anda lakukan.
Tapi terserah Anda. Silahkan saja cari ilmu sebanyak-banyaknya. Kumpulkan. Penuhi kitabmu dengan logatan. Koleksi. Jadikan kitabnya penghias lemari, jadikan ilmumu kebanggaan di depan orang lain. Tapi suatu saat, Anda akan menyesal, sementara kehidupanmu masih biasa, orang lain telah sukses dengan hidupnya. Anda pasti bertanya kepada temanmu, mengapa Anda sukses. Dia menjawab:”Saya hanya melaksanakan apa yang saya ketahui.” Lalu Anda menyesali dirimu, mengapa dari dulu aku mengamalkan ilmu.
Banyak sekali orang yang mencintai ilmu, mereka sekolah, mereka mengaji, atau mereka membaca, berkunjung ke perpustakaan, membaca buku, membeli buku, namun tetap bodoh, miskin, terbelakang, hidup bergelimang kejelekan dan penyakit. Jika dianalisis apa sebabnya?
Mudah saja, karena mereka tidak menggunakan ilmunya.
Kebanyakan orang menjalani kehidupan dalam kesusahan yang terus-menerus. Mereka terus bekerja dan berusaha, mencari uang, habis lagi, mencari uang, habis lagi, terus begitu terus-menerus, bahkan ada yang hampir tidak pernah menikmati kesenangan. Mengapa mereka begitu, saya kira, sebagian sebabnya, karena mereka tidak mengamalkan ilmunya.
Yang lucu, malah ada yang menggunakan ilmunya untuk merusak dirinya sendiri. Seharusnya ilmu itu bermanfaat untuk kehidupan yang lebih baik, kesehatan yang lebih baik, tapi ini malah digunakan untuk merusak kehidupannya sendiri.Ilmu malah dia gunakan untuk merusak dirinya sendiri. Seperti orang yang suka merokok, kemudian mencari ilmu, dan ilmunya dia gunakan untuk melegitimasi kebiasaan merokoknya. Dia cari terus dalil agama untuk men-sah-kan kecanduan smerokoknya. Dia mencari ilmu hanya untuk kerusakan dirinya sendiri. Ilmu agama yang sesungguhnya sangat berharga dia buat jadi sangat tidak berharga.
Kepada Anda yang sekarang sedang sekolah, sedang belajar, sedang mondok di pesantren, sedang menempuh studi di perguruan tinggi, saya ingin mengatakan, ILMU AGAMA YANG KAU PELAJARI SETIAP HARI ITU SUNGGUH LUAR BIASA. Jika Anda amalkan itu ilmu agama, kehidupanmu akan luar biasa. Lebih dari butiran mutiara, harga setiap ilmu lebih mahal dari apapun, jika Anda mau mengamalkannya.
Salah satunya ilmu sedekah. Saya telah buktikan, dengan sedekah, sungguh kehidupan ini menjadi lebih mudah. Sedekah benar-benar ampuh. Rasulullah telah benar dalam ucapannya, bahwa dengan bersedekah, harta kita tidak berkurang. Malah bertambah, bertambah dan bertambah. Setelah saya mengeluarkan uang untuk sedekah, datang rezeki semakin cepat, kehidupan semakin nikmat, dan hubungan dengan orang lain semakin dekat. Kalau Anda mempraktikkannya, Anda akan menjadi manusia luar biasa.
Lakukanlah dan rasakanlah, sedekah mendekatkanmu kepada Alloh, kepada manusia, kepada harta, kepada alam, kepada ilmu, kepada surga, dan menjauhkanmu dari neraka, sebagaimana pelit bisa menjauhkanmu dari Alloh, dari manusia, dari surga dan mendekatkanmu kepada neraka.
MANFAATKANLAH APA YANG ADA
Jangan mencari yang tidak ada, manfaatkanlah apa yang ada.
Di Afrika Selatan pernah hidup seorang petani yang memiliki sebidang tanah pertanian. Tanah itu sangat subur dan banyak menghasilkan. Namun ketika tersiar kabar ada tanah lain yang lebih menguntungkan, si petani mulai malas mennggarap tanahnya. Petani itu mendengar kabar, beberapa puluh kilometer dari rumahnya, ada kawasan tanah yang mengandung bijih emas. Orang-orang, termasuk petani itu berbondong-bondong memburu bijih emas itu. Bijih emas itu memang ada tapi tidak banyak, namun tetap membuat si petani penasaran, dia bermaksud untuk pindah ke sana.
Karena jaraknya jauh dan membutuhkan biaya untuk perjalanan, si petani menjual lahan miliknya. Dengan sisa hasil penjualan tanahnya si petani hidup di area pertambangan. Dia mulai mencoba mendulang emas, namun tidak menghasilkan apa-apa. Biji emas yang diperolehnya hanyalah emas muda, dan banyaknya tidak seberapa. Si petani mulai kecewa dan putus asa. Uang hasil menjual tanahnya semakin hari semakin menipis. Suatu hari, dalam kedaan putus asa, dia berjalan linglung, sempoyongan dan jatuh ke sungai. Air sungai itu sangat deras, dan si petani meninggal terbawa hanyut.
Sedang di tempat lain, orang yang membeli ladang dari si petani, awalnya tidak terlalu serius menggarap ladangnya. Pikir dia, ladang itu akan dia pakai untuk masa depan saja. Hingga suatu hari, ketika sedang membersihkan ladangnya itu, dia menemukan sebuah batu berkilauan. Penemuan ini membuat dia bertanya-tanya. Batu apakah ini? mungkinkan berlian?
Potongan batu itu kemudian dia bawa ke tukang perhiasan di kota. Susah dia percaya ternyata tukang berlian mengatakan jika batu itu berlian bermutu tinggi. Diam-diam dia mengumpulkan batu-batu dari ladangnya dengan menggali sedikit demi sedikit dan menemukan berlian yang sangat banyak. Dalam waktu singkat, orang yang membeli tanah itu telah menjadi orang yang kaya-raya dan memiliki banyak berlian bermutu tinggi.
Si petani yang menjadi korban arus air tidak menyadari, selama ini dia tinggal di lahan yang penuh dengan kekayaan.
Cerita ini mengajarkan, bahwa sebenarnya, jika kita eksplorasi secara maksimal, apa yang ada di tangan kita lebih dari cukup. Jadikan segala sesuatu di tangan kita bermanfaat, lalu berikan kepada orang lain. Apapun yang kita miliki, kreatiflah untuk mengolahnya, sehingga ketika diberikan kepada orang lain, mereka mendapatkan kebaikan darinya.
* * *
Tidak usah mencari yang jauh, manfaatkan saja apa yang ada. Berikanlah apa yang kau miliki, tak usah menunggu mendapatkan apa yang tidak Anda miliki. “Nanti kalau aku dapat hadiah, aku akan memberimu tiga persennya. Nanti kalau aku panen rambutan, aku akan memberimu satu karung. Nanti kalau aku dapat arisan, aku akan memberimu.....” dst.
Jangan nanti, lakukanlah sekarang, dengan apapun yang ada padamu, memberilah dengan apa yang Anda miliki, manfaatkan saja apa yang Anda miliki. Sesungguhnya apa yang ada pada tanganmu jauh lebih berharga bagimu dari pada apa yang tidak ada pada tanganmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar