Minggu, 15 September 2013

Pengendalian Hawa Nafsu

Dalam bahasa Indonesia, hawa nafsu bermakna keinginan atau dorongan hati yang kuat untuk melakukan perkara yang tidak baik, seperti syahwat dan sejenisnya. Makna ini mirip dengan asal kata pembentukannya dalam bahasa Arab karena hawa adalah keinginan dan nafs adalah jiwa.

Sesungguhnya manusia diciptakan dengan potensi keinginan yang baik (takwa) dan keinginan buruk (nafsu atau fujur). Kedua keinginan tersebut menunjukkan sifat keseimbangan (at-tawazun) dan kemanusiaan (al-basyariah) dalam diri manusia. Oleh karena itu, nafsu adalah fitrah manusia, sebagaimana takwa juga adalah fitrah. Hal ini yang ditegaskan dalam Alquran, yang artinya, "Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya." (QS asy-Syams: 7-8).

Sebagai bagian dari ujian Allah SWT, setiap jiwa manusia cenderung untuk berbuat dosa dan maksiat. Jika manusia dihadapkan pada pilihan yang baik atau pilihan yang buruk, ia lebih tertarik melakukan pilihan yang buruk.

Contohnya, jika ada pilihan, bekerja keras ataupun istirahat, pilihan istirahat lebih menarik. Jika ada pilihan, shalat Tahajud atau istirahat, jiwa manusia cenderung memilih istirahat. Hal ini sesuai dengan penegasan Alquran, yang artinya, "Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh pada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang." (QS Yusuf: 53).

Nafsu tersebut jika dibiarkan atau tidak dikendalikan, setiap perilaku manusia akan tidak baik. Berkata tidak jujur, berbuat fitnah, mengadu domba, adalah sebagian kecil dari praktik memperturutkan nafsu.

Bisa dibayangkan, jika nafsu tersebut dibiarkan tanpa kendali, sosok manusia yang diciptakan dengan sempurna itu—akan menjadi beringas, bahkan digambarkan dalam Alquran, manusia menjadi buas seperti hewan. "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak digunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak digunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS al-A'raf: 79).

Sebaliknya, jika nafsu itu dikendalikan dan dikelola, akan melahirkan manusia yang berakhlak mulia. Seperti sifat marah, jika dibiarkan, bisa mengakibatkan talak (perceraian rumah tangga), pertengkaran, bahkan pembunuhan. Namun, jika sifat marah dikendalikan, akan menjadi ketegasan dalam kebaikan.

Pengendalian sebagaimana yang dimaksud tersebut itulah yang ingin dibangun dari ibadah puasa, sesuai dengan tujuan inti puasa, yaitu al-imsak yang berarti menahan diri atau mengendalikan hawa nafsu.

Jadi, dengan berpuasa, diharapkan lahir kemampuan menahan diri dan kemampuan mengelola nafsu pada diri setiap orang yang berpuasa agar yang lahir adalah kebaikan dan akhlaknya yang mulia.


Makanya Nabi bersabda:” Peperangan yang terbesar adalah perang melawan hawa nafsumu sendiri” karena perang melawan nafsu sifatnya abstrak, musuhnya tidak kelihatan, tak nampak jadi, tidak bisa dikalahkan dengan senjata fisik apapun, pedang, golok, pistol, meriam, bom nuklir sekalipun tak mampu menghancurkan hawa nafsu yang ada dalam diri manusia. Senjata fisik apapun namanya, tak berguna untuk melawan hawa nafsu, karena hawa nafsu bukan benda fisik tapi meta fisik, abstrak dan begitu halusnya mengalir dalam diri manusia.

Nafsumu dapat dikalahkan, juga bukan dengan imanmu, karena imanmupun bahkan seringkali kalah, akalmupun tak dapat melawan napsumu, sering kali akal bahkan dipermainkan nafsumu.

apa yang dapat melawan hawa nafsumu sendiri alias melawan perang besar itu? Tiada lain adalah iradah Allah, hidayah Allah, kehendak Allah, kemauan Allah, rakhmat Allah, kasih sayang Allah, ridho Allah, petunjuk Allah dan seterusnya. Mengapa semua itu berasal dari Allah? Ya, karena hawa nafsu diciptakan Allah Dan Dialah yang dapat menaklukannya atau melenyapkannya.

Tanpa bersandar kepadaNya, manusia tak mampu melawan hawa nafsu yang berada dalam dirinya sendiri, maka itulah manusia diajarkan melawan hawa nafsu dengan banyak-banyak istigfar kepadaNya, mohon ampun kepadaNya, sering-sering puasa, karena dengan puasa manusia dilatih untuk mengekang hawa nafsunya sendiri. Baik dengan puasa wajib di bulan ramadhan ataupun puasa sunnah, Senin dan Kamis serta puasa sunnah lainnya dan dengan pasrah kepadaNya.

Sikap pasrah kepada Allah SWT, setelah berusaha, membawa jiwa menjadi tenang. Sikap menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT berdampak sangat positif yaitu hati menjadi lapang dan lega. Sikap tidak bergantung pada apa dan siapapun, kecuali kepada Allah SWT menimbulkan sikap penuh percaya diri, tidak merasa kehilangan pada sesuatu, tidak merasa rugi tak mendapat sesuatu, tetap tabah dan tenang tanpa gejolak.

Bergantung pada manusia, siapapun dia, bisa-bisa menjadi stress! Mengapa? Karena manusia lainpun punya persoalan masing-masing, apalagi bergantung pada orang lain yang tidak bisa dipegang omongannya, kalau kata orang”tak bisa dipegang buntutnya, karena pembicaraannya mencla mencle, pagi bilang tahu, sore bilang tempe” wah bisa-bisa nelangsa karena mengikutinya.

Maka kembalikanlah semua urusan, kepada yang Maha Pengurus Segala urusan, Dialah Allah SWT, yakinlah Allah tidak akan menyia-nyiakanmu. Pasrah, tawakal Alallah, berusaha, lalu berserah diri kepadaNya, Insya Allah kau tidak akan menjadi goncang, pikiramu tenang dan hawa nafsumu akan tunduk dan dapat kau taklukan, bukan dihilangkan, karena kalau hawa nafsu dihilangkan, manusia berhenti menjadi manusia! Itu berarti manusia menjadi malaikat yang tak punya hawa nafsu, bila itu terjadi dunia akan sepi! Ingat, kau cuma berusaha, namun Tuhanlah yang menentukan.

Itulah sikap yang bisa mengalahkan hawa nafsu yang ada pada diri manusia, kepasrahan total kepadaNya yang Maha Kuasa, yang Maha Bijaksana, yang Maha Perkasa. Kalau ada yang masih bilang, “saya sudah pasrah total kepadaNya, kok hawa nafsu masih saja menang?” Berarti ada sesuatu yang salah, tak mungkin manusia yang sudah pasrah total kepadaNya dapat dikalahkan oleh hawa nafu, itu mustahil. Karena orang yang benar-benar taqwa kepadaNya dengan total akan dapat perlindungan dariNya, itu janjiNya.

Bila hawa nafsumu sudah dapat ditaklukan , maka jadilah kau pemenang sejati, kaulah manusia unggul, kau manusia yang sudah dapat mengalahkan hawa nafsu dengan cara mengendalikannya. Dengan demikian jadilah kau pemenang yang hakiki, pemenang sejati pada perang besar, perang sesungguhnya, perang melawan hawa nafsu.

Dan uniknya lagi perang melawan hawa nafsu tak bisa diakui kemenangannya oleh diri sendiri, dan bila kau berkata” saya sudah menang melawan nafsu” Maka pada saat bersamaan kau sudah kalah lagi, mengapa? Karena kau sudah sombong lagi dengan kata-kata seperti itu, orang sombong temannya setan dan setan sangat dekat dengan hawa nafsu.


RUH – AKAL – NAFSU PADA DIRI MANUSIA

Akal sendiri adalah bagian terpenting yang membedakan antara manusia dan binatang. Keutamaan manusia adalah karena selain dikarunia nafsu, ia juga dikaruniai akal sebagai suatu sarana untuk belajar dan terus belajar.

Nafsu pada diri manusia tumbuh lebih dahulu daripada akal, oleh karena itu jika kita perhatikan anak-anak kita, mereka selalu ingin agar apa yang diminta dituruti oleh orang tuanya. Bahkan harus menjerit jika kemauannya tidak terpenuhi.

Akal pada diri manusia berkembang sedikit demi sedikit untuk membangun kekuatan dan mulai bisa mengimbangi kekuatan pengaruh nafsu pada saat manusia berusia belasan tahun.

Namun demikian, proses tumbuh kembangnya akal pada diri manusia tak lepas dari bagaimana cara orang tua menumbuhkan anaknya.

Salah satu faktor terpenting agar akal bisa tumbuh dengan baik (dalam konsep Islam) adalah dengan memberikan makanan yang halal (dan baik).

Halal baik dari jenis makanannya maupun dari cara mendapatkannya.

Jadi, marilah kita berhati-hati dalam memberi makan anak kita agar nafsunya tidak mendominasi akalnya sehingga akan tumbuh generasi yang baik di kemudian hari.

Perlu diingat bahwa ada ketentuan manusia, hal ini nggak bisa dipungkiri bahkan sudah menjadi keharusan untuk dipercaya, sebab pada akhirnya manusia juga akan tunduk dan patuh pada ketentuan itu, ketentuan dari yang menciptakan manusia itu sendiri, yaitu Alloh SWT.
“Wallohu kholaqokum wa ma ta’maluuna”
(padahal Alloh lah yang telah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu. QS. Ash Shffat: 96).

Kalau dipahami lagi ayat tersebut diatas, adakah yang bisa dilakukan manusia..? rasanya tidak ada yang bisa dilakukan manusia selain berusaha, berdo’a dan menerima segala yang telah digariskan dalam kehidupanya.
“Inna kulla syai’in kholaqnahu biqodarin”
(sesungguhnya Kami menjadikan segala sesuatu itu dg ketentuan dan kepastian. QS. Al-Qomar : 49).


MACAM-MACAM NAFSU DALAM DIRI MANUSIA
Berikut Macam-macam nafsu yg perlu anda ketahui :


1. Nafsu AmarahNafsu manusia yang terendah tingkatannya, dimana orang termasuk di dalam golongan ini adalah orang yang sangat jelek sifat dan wataknya.

Ciri-ciri : Gampang tersinggung, Selalu marah-marah, tidak mau kalah, dendam, ringan tangan, nafsu sex yang tidak terkendali, tdk ada rem dalam dirinya (norma /etika). (Qs: Yusuf, 10, ayat: 53)


2. Nafsu LawwamahSetingkat lebih baik daripada nafsu amarah, namun dia belum stabil betul, karena terkadang dia kembali kepada tingkat nafsu amarah.

Ciri-ciri : Tidak stabil, setelah menjadi baik bahkan mengajak orang untuk baik pula, setelah ada ujian / godaan sedikit saja masih kembali ke asal (maksiat)/ tdk sabar. (Qs: Al-Qiyamah,75, ayat: 2)


3. Nafsu MulhimahTelah cukup mengetahui tentang kebenaran (haq) dan Kesalahan (Bathil), namun belum mampu untuk melaksanakannya dengan
baik, dikarenakan kelemahannya.

Ciri-cirinya : telah mengetahui kebathilan/ kemaksiatan tapi tetap saja melakukannya dengan kesadaran, telah mengetahui kebenaran tapi tidak ada kemauan utk melaksanakannya. (Qs: Asy-Syam,91, ayat: 8)


4. Nafsu MuthmainahTingkatan ini adalah orang yang telah dijanjikan Allah SWT untuk masuk ke dalam syurga-Nya (Al- Jannah).

Ciri-cirinya : Jiwa tenang, kembali kpd Rabbnya dgn hati yang puas, kepribadian yang mantap mengerjakan perintah Allah, meninggalkan larangan, tidak mudah terpengaruh, Istiqamah. (Qs: Al-Fajr,89, Ayat: 27-30)


5. Nafsu RadhiahTingkatan ini berada setingkat diatas nafsu Muthmainah, ditambah dengan rasa ikhlas dan penyerahan total kepada Allah SWT, kesusahan/musibah/­ tantangan mjd nikmat baginya.

Ciri-ciri : penuh dengan ketaqwaan, menerima segala ujian, musibah, tantangan dgn keikhlasan dan penuh kesabaran (tidak lemah, tidak lesu dan tidak menyerah). (Qs: Al-Baqarah,2/45 & Ali Imran,3/146).


6. Nafsu MardhiahTingkatan ini beradan setingkat lagi di atas Nafsu Radhiah, Sesuatu yang sunnah menjadi wajib dan yang subhat menjadi haram.

Ciri-cirinya : Semua yang dimiliki pada tingkatan nafsu Radhiah ditambah mempunyai daya Amal ma'ruf nahi munkar sejati, menjadi pemberi peringatan dan berita gembira. (Qs: Ali Imran, 3/104 & 19/97).


7. Nafsu KamilahTingkatan nafsu yang sempurna, ini hanya dimiliki oleh setingkat Nabi-nabi dan Rasul-rasul. (penyerahan diri secara totalitas pengabdian kepada Allah)

Ciri-ciri : Sifat Nabi / Rasul : Siddiq (jujur/­ benar), amanah (dipercaya) Fathonah (cerdas), Tabliq (menyampaikan). (Qs: Ali Imran,3/110, 33/21).


Ahli Tashawwuf membagi nafsu kepada beberapa tingkatan, antara lain yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah :

1. Nafsu Ammarah adalah nafsu yang suka menyuruh kepada kejahatan, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 53 :
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan (Ammarahh Bissu’), kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.
(QS. Yusuf [12] : 53)

2. Nafsu Lawwamah adalah berjuang antara kebaikan dan kejahatan, bila berbuat kebaikan menyesal kenapa tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau berbuat kejahatan, lebih sangat menyeasal lagi, .seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Qiyamah ayat 2 : Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (Lawwamah) dirinya sendiri. (QS. Al-Qiyamah [75] : 2)

3. Nafu Musawwilah adalah nafsu yang pandai menipu, sehingga kejahatan tampak sebagai suatu kebaikan, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 83 dan 18 :
Ya'qub berkata : "Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan yang buruk (Musawwilah) itu. (QS. Yusuf [12] : 83 dan 18)

4. Nafsu Muthmainnah adalah nafsu yang tenteram, tenang, aman dan damai dalam mengingat Allah dan menjalankan perintah-Nya. seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Fajr ayat 27.

Hai jiwa yang tenang (Muthmainnah). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, Masuklah ke dalam syurga-Ku.
(QS. Al-Fajr [89] : 27-30)

Tidak ada komentar: