I. PRA-LELANG
1. Pemasaran
2. Penentuan keikutsertaan Prakwalifikasi
3. Pengambilan Dokumen Prakualifikasi
4. Proses Pembuatan Dokumen Prakualifikasi.
5. Undangan Lelang/ Tender
6. Penentuan Keikutsertaan Lelang /Tender
II. PROSES LELANG
1. Pengambilan Dokumen Lelang
2. Pembentukan Team Pelaksana Lelang
3. Membaca & Mempelajari Dokumen Lelang
4. Aanwijzing Kantor dan Lapangan
5. Pelajari lebih mendalam Dokumen lelang
6. Survey Lapangan
7. Perhitungan Volume
8. Metode Kerja
9. Sub Kontraktor
10. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
11. Pembuatan Pra Rencana Mutu Proyek
12. Plafond Harga Penawaran
13. Proses Komputer RAB, scheduling, resources plan, CM, analisa harga
14. Jaminan Bank, Referensi Bank dan Syarat-Syarat Administrasi.
15. Memperhitungkan ke-mampuan Lawan
16. Perhitungan Mark Up
17. Pengecekan dan Pemasukan Penawaran
18. Laporan hasil Lelang/ Tender
19. Data-data tetap
III. PASCA LELANG
1. Laporan Hasil Evaluasi Lelang
2. Klarifikasi & Negoisasi
3. Penunjukkan Pemenang Surat Penunjukkan Pemenang Surat Perintah Kerja/ SPK Persiapan Pembuatan Kontrak Peninjauan Proses Pembuatan Kontrak
4. Pembuatan Kontrak
IV. PRA PELAKSANAAN (Perencanaan)
1. Penyerahan Dokumen Lelang (Buku Merah)
2. Pembentukan Team Buku Biru Tugas Team Buku Biru : Survey Lapangan Survey Laboratorium Pengecekan Volume Penyusunan Metode kerja Perhitungan Harga Satuan Item Pekerjaan yang sudah mencakup K3 (Keselamatan & Kese-hatan Kerja) Evaluasi Sub Kontraktor/Vendor Proses Komputer Penyusunan Buku Biru
3. Penyusunan Rencana Mutu Proyek (PQP)
4. Penyusunan RK3P (Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
5. Engineering (design) 6. Proses Produksi (Fabrikasi)
V. PELAKSANAAN I. Tingkat Proyek
1. Pembentukan Organisasi Proyek & Penempatan SDM
2. Program Kerja Mingguan/Bulanan (Detail)
3. Proses Kegiatan Phisik di Lapangan
4. Proses Kegiatan Pengadaan & Penggunaan Peralatan
5. Proses Kegiatan Pengadaan & Penggunaan Tenaga Kerja
6. Proses Kegiatan Pengadaan & Penggunaan Material
7. Proses Kegiatan Pengadaan & Penggunaan Keuangan
8. Proses Kegiatan Pengadaan & Penggunaan Sub Kontraktor/Vendor
9. Proses Kegiatan Administrasi dengan Pihak Bouwheer (Client) dan Konsultan Pengawas/ Perencana
10. Proses Kegiatan Pelaksa naan K3 (Keselamatan & Kesehatan Kerja)
II. Tingkat Cabang • Mobilisasi/Pengadaan Resources
VI. PENGENDALIAN
1. Waktu Pengendalian
2. Hal-hal yang perlu di kendalikan adalah : Waktu Pelaksanaan (Phisik) Alokasi Sumber Daya (Tenaga, Alat, Bahan, Dana) Metode kerja Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3) Sub-Kontraktor Biaya Pelaksanaan & Termiyn Mutu Pekerjaan Manajemen
3. Tingkat Pengendalian
4. Revisi Piranti Pengendalian (Buku Biru)
5. Adendum Kontrak
VII. PENDATAAN
1. Evaluasi Proyek atas : Buku Biru Project Quality Plan / PQP Pelaksanaan Biaya, Mutu, Waktu Pelaksanaan K3
2. Pengarsipan Dokumen
Kesalahan Persepsi Kurva-S
Kurva-S atau S-Curve mungkin metode perencanaan dan kendali waktu pelaksanaan proyek yang paling populer dalam perencanaan dan monitoring schedule pelaksanaan di proyek. Hampir semua proyek mensyaratkan dan telah lama menggunakan kurva-s baik proyek Pemerintah maupun Swasta. Namun pada kenyataannya, banyak sekali kejadian dimana kurva-s tidak dimanfaatkan secara optimal dan malah sering kali salah aplikasi serta salah kaprah.
Kurva-S
Kesalahan Persepsi Kurva-S
Kurva-S atau S-Curve mungkin metode perencanaan dan kendali waktu pelaksanaan proyek yang paling populer dalam perencanaan dan monitoring schedule pelaksanaan di proyek. Hampir semua proyek mensyaratkan dan telah lama menggunakan kurva-s baik proyek Pemerintah maupun Swasta. Namun pada kenyataannya, banyak sekali kejadian dimana kurva-s tidak dimanfaatkan secara optimal dan malah sering kali salah aplikasi serta salah kaprah.
Kurva-S
Kurva-S atau S-Curve adalah suatu grafik hubungan antara waktu pelaksanaan proyek dengan nilai akumulasi progres pelaksanaan proyek mulai dari awal hingga proyek selesai. Kurva-S sudah jamak bagi pelaku proyek. Umumnya proyek menggunakan S-Curve dalam perencanaan dan monitoring schedule pelaksanaan proyek, baik pemerintah maupun swasta.
Kurva-S ini secara gampang akan terdiri atas dua grafik yaitu grafik yang merupakan rencana dan grafik yang merupakan realisasi pelaksanaan. Perbedaan garis grafik pada suatu waktu yang diberikan merupakan deviasi yang dapat berupa Ahead ( realisasi pelaksanaan lebih cepat dari rencana) dan Delay (realisasi pelaksanaan lebih lambat dari rencana). Indikator tersebut adalah satu-satunya yang digunakan oleh para pelaku proyek saat ini atas pengamatan pada proyek-proyek yang dikerjakan di Indonesia.
Manfaat Kurva-S
Kepraktisan menggunakan alat ini menjadikannya sebagai alat yang paling banyak digunakan dalam proyek. Namun juga tidak sedikit proyek yang menjadikan alat ini hanya sebatas hiasan dinding ruang rapat proyek. Mungkin agar terlihat “keren” atau yang lain. Padahal manfaat dari Kurva-S ini cukup banyak disamping sebagai alat indikator dan monitoring schedule pelaksanaan proyek.
Ada beberapa manfaat lain dari Kurva-S yang dapat diaplikasikan di proyek, yaitu:
Sebagai alat yang diperlukan untuk membuat EVM (Earned Value Method)
Sebagai alat yang dapat membuat prediksi atau forecast penyelesaian proyek
Sebagai alat untuk mereview dan membuat program kerja pelaksanaan proyek dalam satuan waktu mingguan atau bulanan. Biasanya untuk melakukan percepatan.
Sebagai dasar perhitungan eskalasi proyek
Sebagai alat bantu dalam menghitung cash flow
Untuk mengetahui perkembangan program percepatan
Untuk dasar evaluasi kebijakan manajerial secara makro
Kesalahan penggunaan dan persepsi Kurva-S
Walaupun gampang dan praktis untuk digunakan, tetap saja masih ada pelaku proyek yang salah persepsi dan salah menggunakan fitur sederhana ini. Berdasarkan pengalaman, ada beberapa hal yang saya anggap keliru dan belum lengkap dalam aplikasi Kurva-S ini, yaitu:
Anggapan bahwa progress 50% adalah tepat pada 50% waktu pelaksanaan.
Asumsi ini mengesampingkan kenyataan variasi jenis proyek atau keunikan proyek. Menurut saya ini suatu kesalahan persepsi. Contoh pada proyek gedung dimana komponen alat M/E yang cukup tinggi hingga 25% dan dipasang di akhir pelaksanaan proyek. Hal ini berarti kurva-s akan cukup landai di awal dan naik cukup tinggi di bagian akhir waktu pelaksanaan. Kurva-S akhirnya cenderung berada di progres 50% pada lebih dari 50% waktu pelaksanaan.
Persepsi yang benar adalah bahwa progres 50% belum tentu tepat pada 50% waktu pelaksanaan. Ini karena komposisi biaya dan waktu pelaksanaan tiap jenis proyek berbeda-beda. Pada suatu jenis proyek pun cukup variatif terkait lingkup pekerjaan yang dikerjakan.
Bentuk kurva harus mendekati huruf S.
Banyak pelaku proyek mempersepsikan nama kurva-s berarti grafik schedule yang terbentuk juga harus berbentuk S. Kedengaran lucu tapi ini benar-benar terjadi.
Ini juga kesalahan persepsi. Dengan alasan yang sama dengan point di atas bahwa proyek itu unit. Ada begitu banyak variasi termasuk kasus di atas. Bentuk S pada kurva adalah pendekatan.
Variasi bentuk S pada kurva-s akan sesuai kondisi proyek yang dilaksanakan yaitu distribusi bobot, urutan pelaksanaan, durasi, lingkup, dan yang lainnya. Sehingga tidak perlu memaksakan bentuk kurva atau grafik menyerupai S pada kurva-s, walaupun pada kebanyakan kasus kurva yang terbentuk memang mendekati huruf S.
Distribusi bobot pekerjaan berdasarkan waktu untuk suatu item pekerjaan sering diasumsikan terdistribusi merata.
Kesalahan ini diakibatkan oleh pemahaman yang kurang tepat mengenai Kurva-S. Pemahaman yang dimaksud adalah bagaimana bobot didapatkan, bagaimana struktur biaya masing-masing item pekerjaan dan bagaimana pekerjaan itu dilakukan terkait urutan pelaksanaan dan durasinya.
Distribusi bobot haruslah memperhitungkan rencana volume yang akan dikerjakan dalam satuan waktu dan nilai biayanya. Pada pekerjaan struktur beton untuk gedung berlantai banyak, distribusi bobot dapat dimungkinkan untuk merata. Namun untuk kasus lain misalnya pekerjaan M/E, tidak dapat didistribusikan merata karena pada dasarnya pekerjaan M/E terdiri atas dua kelompok besar yaitu instalasi dan alat M/E. Komposisi biaya antara dua kelompok biaya tersebut berbeda signifikan. Instalasi M/E diperkirakan hanya 10% dari total biaya M/E dan alat M/E bisa mencapai 90%.
Jika dihubungkan dengan kurva-S hasil realisasi pelaksanaan, hanya menghasilkan selisih akumulatif realisasi terhadap rencana yaitu Ahead (lebih cepat) atau Behind (terlambat). Sangat jarang memanfaatkannya untuk estimasi atau forecast penyelesaian proyek.
Seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya mengenai manfaat schedule Kurva-S cukup banyak. Sayang sekali apabila pada suatu proyek, schedule Kurva-S dibuat namun tidak pernah diupdate realisasi pelaksanaannya. Proyek seakan berjalan tanpa tahu apakah mengalami keterlambatan atau sebaliknya. Tentu berbahaya menjalankan proyek tanpa kendali
Produk turunan dari kurva-s yang paling gampang adalah estimasi waktu penyelesaian proyek. Keterlambatan proyek biasanya sering dikaitkan dengan paramter waktu perkiraan penyelesaian proyek. Untuk mendapatkan parameter ini perlu mempelajari mengenai Earned Value Method (EVM).
Ahead atau Behind adalah satu-satunya alat untuk menyatakan kondisi realisasi pelaksanaan tanpa memperhatikan aspek lain.
Mungkin ini persepsi yang paling banyak terjadi. Perlu diketahui bahwa Kurva-S menyatakan realisasi pekerjaan dalam bentuk bobot atau nilai biaya yang telah dikerjakan. Dasar tersebut berarti tingkat akurasi dalam hal deviasi tidaklah benar-benar akurat.
Untuk menyatakan apakah proyek benar-benar sedang mengalami keterlambatan, diperlukan alat yang lain misalnya Critical Path Method (CPM) atau Earned Value Method (EVM). Akan tetapi untuk deviasi schedule dan realisasi yang cukup besar, indikasi dari Kurva-S sudah cukup. Pada deviasi yang kecil, perlu instrumen lain untuk menyatakan keterlambatan proyek.
Cara memprogres pekerjaan persiapan adalah berdasarkan proporsional terhadap pekerjaan fisik. Misal, jika realisasi pekerjaan fisik mencapai 40% maka progres pekerjaan persiapan juga harus 40%.
Ini salah kaprah. Pekerjaan persiapan merupakan salah satu item pekerjaan yang selalu ada dalam BQ dan Kurva-S. Pekerjaan persiapan memiliki karakteristik yaitu tergantung dengan waktu. Artinya pekerjaan ini tidak terkait dengan progres pelaksanaan. Seringpula pada aktualnya pekerjaan persiapan dilakukan lebih dulu seperti kantor direksi, jalan akses, papan nama, dan lain-lain. Cakupan pekerjaan persiapan tersebut tidak terkait dengan seberapa besar progress pelaksanaan pada item pekerjaan fisik yang lain.
Pekerjaan persiapan haruslah diprogres sesuai dengan realisasi aktual di lapangan. Hal ini karena memprogress pelaksanaan dengan Kurva-S adalah suatu tindakan yang mengakui biaya yang dikeluarkan oleh Penyedia Jasa. Memprogress adalah sama dengan mengakui biaya yang dikeluarkan. Perlu kesepakatan awal mengenai bobot progres pada item pekerjaan ini.
Cara menilai progres realisasi berbeda dengan asumsi atau cara membuat distribusi bobot masing-masing pekerjaan pada Master Schedule S-Curve.
Perbedaan yang akhirnya akan membuat deviasi dalam pelaksanaannya. Asumsi-asumsi terhadap menetapkan distribusi bobot item pekerjaan pada saat perencanaan schedule dalam Kurva-S haruslah sama dengan asumsi-asumsi yang diterapkan dalam melakukan progres realisasi pekerjaan.
Agar tidak terjadi perbedaan pendapat, maka haruslah dilakukan kesepakatan di awal. Perlu diingat bahwa distribusi bobot item pekerjaan dan ketentuan memprogres pekerjaan adalah fokus pada biaya yang dikeluarkan berdasarkan kontrak yang telah disepakati baik ditinjau terhadap BQ maupun jenis kontrak.
Percepatan dilakukan dengan mempercepat item pekerjaan yang memiliki bobot yang besar, sehingga realisasi schedule dalam waktu singkat dapat menjadi Ahead tanpa melihat aspek pekerjaan kritis.
Persepsi ini pada akhirnya akan membuat keterlambatan schedule berdasarkan Kurva-S dapat dikejar namun berdasarkan aktual waktu penyelesaian sisa pekerjaan mengalami keterlambatan karena sisa pekerjaan memiliki urutan dan ketergantungan yang membutuhkan waktu yang lama walaupun bobot yang kecil.
Dalam usaha percepatan atas keterlambatan pekerjaan, parameter yang paling penting adalah perkiraan waktu penyelesaian proyek. Percepatan hanya dapat berhasil apabila menggunakan fitur Critical Path Method yang merupakan turunan dari Bar Chart. Dengan menggunakan fitur Critical Path Method, rencana percepatan akan jauh lebih akurat.
Kesalahan dan kurang optimalnya penggunaan Kurva-S pada beberapa kasus di atas harusnya dihindari dalam rangka mencapai target waktu yang benar. Walaupun sederhana, Kurva-S cukup bermanfaat sebagai alat kendali waktu pelaksanaan di proyek. Pemahaman filosofis mengenai Kurva-S akan sangat membantu proyek untuk mencapai target waktu.
Kurva-s pada dasarnya adalah perbandingan antara rencana dan realisasi pengeluaran biaya atau lebih pada kebutuhan cash flow. Namun dapat bermanfaat dalam menyatakan apakah proyek terlambat maupun tidak. Keterlambatan yang dinyatakan dalam kurva-s tersebut sebenarnya hanyalah merupakan pendekatan sehingga memiliki akurasi yang tidak tinggi dalam menyatakan keterlambatan proyek. Alat yang lebih baik dalam menyatakan keterlambatan proyek adalah Bar Chart dan produk turunannya yaitu Critical Path Method.
Pada proyek internasional, baik Owner maupun MK menggunakan tiga alat kendali sekaligus yaitu kurva-s, Bar Chart, dan Critical Path Method. Ketiganya digunakan dalam mencapai akurasi penilaian dan membuat program pelaksanaan proyek agar target waktu dapat tercapai. Mungkin kita perlu meniru dan mencoba mengaplikasikannya.
Kurva-S ini secara gampang akan terdiri atas dua grafik yaitu grafik yang merupakan rencana dan grafik yang merupakan realisasi pelaksanaan. Perbedaan garis grafik pada suatu waktu yang diberikan merupakan deviasi yang dapat berupa Ahead ( realisasi pelaksanaan lebih cepat dari rencana) dan Delay (realisasi pelaksanaan lebih lambat dari rencana). Indikator tersebut adalah satu-satunya yang digunakan oleh para pelaku proyek saat ini atas pengamatan pada proyek-proyek yang dikerjakan di Indonesia.
Manfaat Kurva-S
Kepraktisan menggunakan alat ini menjadikannya sebagai alat yang paling banyak digunakan dalam proyek. Namun juga tidak sedikit proyek yang menjadikan alat ini hanya sebatas hiasan dinding ruang rapat proyek. Mungkin agar terlihat “keren” atau yang lain. Padahal manfaat dari Kurva-S ini cukup banyak disamping sebagai alat indikator dan monitoring schedule pelaksanaan proyek.
Ada beberapa manfaat lain dari Kurva-S yang dapat diaplikasikan di proyek, yaitu:
Sebagai alat yang diperlukan untuk membuat EVM (Earned Value Method)
Sebagai alat yang dapat membuat prediksi atau forecast penyelesaian proyek
Sebagai alat untuk mereview dan membuat program kerja pelaksanaan proyek dalam satuan waktu mingguan atau bulanan. Biasanya untuk melakukan percepatan.
Sebagai dasar perhitungan eskalasi proyek
Sebagai alat bantu dalam menghitung cash flow
Untuk mengetahui perkembangan program percepatan
Untuk dasar evaluasi kebijakan manajerial secara makro
Kesalahan penggunaan dan persepsi Kurva-S
Walaupun gampang dan praktis untuk digunakan, tetap saja masih ada pelaku proyek yang salah persepsi dan salah menggunakan fitur sederhana ini. Berdasarkan pengalaman, ada beberapa hal yang saya anggap keliru dan belum lengkap dalam aplikasi Kurva-S ini, yaitu:
Anggapan bahwa progress 50% adalah tepat pada 50% waktu pelaksanaan.
Asumsi ini mengesampingkan kenyataan variasi jenis proyek atau keunikan proyek. Menurut saya ini suatu kesalahan persepsi. Contoh pada proyek gedung dimana komponen alat M/E yang cukup tinggi hingga 25% dan dipasang di akhir pelaksanaan proyek. Hal ini berarti kurva-s akan cukup landai di awal dan naik cukup tinggi di bagian akhir waktu pelaksanaan. Kurva-S akhirnya cenderung berada di progres 50% pada lebih dari 50% waktu pelaksanaan.
Persepsi yang benar adalah bahwa progres 50% belum tentu tepat pada 50% waktu pelaksanaan. Ini karena komposisi biaya dan waktu pelaksanaan tiap jenis proyek berbeda-beda. Pada suatu jenis proyek pun cukup variatif terkait lingkup pekerjaan yang dikerjakan.
Bentuk kurva harus mendekati huruf S.
Banyak pelaku proyek mempersepsikan nama kurva-s berarti grafik schedule yang terbentuk juga harus berbentuk S. Kedengaran lucu tapi ini benar-benar terjadi.
Ini juga kesalahan persepsi. Dengan alasan yang sama dengan point di atas bahwa proyek itu unit. Ada begitu banyak variasi termasuk kasus di atas. Bentuk S pada kurva adalah pendekatan.
Variasi bentuk S pada kurva-s akan sesuai kondisi proyek yang dilaksanakan yaitu distribusi bobot, urutan pelaksanaan, durasi, lingkup, dan yang lainnya. Sehingga tidak perlu memaksakan bentuk kurva atau grafik menyerupai S pada kurva-s, walaupun pada kebanyakan kasus kurva yang terbentuk memang mendekati huruf S.
Distribusi bobot pekerjaan berdasarkan waktu untuk suatu item pekerjaan sering diasumsikan terdistribusi merata.
Kesalahan ini diakibatkan oleh pemahaman yang kurang tepat mengenai Kurva-S. Pemahaman yang dimaksud adalah bagaimana bobot didapatkan, bagaimana struktur biaya masing-masing item pekerjaan dan bagaimana pekerjaan itu dilakukan terkait urutan pelaksanaan dan durasinya.
Distribusi bobot haruslah memperhitungkan rencana volume yang akan dikerjakan dalam satuan waktu dan nilai biayanya. Pada pekerjaan struktur beton untuk gedung berlantai banyak, distribusi bobot dapat dimungkinkan untuk merata. Namun untuk kasus lain misalnya pekerjaan M/E, tidak dapat didistribusikan merata karena pada dasarnya pekerjaan M/E terdiri atas dua kelompok besar yaitu instalasi dan alat M/E. Komposisi biaya antara dua kelompok biaya tersebut berbeda signifikan. Instalasi M/E diperkirakan hanya 10% dari total biaya M/E dan alat M/E bisa mencapai 90%.
Jika dihubungkan dengan kurva-S hasil realisasi pelaksanaan, hanya menghasilkan selisih akumulatif realisasi terhadap rencana yaitu Ahead (lebih cepat) atau Behind (terlambat). Sangat jarang memanfaatkannya untuk estimasi atau forecast penyelesaian proyek.
Seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya mengenai manfaat schedule Kurva-S cukup banyak. Sayang sekali apabila pada suatu proyek, schedule Kurva-S dibuat namun tidak pernah diupdate realisasi pelaksanaannya. Proyek seakan berjalan tanpa tahu apakah mengalami keterlambatan atau sebaliknya. Tentu berbahaya menjalankan proyek tanpa kendali
Produk turunan dari kurva-s yang paling gampang adalah estimasi waktu penyelesaian proyek. Keterlambatan proyek biasanya sering dikaitkan dengan paramter waktu perkiraan penyelesaian proyek. Untuk mendapatkan parameter ini perlu mempelajari mengenai Earned Value Method (EVM).
Ahead atau Behind adalah satu-satunya alat untuk menyatakan kondisi realisasi pelaksanaan tanpa memperhatikan aspek lain.
Mungkin ini persepsi yang paling banyak terjadi. Perlu diketahui bahwa Kurva-S menyatakan realisasi pekerjaan dalam bentuk bobot atau nilai biaya yang telah dikerjakan. Dasar tersebut berarti tingkat akurasi dalam hal deviasi tidaklah benar-benar akurat.
Untuk menyatakan apakah proyek benar-benar sedang mengalami keterlambatan, diperlukan alat yang lain misalnya Critical Path Method (CPM) atau Earned Value Method (EVM). Akan tetapi untuk deviasi schedule dan realisasi yang cukup besar, indikasi dari Kurva-S sudah cukup. Pada deviasi yang kecil, perlu instrumen lain untuk menyatakan keterlambatan proyek.
Cara memprogres pekerjaan persiapan adalah berdasarkan proporsional terhadap pekerjaan fisik. Misal, jika realisasi pekerjaan fisik mencapai 40% maka progres pekerjaan persiapan juga harus 40%.
Ini salah kaprah. Pekerjaan persiapan merupakan salah satu item pekerjaan yang selalu ada dalam BQ dan Kurva-S. Pekerjaan persiapan memiliki karakteristik yaitu tergantung dengan waktu. Artinya pekerjaan ini tidak terkait dengan progres pelaksanaan. Seringpula pada aktualnya pekerjaan persiapan dilakukan lebih dulu seperti kantor direksi, jalan akses, papan nama, dan lain-lain. Cakupan pekerjaan persiapan tersebut tidak terkait dengan seberapa besar progress pelaksanaan pada item pekerjaan fisik yang lain.
Pekerjaan persiapan haruslah diprogres sesuai dengan realisasi aktual di lapangan. Hal ini karena memprogress pelaksanaan dengan Kurva-S adalah suatu tindakan yang mengakui biaya yang dikeluarkan oleh Penyedia Jasa. Memprogress adalah sama dengan mengakui biaya yang dikeluarkan. Perlu kesepakatan awal mengenai bobot progres pada item pekerjaan ini.
Cara menilai progres realisasi berbeda dengan asumsi atau cara membuat distribusi bobot masing-masing pekerjaan pada Master Schedule S-Curve.
Perbedaan yang akhirnya akan membuat deviasi dalam pelaksanaannya. Asumsi-asumsi terhadap menetapkan distribusi bobot item pekerjaan pada saat perencanaan schedule dalam Kurva-S haruslah sama dengan asumsi-asumsi yang diterapkan dalam melakukan progres realisasi pekerjaan.
Agar tidak terjadi perbedaan pendapat, maka haruslah dilakukan kesepakatan di awal. Perlu diingat bahwa distribusi bobot item pekerjaan dan ketentuan memprogres pekerjaan adalah fokus pada biaya yang dikeluarkan berdasarkan kontrak yang telah disepakati baik ditinjau terhadap BQ maupun jenis kontrak.
Percepatan dilakukan dengan mempercepat item pekerjaan yang memiliki bobot yang besar, sehingga realisasi schedule dalam waktu singkat dapat menjadi Ahead tanpa melihat aspek pekerjaan kritis.
Persepsi ini pada akhirnya akan membuat keterlambatan schedule berdasarkan Kurva-S dapat dikejar namun berdasarkan aktual waktu penyelesaian sisa pekerjaan mengalami keterlambatan karena sisa pekerjaan memiliki urutan dan ketergantungan yang membutuhkan waktu yang lama walaupun bobot yang kecil.
Dalam usaha percepatan atas keterlambatan pekerjaan, parameter yang paling penting adalah perkiraan waktu penyelesaian proyek. Percepatan hanya dapat berhasil apabila menggunakan fitur Critical Path Method yang merupakan turunan dari Bar Chart. Dengan menggunakan fitur Critical Path Method, rencana percepatan akan jauh lebih akurat.
Kesalahan dan kurang optimalnya penggunaan Kurva-S pada beberapa kasus di atas harusnya dihindari dalam rangka mencapai target waktu yang benar. Walaupun sederhana, Kurva-S cukup bermanfaat sebagai alat kendali waktu pelaksanaan di proyek. Pemahaman filosofis mengenai Kurva-S akan sangat membantu proyek untuk mencapai target waktu.
Kurva-s pada dasarnya adalah perbandingan antara rencana dan realisasi pengeluaran biaya atau lebih pada kebutuhan cash flow. Namun dapat bermanfaat dalam menyatakan apakah proyek terlambat maupun tidak. Keterlambatan yang dinyatakan dalam kurva-s tersebut sebenarnya hanyalah merupakan pendekatan sehingga memiliki akurasi yang tidak tinggi dalam menyatakan keterlambatan proyek. Alat yang lebih baik dalam menyatakan keterlambatan proyek adalah Bar Chart dan produk turunannya yaitu Critical Path Method.
Pada proyek internasional, baik Owner maupun MK menggunakan tiga alat kendali sekaligus yaitu kurva-s, Bar Chart, dan Critical Path Method. Ketiganya digunakan dalam mencapai akurasi penilaian dan membuat program pelaksanaan proyek agar target waktu dapat tercapai. Mungkin kita perlu meniru dan mencoba mengaplikasikannya.
Strategi Percepatan Waktu Pelaksanaan Proyek Konstruksi
Proyek
konstruksi merupakan proyek yang memiliki kompleksitas yang tinggi.
Proyek konstruksi terdiri atas banyak pekerjaan yang saling terkait.
Proyek ini sering mengalami keterlambatan karena kompleksitasnya
sendiri. Tulisan ini adalah bagian awal dari serangkaian tulisan yang
akan membahas mengenai strategi percepatan pada proyek konstruksi.
Begitu banyaknya item pekerjaan yang ada
pada proyek konstruksi tentu menuntut perencanaan yang detil terhadap
schedule pelaksanaan. Hubungan antar pekerjaan, volume dan spesifikasi
pekerjaan, metode pelaksanaan serta aspek yang lain harus betul-betul
diperhatikan. Terutama keterkaitan antar pekerjaan, sangat menentukan
dalam mendapatkan strategi yang tepat dalam melakukan percepatan.
Dikarenakan banyaknya item pekerjaan
yang harus dilakukan, hal ini berarti pula akan melibatkan cukup banyak
vendor dan tenaga kerja. Akhirnya dituntut pengelolaan tenaga kerja yang
memadai dalam rangka mencapai target waktu pelaksanaan.
Waktu Pelaksanaan Proyek Konstruksi
Pada hampir seluruh proyek konstruksi,
seringkali ditarget dengan masa pelaksanaan yang sangat singkat. Bahkan
sering dikatakan “mustahil” untuk dapat diselesaikan. Pada proyek
pemerintah dimana masa mulai proyek yang umum adalah setelah bulan Juni.
Hal ini disebabkan masalah birokrasi. Sering dijumpai proyek konstruksi
yang harus mengimport alat atau material dari luar negri (Lift, AC,
Pompa, Panel, dll) ditarget pelaksanaannya hanya selama 4 bulan dimana
waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan material yang diimport sendiri
membutuhkan waktu yang sama, sehingga seringkali kontraktor tidak
memiliki waktu yang cukup untuk melakukan proses procurement yang
memadai.
Penyebab Umum Keterlambatan Proyek Konstruksi
Sebelum membahas mengenai strategi
percepatan proyek konstruksi yang terlambat, perlu diidentifikasi
mengenai faktor penyebab keterlambatan proyek ini. Dalam tulisan
sebelumnya, telah diberikan 25 faktor keterlambatan proyek. Daftar
tersebut dapat dipakai dalam mengidentifikasi penyebab yang
berkontribusi terhadap keterlambatan proyek konstruksi. Daftar 25 faktor
penyebab keterlambatan proyek yang terdapat pada tulisan sebelumnya
adalah faktor yang bersifat umum untuk semua jenis proyek.
Strategi Percepatan Proyek Konstruksi
Strategi paling tepat dalam
mengantisipasi keterlambatan proyek konstruksi adalah dengan membuat
Risk Management yang berdampak atas waktu pelaksanaan. Bagian penting
atas risk management tersebut adalah adanya risk response dan tentu
monitoringnya.
Pada proyek yang sudah terlanjur
mengalami keterlambatan artinya risiko yang berdampak atas waktu
pelaksanaan telah terjadi. Risiko yang terjadi adalah problem. Ini
terjadi karena kurang memadainya risk management yang dibuat.
Strategi percepatan proyek identik dengan risk respons dalam risk management.
Hanya saja pada risiko yang telah terjadi. Strategi diterapkan
berdasarkan prioritas jika faktor yang menyebabkan keterlambatan proyek
jumlahnya cukup banyak. Dengan melihat karakteristik khusus proyek
konstruksi dan faktor yang menyebabkan keterlambatan proyek, berdasarkan
pengalaman diusulkan rekomendasi strategi dalam melakukan percepatan
proyek konstruksi, yaitu:
A. Manajerial
1. Dalam situasi krisis terhadap waktu, Jalur kritis harus dikomunikasikan dan disepakati oleh Tim proyek.
2. Menjaga kedisiplinan Tim proyek. Kedisiplinan akan mempengaruhi suasana kerja di proyek.
3. Melakukan rapat harian
yang membahas segala hal terkait usaha untuk menjaga agar proyek dapat
diselesaikan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Rapat harian harus
dihadiri oleh Pejabat proyek yang mampu mengambil keputusan atas suatu
masalah. Jangan pernah mengulur pengambilan keputusan pada rapat harian
saat proyek mengalami krisis. Rapat harian harus dihadiri oleh Tim
proyek terkait, Mandor, dan wakil subkontraktor.
4. Aktif menggali informasi
mengenai potensi masalah kepada subkontraktor dan Mandor. Hal ini agar
masalah yang berpotensi terjadi dapat diantisipasi lebih dini
5. Melakukan update yang rutin atas jalur kritis (CPM).
Semakin sering akan semakin baik. Dapat pula membuat simulasi-simulasi
atas rencana-rencana proyek agar didapatkan strategi yang paling efisien
dan efektif.
6. Selalu memberikan motivasi yang terbaik kepada karyawan dan pekerja agar attitude dan mental kerja lebih baik.
8. Menambah jam kerja dengan lembur.
9. Menambah Personil proyek agar dapat meningkatkan pengawasan.
10. Menjaga kualitas pekerjaan. Kualitas yang tidak baik menyebabkan pengulangan pekerjaan.
11. Memastikan ketersediaan dana dan mengusahakan dana pendamping untuk hal-hal yang bersifat emergency.
12. Membantu mempercepat proses penagihan termijn bagi subkontraktor
13. Aktif berkomunikasi dengan
Owner dan Pengawas pekerjaan mengenai strategi percepatan proyek.
Usahakan untuk mendapatkan dukungan mereka.
14. Memberikan reward atas tercapainya setiap tahapan milestone kepada tim proyek, subkontraktor dan kepada pekerja.
15. Tim proyek harus fokus terhadap Safety. Kecelakaan akan membuat loss time.
16. Cek silang. Teknik ini adalah
dengan mendatangkan orang lain yang memahami tentang proyek konstruksi
ke proyek yang mengalami keterlambatan. Adakalanya dikarenakan tekanan
yang terus menerus, Tim proyek menjadi kurang sensitif terhadap
terjadinya masalah keterlambatan proyek. Orang lain dapat personel
manajemen atas atau tim proyek lain.
17. Menempatkan personil khusus
yang memonitor proses dan dokumen administrasi vendor. Sering kali
pekerjaan di lapangan terhambat oleh masalah prosedur administrasi.
B. Scope atau Lingkup Pekerjaan
1. Membuat checklist daftar sisa pekerjaan (Update WBS) dimana tingkat detil yang baik dan memadai. Daftar atau checklist ini akan sangat membantu dalam proses-proses berikutnya.
2. Daftar sisa pekerjaan dengan melihat secara keseluruhan dokumen kontrak yaitu gambar, BQ, dan spesifikasi.
3. Meminimalisir adanya
perubahan lingkup dan pekerjaan tambah-kurang. Perubahan lingkup akan
membuat pekerjaan semakin kompleks dan sulit dikelola. Perlu effort yang
lebih besar dengan adanya perubahan lingkup.
C. Critical Path Method
1. Membuat schedule sisa pekerjaan dimana target selesainya pekerjaan dibuat lebih maju untuk mengantisipasi kejadian yang tak terduga
2. Membuat CPM berdasarkan update WBS yang cukup detil dan
schedule sisa pelaksanaan agar dapat diidentifikasi item pekerjaan yang
masuk dalam kategori pekerjaan kritis. CPM adalah alat yang paling
powerfull dalam membantu percepatan pada saat situasi proyek kritis.
3. Memprioritaskan pekerjaan yang masuk dalam jalur pekerjaan kritis agar pekerjaan kritis tersebut tidak delay dari yang direncanakan.
4. Mengurangi sebanyak mungkin jumlah pekerjaan kritis
yang terdapat dalam rangkaian jalur pekerjaan kritis (CPM). Contoh
untuk teknik percepatan ini adalah pekerjaan finishing lantai (keramik)
dikerjakan tanpa menunggu pekerjaan finishing plafond selesai.
5. Menyebarkan suatu
rangkaian pekerjaan kritis menjadi beberapa jalur pekerjaan kritis atau
membuat jalur pekerjaan kritis yang semula berupa satu rangkaian seri
menjadi beberapa rangkaian yang tersusun paralel. Teknik ini akan
membuat total durasi akan semakin pendek. Biasanya dilakukan dengan
membagi suatu pekerjaan dalam zone yang lebih kecil yang berdiri sendiri
6. Menggabungkan dua atau lebih pekerjaan yang berada di jalur kritis menjadi hanya 1 pekerjaan kritis. Misal dari teknik ini adalah dengan mengganti bekisting pelat lantai dan tulangannya dengan material span deck.
7. Mengurangi durasi pekerjaan yang berada pada jalur kritis sehingga total durasi pelaksanaan menjadi lebih singkat. Contoh dari teknik ini adalah dengan menambah resources.
8. Mengurangi kuantitas pekerjaan yang masuk dalam jalur kritis
sehingga kuantitas pekerjaan kritis menjadi lebih kecil. Contohnya
adalah pada pekerjaan plafond yang umumnya dapat dikerjakan setelah
pekerjaan instalasi M/E selesai. Padahal ruang atau area instalasi M/E
hanya menggunakan sebagian area finishing plafond. Untuk area yang tidak
berada pada jalur M/E, plafond tersebut dapat dikerjakan. Dapat juga
dengan melaksanakan rangka pekerjaan plafond bersamaan dengan pekerjaan
instalasi M/E. Pada saat pekerjaan instalasi M/E selesai, baru dilakukan
penutupan plafond.
9. Menentukan target milestone pekerjaan. Hal ini untuk mengurangi kompleksitas dalam pengendalian dan monitor waktu pelaksanaan proyek.
10. Sesegera mungkin memulai
suatu pekerjaan dimana lahan telah siap. Harus diingat bahwa jalur
kritis dapat berpindah-pindah sesuai perkembangan di lapangan. Suatu
pekerjaan yang tidak kritis, bisa saja menjadi kritis karena terlambat
mulai dilaksanakan.
11. Memastikan pekerjaan yang
tidak berada di jalur kritis selesai sesuai target. Melesetnya realisasi
waktu pelaksanaan suatu pekerjaan juga dapat mengubah jalur kritis.
Pekerjaan yang terkait dengan pekerjaan yang terlambat bisa menjadi
kritis.
D. Material dan Supplier
1. Pengiriman material menggunakan transportasi udara.
Ekspedisi yang menggunakan jalur laut sering terlambat karena faktor
cuaca dan birokrasi. Ini menjadi satu-satunya cara apabila terjadi
larangan berlayar karena cuaca sedang jelek
2. Aktif memonitor proses pengiriman dengan meminta bukti manifest pengiriman material
3. Melakukan pengecekan langsung lokasi material yang akan dikirim ke proyek. Ini untuk memastikan bahwa material dalam kondisi ready untuk dikirim.
4. Jumlah supplier untuk suatu jenis material diusahakan lebih dari satu.
5. Mengganti material import dengan material yang ready stock dengan spesifikasi yang setara.
6. Mengganti material yang langka dengan material lain yang ready stock
dengan tetap memperhatikan kualitas pekerjaan. Contoh pada saat terjadi
kelangkaan semen, pekerjaan lantai kerja diganti dengan plastic sheet. Contoh lain adalah mengganti semen biasa PC dengan semen tipe PCC.
E. Alat
1. Memastikan alat dirawat sesuai prosedur
2. Mengganti alat yang tidak sesuai atau tidak cocok.
3. Memastikan tersedianya suku cadang di proyek terutama pada elemen alat yang bersifat aus
4. Menambah jumlah alat sehingga mencukupi kebutuhan pelaksanaan
5. Mengganti alat yang memiliki kapasitas yang lebih besar
6. Membuat sumber tenaga listrik cadangan. Kerusakan genset akan menghentikan hampir seluruh pekerjaan.
F. Subkontraktor
1. Mengurangi lingkup pekerjaan subkontraktor yang bermasalah dan menggantinya dengan subkontraktor yang terpercaya.
2. Mengambil alih pekerjaan subkontraktor yang berpotensi terlambat.
3. Jumlah subkontraktor pada suatu pekerjaan diusahakan lebih dari satu.
4. Meminta setiap subkontraktor agar menempatkan wakilnya yang dapat memutuskan masalah.
5. Aktif komunikasi via surat untuk masalah—masalah yang krusial
G. Tenaga Kerja
1. Mengganti tenaga kerja yang kurang produktif dengan yang lebih produktif. Durasi pekerjaan proyek konstruksi sangat tergantung pada produktifitas tenaga kerja.
2. Menambah jam kerja atau lembur. Lembur yang efektif adalah sampai dengan jam 24.00. Di atas jam tersebut biasanya produktifitas menurun.
3. Aktif memantau kedisiplinan tenaga kerja. Waktu yang hilang atas ketidakdisiplinan tenaga kerja berdampak cukup besar.
4. Memperhatikan kelayakan
tempat tinggal pekerja. Tempat tinggal yang tidak sehat, akan
menyebabkan tingginya angka pekerjaan yang sakit. Hal tersebut akan
menambah loss time di proyek.
5. Aktif berkomunikasi dengan pekerja mengenai kesulitan pelaksanaan dalam event meeting atau safety talk
6. Memberikan training secara
rutin kepada pekerjan agar keahlian pekerja meningkat sehingga akhirnya
produktifitasnya bertambah.
7. Menyediakan tempat istirahat pekerja pada lokasi yang sedekat mungkin dengan lokasi pekerjaan
8. Meniadakan warung di dalam
dan sekitar lokasi proyek. Adanya warung akan membuat waktu istirahat
pekerja lebih panjang.
9. Disarankan untuk
mengkoordinir pengadaan makan pada saat istirahat pekerja. Ini akan
memangkas waktu hilang yang menurunkan produktifitas.
10. Tenaga kerja harus disebar
pada area pekerjaan sedemikian masih tetap dapat dimonitor dengan baik.
Jangan menyebarkan pekerja pada area yang terlalu luas sehingga
menurunkan tingkat pengawasan
H. Design dan Metode Pelaksanaan
1. Aktif menemukan metode pelaksanaan baru yang lebih efisien dan efektif daripada metode eksisting.
2. Aktif mengevaluasi metode pelaksanaan yang ada sehingga didapatkan metode pelaksanaan yang paling efisien dan efektif.
3. Melakukan review design sedemikian design yang baru memberikan waktu penyelesaian yang lebih singkat dengan tanpa mengabaikan kehandalan fungsi design.
4. Membuat metode
pelaksananaan sedemikian dapat meminimalisir dampak cuaca buruk.
Misalnya mempercepat pekerjaan struktur agar pekerjaan finishing dapat
segera dimulai. Contoh lain adalah menyediakan atap terpal sehingga
pekerjaan dapat terus dilaksanakan walaupun terjadi hujan.
5. Melakukan review design sehingga volume pekerjaan yang kritis berkurang
I. Kontrak
1. Melakukan negosiasi ulang kontrak apabila penyebab keterlambatan adalah karena kontrak.
2. Mencatat secara
harian dan mendokumentasikan hal-hal yang menjadi penyebab keterlambatan
serta menyampaikan dengan surat kepada Owner dimana hal-hal tersebut secara kontraktual dapat menjadi dasar perpanjangan waktu pelaksanaan proyek / addendum waktu.
3. Kalaupun ada pekerjaan
tambah dan kurang, harus didasarkan pada upaya melakukan percepatan.
Usahakan pekerjaan tambah adalah pekerjaan yang tidak berada di jalur
kritis dan memiliki durasi pekerjaan yang singkat. Demikian pula dengan
pekerjaan kurang haruslah pekerjaan yang berada di jalur kritis dan
memiliki durasi yang panjang dimana aspek fungsi konstruksi masih dapat
dipertahankan.
J. Site
1. Mengevaluasi site dan penataannya.
Perhatian pada alur proses pekerjaan dan material. Site harus
dievaluasi agar menghasilkan suatu design site yang menghasilkan alur
proses yang efektif atau jalur alur sependek mungkin
2. Mengidentifikasi adanya
masalah pada site yang dapat menghalangi alur proses dan material.
Contoh adalah jalan kerja harus memadai.
3. Mengurangi genangan air
akibat hujan. Genangan air berpotensial menghambat laju pergerakan alur
proses pelaksanaan dan material.
4. Lokasi site harus
diupayakan dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi ini akan sangat
membantu secara psikologis para pekerja yang bekerja di proyek.
5. Memastikan akses masuk proyek sedemikian arus keluar masuk material tidak terhambat
Keterangan:
Berdasarkan pengalaman mengerjakan proyek konstruksi.
Bagian yang ditebalkan merupakan strategi yang sangat disarankan.
atau lebih jelasnya anda bisa masuk ke Tata Urutan Pelaksaan Proyek
Sumber :
http://pinokioze.blogspot.com/2010/05/urutan-kegiatan-proyek.html
http://proyekindonesia.com/2011/03/kesalahan-persepsi-kurva-s/
http://manajemenproyekindonesia.com/?p=472
Tidak ada komentar:
Posting Komentar