Kamis, 05 September 2013
Perhitungan Struktur Balok
Balok tanpa tulangan
Kita tau sifat beton yaitu kuat terhadap gaya tekan tetapi lemah terhadap gaya tarik.Oleh karena itu, beton dapat mengalami retak jika beban yang dipikulnya menimbulkan tegangan tarik yang melebihi kuat tariknya.
Jika sebuah balok beton (tanpa tulangan) ditumpu oleh tumpuan sederhana (sendi dan rol), dan di atas balok tersebut bekerja beban terpusat P serta beban merata q, maka akan timbul momen luar sehingga balok akan melengkung ke bawah.Pada balok yang melengkung ke bawah akibat beban luar ini pada dasarnya ditahan oleh kopel gaya-gaya dalam yang berupa tegangan tekan dan tarik. Jadi pada serat-serat balok bagian tepi atas akan menahan tegangan tekan, dan semakin ke bawah tegangan tersebut akan semakin kecil. Sebaliknya, pada serat-serat bagian tepi bawah akan menahan tegangan tarik, dan semakin ke atas tegangan tariknya akan semakin kecil pula.
Pada tengah bentang (garis netral) , serat-serat beton tidak mengalami tegangan sama sekali (tegangan tekan dan tarik = 0).
Jika beban diatas balok terlalu besar maka garis netral bagian bawah akan mengalami tegangan tarik cukup besar yang dapat mengakibatkan retak pada beton pada bagian bawah.Keadaan ini terjadi terutama pada daerah beton yang momennya besar, yaitu pada lapangan/tengah bentang.
Balok Beton dengan tulangan
Untuk menahan gaya tarik yang cukup besar pada serat-serat balok bagian tepi bawah, maka perlu diberi baja tulangan sehingga disebut dengan “beton bertulang”. Pada balok beton bertulang ini, tulangan ditanam sedemikian rupa, sehingga gaya tarik yang dibutuhkan untuk menahan momen pada penampang retak dapat ditahan oleh baja tulangan.Karena sifat beton yang tidak kuat tehadap tarik, maka pada gambar di atas, tampak bahwa balok yang menahan tarik (di bawah garis netral) akan ditahan tulangan, sedangkan bagian menahan tekan (di bagian atas garis netral) tetap ditahan oleh beton.
Fungsi utama beton dan tulangan
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa baik beton maupun baja-tulangan pada struktur beton bertulang tersebut mempunyai fungsi atau tugas pokok yang berbeda sesuai dengan sifat bahan yang bersangkutan.Fungsi utama beton yaitu untuk
Fungsi utama beton
Menahan beban/gaya tekan
Menutup baja tulangan agar tidak berkarat
Fungsi utama baja tulangan
Menahan gaya tarik (meskipun kuat juga terhadap gaya tekan)
Mencegah retak beton agar tidak melebar
Faktor keamanan
Agar dapat terjamin bahwa suatu struktur yang direncankan mampu menahan beban yang bekerja, maka pada perencanaan struktur digunakan faktor keamanan tertentu.Faktor keamanan ini tersdiri dari 2 jenis , yaitu :
Faktor keamanan yang bekerja pada beban luar yang bekerja pada struktur, disebut faktor beban.
Faktor keamanan yang berkaitan dengan kekuatan struktur (gaya dalam), disebut faktor reduksi kekuatan.
Faktor beban luar/faktor beban
Besar faktor beban yang diberikan untuk masing-masing beban yang bekerja pada suatu penampang struktur akan berbeda-beda tergantung dari kombinasi beban yang bersangkutan. Menurut pasal 11.2 SNI 03-2847-2002, agar supaya struktur dan komponen struktur memenuhi syarat dan layak pakai terhadap bermacam-macam kombinasi beban, maka harus dipenuhi ketentuan kombinasi-kombinasi beban berfaktor sbb :
Jika struktur atau komponen hanya menahan beban mati D (dead) saja maka dirumuskan : U = 1,4*D
Jika berupa kombinasi beban mati D dan beban hidup L (live), maka dirumuskan : U = 1,2*D + 1,6*L + 0,5 ( A atau R )
Jika berupa kombinasi beban mati D,beban hidup L, dan beban angin W, maka diambil pengaruh yang besar dari 2 macam rumus berikut : U = 1,2*D + 1,0*L + 1,6*W + 0,5 ( A atau R ) dan rumus satunya : U = 0,9*D + 1,6*W
Jika pengaruh beban gempa E diperhitungkan, maka diambil yang besar dari dua macam rumus berikut : U = 0,9*D + 1*E
Keterangan :
U = Kombinasi beban terfaktor, kN, kN/m’ atau kNm
D = Beban mati (Dead load), kN, kN/m’ atau kNm
L = Beban hidup (Life load), kN, kN/m’ atau kNm
A = Beban hidup atap kN, kN/m’ atau kNm
R = Beban air hujan, kN, kN/m’ atau kNm
W = Beban angin (Wind load) ,kN, kN/m’ atau kNm
E = Beban gempa (Earth quake load), kN, kN/m’ atau kNm, ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-1989-F, Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung, atau penggantinya.
Untuk kombinasi beban terfaktor lainnya pada pasal berikut :
Pasal 11.2.4 SNI 03-2847-2002, untuk kombinasi dengan tanah lateral
Pasal 11.2.5 SNI 03-2847-2002, untuk kombinasi dengan tekanan hidraulik
Pasal 11.2.6 SNI 03-2847-2002, untuk pengaruh beban kejut
Pasal 11.2.7 SNI 03-2847-2002, untuk pengaruh suhu (Delta T), rangkak, susut, settlement.
Faktor reduksi kekuatan
Ketidakpastian kekuatan bahan terhadap pembebanan pada komponen struktur dianggap sebagai faktor reduksi kekuatan, yang nilainya ditentukan menurut pasal 11.3 SNI 03-2847-2002 sebagai berikut :
Struktur lentur tanpa beban aksial (misalnya : balok), faktor reduksi = 0,8
Beban aksial dan beban aksial lentur
aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur : 0,8
aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
komponen struktur dengan tulangan spiral atau sengkang ikat : 0,7
Komponen struktur dengan tulangan sengkang biasa : 0,65
3. Geser dan torsi : 0,75
4. Tumpuan pada beton, : 0,65
akhirnya selesai juga, males betul nulis yang begituan tapi aku gak papa untuk kalian semua.ntar malah gak tau dasarnya malah repot. . .wkwkwkwk. Lanjut . . . . .
Kekuatan beton bertulang
Jenis kekuatan
Menurut SNI 03-2847-2002, pada perhitungan struktur beton bertulang, ada beberapa istilah untuk menyatakan kekuatan suatu penampang sebagai berikut
Kuat nominal (pasal 3.28)
Kuat rencana (pasal 3.30)
Kuat perlu (pasal 3.29)
Kuat nominal (Rn) diartikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur penampang yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi metode perencanaan sebelum dikalikan dengan nilai faktor reduksi kekuatan yang sesuai.Pada penampang beton bertulang , nilai kuat nominal bergantung pada:
dimensi penampang,
jumlah dan letak tulangan
letak tulangan
mutu beton dan baja tulangan
Jadi pada dasarnya kuat nominal ini adalah hasil hitungan kekuatan yang sebenarnya dari keadaan struktur beton bertulang pada keadaan normal.Kuat nominal ini biasanya ditulis dengan simbol-simbol Mn, Vn, Tn, dan Pn dengan subscript n menunjukkan bahwa nilai-nilai
M = Momen
V = Gaya geser
T = Torsi (momen puntir)
P = Gaya aksial (diperoleh dari beban nominal suatu struktur atau komponen struktur)
Kuat rencana (Rr), diartikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang diperoleh dari hasil perkalian antara kuat nominal Rn dan faktor reduksi kekuatan.Kuat rencana ini juga dapat ditulis dengan simbol Mr, Vr, Tr, dan Pr( keterangan sama seperti diatas kecuali P = diperoleh dari beban rencana yang boleh bekerja pada suatu struktur atau komponen struktur.
Kuat perlu (Ru), diartikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang diperlukan untuk menahan beban terfaktor atau momen dan gaya dalam yang berkaitan dengan beban tersebut dalam kombinasi beban U.Kuat perlu juga bisa ditulis dengan simbol-simbol Mu, Vu, Tu, dan Pu.
Karena pada dasarnya kuat rencana Rr, merupakan kekuatan gaya dalam (berada di dalam struktur), sedangkan kuat perlu Ru merupakan kekuatan gaya luar (di luar struktur) yang bekerja pada struktur, maka agar perencanaan struktur dapat dijamin keamanannya harus dipenuhi syarat berikut :
Kuat rencanaRr harus > kuat perlu Ru
Prinsip hitungan beton bertulang
Hitungan struktur beton bertulang pada dasarnya meliputi 2 buah hitungan, yaitu hitungan yang berkaitan dengan gaya luar dan hitungan yang berkaitan dengan gaya dalam.
Pada hitungan dari gaya luar, maka harus disertai dengan faktor keamanan yang disebut faktor beban sehingga diperoleh kuat perlu Ru.Sedangkan pada hitungan dari gaya dalam, maka disertai dengan faktor aman yang disebut faktor reduksi kekuatan sehingga diperoleh kuat rencana Rr = Rn * faktor reduksi, selanjutnya agar struktur dapat memikul beban dari luar yang bekerja pada struktur tersebut, maka harus dipenuhi syarat bahwa kuat rencana Rr minimal harus sama dengan kuat perlu Ru.
Prinsip hitungan struktur beton bertulang yang menyangkut gaya luar dan gaya dalam tersebut secara jelas dapat dilukiskan dalam bentuk skematis, seperti gambar berikut :
1. Pemasangan tulangan longitudinal / memanjang
Fungsi utama baja tulangan pada struktur beton bertulang yaitu untuk menahan gaya tarik. Oleh karena itu pada struktur balok, pelat, fondasi, ataupun struktur lainnya dari bahan beton bertulang, selalu diupayakan agar tulangan longitudinal (memanjang) dipasang pada serat-serat beton yang mengalami tegangan tarik. Keadaan ini terjadi terutama pada daerah yang menahan momen lentur besar (umumnya di daerah lapangan/tengah bentang, atau di atas tumpuan), sehingga sering mengakibatkan terjadinya retakan beton akibat tegangan lentur tersebut.
Tulangan longitudinal ini dipasang searah sumbu batang .Berikut ini diberikan beberapa contoh pemasangan tulangan memanjang pada balok maupun pelat.
2. Pemasangan tulangan geser
Retakan beton pada balok juga dapat terjadi di daerah ujung balok yang dekat dengan tumpuan. Retakan ini disebabkan oleh bekerjanya gaya geser atau gaya lintang balok yang cukup besar, sehingga tidak mampu ditahan oleh material beton dari balok yang bersangkutan. Retakan balok akibat gaya geser dan cara mengatasi retakan geser ini akan dijelaskan lebih lanjut . . .
Agar balok dapat menahan gaya geser tersebut, maka diperlukan tulangan geser yang dapat berupa tulangan miring/tulangan-serong atau berupa sengkang/begel. Jika sebagai penahan gaya geser hanya digunakan begel saja, maka pada daerah yang gaya gesernya besar (mislnya pada ujung balok yang dekat tumpuan) dipasang begel dengan jarak yang kecil/rapat, sedangkan pada daerah dengan gaya geser kecil (daerah lapangan/tengah bentang) dapat dipasang begel dengan jarak yang lebih besar/renggang.
3. Jarak tulangan pada balok
Tulangan longitudinal maupun begel balok diatur pemasangannya dengan jarak tertentu, seperti terlihat pada gambar berikut :
Keterangan gambar :
Sb = tebal penutup beton minimal (9.7-1 SNI 03-2847-2002).Jika berhubungan dengan tanah/cuaca : Untuk D >atau =16 mm, tebal Sb = 50 mm. ; Untuk D< 16 mm, tebal Sb = 40 mm ; Jika tak berhubungan tanah dan cuaca tebal Sb = 40 mm.
b = Jarak maksimum (as-as) tulangan samping (3.3.6-7 SK SNI T-15-1991-03), diambil < atau = 300 mm dan < atau = balok (1/6) kali tinggi efektif balok.Tinggi efektif = tinggi balok – ds atau d = h – ds
S av = Jarak bersih tulangan pada arah vertikal (9.6-2 SNI 03-2847-2002) diambil > atau = 25 mm, dan > atau = D.
Sn = Jarak bersih tulangan pada arah mendatar (9.6-1 SNI 03-2847-2002) diambil > atau = 25 mm, dan > atau = D. Disarankan d > atau = 40 mm, untuk tulangan balok.
D = diameter tulangan longitudinal (mm)
ds = Jarak titik berat tulangan tarik sampai serat tepi beton bagian tarik, sebaiknya diambil > atau = 60 mm.
4. Jumlah tulangan maksimum dalam 1 baris
Dimensi struktur biasanya diberi notasi b dan h, dengan b adalah ukuran lebar dan h adalah ukuran tinggi total dari penampang struktur.Sebagai contoh dimensi balok ditulis dengan b/h atau 300/500, berarti penampang dari balok tersebut berukuran lebar balok, b = 300 mm dan tinggi balok h = 500 mm.
Keterangan gambar :
As = luas turangan tarik (mm2)
As’ = luas tulangan tekan (mm2)
b = lebar penampang balok (mm)
c = jarak antara garis netral dan tepi serat beton tertekan (mm)
d = tinggi efektif penampang balok (mm)
ds1= Jarak antara titik berat tulangan tarik baris pertama dan tepi serat beton tarik (mm)
ds2= jarak antara titik berat tulangan tarik baris kedua dengan tulangan tarik baris pertama (mm)
ds’ = jarak antara titik berat tulangan tekan dan tepi serat beton tekan (mm)
h = tinggi penampang balok (mm)
Karena lebar balok terbatas pada nilai b, maka jumlah tulangan yang dapat dipasang pada 1 baris (m) juga terbatas. Jika dari hasil hitungan tulangan balok diperoleh jumlah total (n) yang ternyata lebih besar daripada nilai m, maka terpaksa tulangan tersebut harus dipasang pada baris berikutnya. Jumlah tulangan maksimal pada baris (m) tersebut ditentukan dengan persamaan berikut :
keterangan :
m = jumlah tulangan maksimal yang dapat dipasang pada 1 baris. Nilai m dibulatkan ke bawah, tetapi jika angka desimal lebih besar daripada 0,86 maka dapat dibulatkan ke atas.
b = lebar penampang balok (mm)
ds1 = jarak antara titik berat tulangan tarik baris pertama dan tepi serat beton tarik (mm)
D = diameter tulangan longitudinal balok (mm)
Sn = jarak bersih antar tulangan pada arah mendatar, dengan syarat lebih besar dari D dan lebih besar dari 40 mm (dipilih nilai yang besar)
Pada persamaan di atas, jika ternyata jumlah tulangan balok (n) > jumlah tulangan per baris (m),
Meskipun elemen beton dapat menahan gaya geser/gaya lintang yang bekerja pada balok, tetapi jika gaya geser tersebut cukup besar(terutama pada daerah ujung balok), maka elemen beton yang arahnya miring (menyudut).Untuk mengatasi retak miring akibat gaya geser maka pada lokasi yang gaya gesernya cukup besar ini diperlukan tulangan khusus, yang disebut tulangan geser.
Sebetulnya retak miring pada balok dapat ditahan dengan 4 unsur, yaitu :
1) Bentuk dan kekasaran permukaan agregat beton (pasir dan kerikil). Bentuk agregat yang tajam/menyudut dan permukaannya kasar sangat kuat menahan geser, karena agregat akan saling mengunci, sehingga mempersulit terjadinya slip (tidak mudah retak) seperti terlihat pada gambar (a). Tetapi jika agregat berbentuk bulat dan permukaannya halus tidak kuat menahangaya geser karena mudah terjadi slip (mudah retak), seperti terlihat pada gambar (b).
2) Retak geser ditahan oleh gaya tarik dan gaya potong ( dowel action ) dari tulangan longitudinal, seperti terlihat pada gambar (c) dan gambar (d).
3) Retak geser ditahan oleh struktur beton
4) Retak geser ditahan oleh gaya tarik tulangan geser, baik berupa tulangan miring maupun tulangan begel, seperti terlihat pada gambar (e) dan (f)
Pemasangan begel balok dilaksanakan dengan melingkupi tulangan longitudinal, dan kedua tulangan tersebut saling diikat dengan kawat binddrad. Dengan demikian, begel tersebut selain berfungsi untuk menahan gaya geser, juga berfungsi mencegah pergeseran tulangan longitudinal akibat gaya potong, sehingga kedudukan longitudinal lebih kuat.
Menurut pasal 13.1.1 SNI 03-2847-2002, pada perencanaan penampang yang menahan gaya geser harus didasarkan pada kuat geser nominal (Vn), yang ditahan oleh 2 macam kekuatan, yaitu : kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser (Vs). Dengan demikian pengaruh kekasaran agregat, gaya tarik dan gaya potong tulangan longitudinal tidak diperhitungkan, sehingga “keamanan” pada perencanaan.
Retakan pada balok
Jika ada sebuah balok yang ditumpu secara sederhana (yaitu dengan tumpuan sendi-rol), kemudian di atas balok diberi beban cukup berat, balok tersebut dapat terjadi 2 jenis retakan, yaitu retak yang arahnya vertikal dan retakan yang arahnya miring.
Retak vertikal terjadi akibat kegagalan balok dalam menahan beban lentur, sehingga biasanya terjadi pada daerah lapangan (benteng tengah) balok, karena pada daerah ini timbul momen lentur paling besar. Retak miring terjadi akibat kegagalan balok dalam menahan gaya geser, sehingga biasanya terjadi pada daerah ujung (dekat tumpuan) balok, karena pada daerah ini timbul gaya geser/gaya lintang paling besar.
Retak balok akibat gaya geser
Untuk memberikan gambaran cukup jelas tentang bekerjanya gaya geser/gaya lintang pada balok, diambil sebuah elemen kecil dari beton yang berada di dekat ujung balok, kemudian elemen tersebut diperbesar sehingga dapat dilukiskan gaya-gaya geser di sekitar elemen beton seperti gambar di bawah.
Pada gambar (a), akibat berat sendiri dan beban-beban di atas balok, maka pada tumpuan kiri maupun kanan timbul reaksi (RA dan RB) yang arahnya ke atas, sehingga pada tumpuan kiri terjadi gaya lintang/geser sebesar RA ke atas.
Gaya lintang RA ini berakibat pada elemen beton (yang diperbesar) pada gambar (b) sebagai berikut :
Arah reaksi RA ke atas, sehingga pada permukaan bidang elemen sebelah kiri terjadi gaya geser dengan arah ke atas pula.
Karena elemen beton berada pada keadaan stabil, berarti terjadi keseimbangan gaya vertikal pada elemen beton, sehingga pada permukaan bidang elemen sebelah kanan timbul gaya geser ke bawah. Kedua gaya geser pada kedua permukaan bidang (bidang kiri dan kanan) ini besarnya sama.
Akibat gaya geser ke atas pada kedua permukaan bidang kiri dan gaya geser ke bawah pada permukaan bidang kanan, maka pada elemen beton timbul momen yang arahnya sesuai dengan arah putaran jarum jam.
Karena elemen beton berada pada keadaan stabil, berarti terjadi keseimbangan momen pda elemen beton, sehingga momen yang ada harus dilawan oleh momen lain yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan dengan arah putaran jarum jam.
Momen lawan yang arahnya berlawanan dengan arah jarum putaran jam pada item 4) dapat terjadi, jika ada permukaan bidang elemen sebelah atas ada gaya geser dengan arah kiri, dan pada permukaan bidang elemen sebelah bawah ada gaya geser dengan arah ke kanan.Kedua gaya geser terakhir ini besarnya juga sama.
Pada gambar (c), terjadi keadaan berikut :
Gaya geser ke atas pada permukaan bidang kiri dan gaya geser ke kiri pada permukaan bidang atas, membentuk resultante R yang arahnya miring ke kiri-atas.
Gaya geser ke bawah pada permukaan bidang kanan dan gaya geser ke kanan pada permukaan bidang bawah, juga membentuk resultante R yang arahnya miring ke kanan-bawah.
Kedua resultant yang terjadi dari item 1 dan item 2 tersebut sama besarnya, tetapi berlawanan arah dan saling tarik-menarik.
Jika elemen beton tidak mampu menahan gaya tarik dari kedua resultant R, maka elemen beton akan retak dengan arah miring, membentuk sudut 45 derajat.
Pengenalan torsi
Torsi (twist) atau momen puntir adalah momen yang bekerja terhadap sumbu longitudinal balok/elemen struktur.Torsi dapat terjadi karena adanya beban eksentrik yang bekerja pada balok tersebut.Selain itu,pada umumnya torsi dijumpai pada balok lengkung atau elemen struktur portal pada ruang.Lihat gambar di bawah . .. . .
Pada kasus-kasus tertentu, pengaruh torsi lebih menentukan dalam perencanaan elemen struktur jika dibandingkan dengan pengaruh beban-beban yang lain, misalnya : torsi pada kantilever (gambar(b)) atau torsi pada kanopi (gambar(d)).
Jenis beban torsi
Beban torsi dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu
Torsi keseimbangan = momen torsi yang timbul karena dibutuhkan untuk keseimbangan struktur, seperti terlihat pada gambar diatas,dari gambar (a) sampai gambar (d).
Torsi kompatibilitas = Momen torsi yang timbul karena komptabilitas deformasi antara elemen-elemen struktur yang bertemu pada sambungan, seperti gambar dibawah. .
T beam atau dalam bahasa Indonesianya adalah balok T, adalah balok yang pengecorannya dilaksanakan bersamaan dengan pengecoran pelat lantai atau sering disebut (monolit). Sehingga plat beton diperhitungkan sebagai sayap dari balok, dengan lebar sayap tertentu. Secara umum balok T dibagi menjadi 2 yaitu balok pinggir (exterior) dan balok tengah (interior) .
ya gambar di atas saya ambil dari salah satu website teknik sipil di Indonesia, dan kita akan menentukan jumlah tulangan untuk balok T tersebut dapat menahan beban yang bekerja padanya. sebelumnya perilaku balok T apabila terkena momen yang bekerja padanya adalah sebagai berikut :
LEBAR EFEKTIF SAYAP
Pada saat balok menahan beban, tidak semua bagian pelat yang berada diatasnya berdeformasi. Semakin jauh pelat dari sumbu balok semakin kecil konstruksi pelat itu mempengaruhi deformasi balok yang dihasilkan. SNI 2002 pasal 10, 10 mengatur besaran bagian pelat yang dapat diambil sebagai bagian dari balok (atau lebih dikenal dengan lebar efektiv pelat), yaitu :
Lebar efektiv pelat lantai adalah ≤ 1/4 bentang balok
Lebar efektiv pelat yang diukur dari masing-masing tepi badan balok tidak boleh melebihi nilai terkecil dari :
8 kali tebal pelat
1/2 jarak bersih antara badan – badan yang bersebelahan
Untuk balok dengan pelat hanya pada satu sisinya saja (balok eksterior), lebar sayap efektiv diukur dari sisi balok tidak boleh melebihi dari :
1/12 panjang batang balok
6 kali tebal pelat
1/2 jarak bersih antara badan-badan balok yang berdekatan
ANALISIS BALOK “T”
Pada umumnya, zona tekan balok “T” berbentuk persegi seperti terlihat pada gambar 4.2b (diatas). Untuk kasus seperti ini, balok “T” tersebut dapat dianalisa sebagai balok persegi dengan lebar “b”. Untk kasus dimana zona tekan berbentuk “T” seperti pada gambar 4.2d (diatas) analisis dapat dilakukan dengan memperhitungkan secara terpisah kontribusi sayap dan badan penampang dalam menahan momen. (gambar dibawah)
Analisis dilakukan secara terpisah sebagai berikut :
BALOK SAYAP
Luas zona tekan = (b – bw) hf
Gaya tekan Cf = 0,85. fc’. (b – bw) hf
Syarat keseimbangan , Tf = Cf
Sehingga dengan asumsi fs = fy maka :
Asf. fy = 0,85. fc’. (b-bw) hf
sehingga Asf dapat dicari dari persamaan di atas
Lengan momen = (d-hf/2)
Mnf = 0,85. fc’. (b-bw) hf (d-hf/2)
atau, Mnf = Asf. fy (d-hf/2)
BALOK BADAN
Luas tulangan tarik badan –> Asw = As – Asf
Gaya tekan , Cw = 0,85. fc’. bw. a
Syarat keseimbangan –> Cw = Tw = Asw . fy
sehingga, a = Asw.fy / 0,85. fc’. bw
Lengan momennya adalah (d-a/2), sehingga :
Mnw = 0,85. fc’. bw. a (d-a/2), atau
Mnw = Asw. fy (d-a/2)
Maka Momen pada balok T adalah = Momen pada balok sayap + Momen pada balok badan
Momen balok T = Mnf + Mnw
PERHITUNGAN APAKAH fs=fy
Pada langkah analisis di depan, fs diasumsikan = fy (tulangan leleh). Asusmsi ini harus dicek, seperti yang pernah dijelaskan pada bab sebelumnya, dengan membandingkan nilai (a/d) hasil perhitungan terhadap nilai(ab/d) yaitu
ab/d = β1. (600/600+fy)
Jika a/d ≤ ab/d , , , maka fs = fy
BATASAN TULANGAN MAXIMUM UNTUK BALOK T
Untuk menjamin perilaku yang daktail, SNI 2002 pasal 12.3 butir 3 mensyaratkan :
ρ ≤ 0,75 ρb
Untuk balok T yang berperilaku seperti balok persegi, perhitungan ρb dapat dihitung menggunakan rumus yang diberikan pada bab sebelumnya. Jika zona kompresi pada balok T berbentuk “T” maka perlu dihitung luas tarik yang berhubungan dengan keruntuhan seimbang (balanced), yaitu :
Asb = Cb/fy –> Cb = 0,85.fc’. [(b-bw)hf+bw.a]
sehingga, A max ≤ Asb
TULANGAN MINIMUM BALOK T
SNI 2002 pasal 12.5 butir 2 mensyaratkan batasan tulangan minimum untuk balok T yaitu
Asmin = (√f’c / 2.fy) bw.d
atau
Asmin = (√f’c / 4.fy) bf.d
Rujukan : Bahan Ajar Struktur berton Dr.Ir Antonius, MT (Dosen Unissula Semarang)
Design balok beton bertulang
b = lebar balok (cm)
h = tinggi balok (cm)
d = tinggi efektif balok (dari atas sampai titik berat tulangan bawah)
notasi “d” atau tinggi efektif umumnya adalah 0,9 h
As = luas tulangan tarik (cm2)
T = gaya tarik tulangan = As . fy
Cc = Gaya tekan beton = 0,85 . fc’ . b.d
a = tinggi blok tegangan beton
Rumus perhitungannya ada dibawah,
kalo yang baru lihat pertama rumus di atas pasti membingungkan, tapi yang sudah pernah lihat dan mendesign pasti sudah nggak asing lagi, memang saya tidak sepandai dosen saya dalam menyampaikan, mungkin kita bisa langsung dalam contoh soalnya saja ya . .
Pertama-tama Cari Momen maksimal dulu la ditengah bentangnya ., q = 1000 kgcm dikalikan bentang 40 cm. = 40000 kgcm . jadi Q = 40000 kg.
Reaksi A dan B adalah 20000 kg atau 20 ton. jadi Mmax = 20000.20 – 20000.10 = 20000 kgcm.
atau bila langsung dengan rumus, 1/8*q*L^2 = 200000 kgcm
ini adalah luas tampang besi dari bermacam2 diameter, dari rumus 1/4*3,14*D^2 , yang sudah dihitung dengan menggunakan excel.,
lalu perhitungan dengan menggunakan rumus diatas saya gunakan excel hingga bertemu dengan jumlah tulangan yang diperlukan, pada bagian terakhir luas tulangan tarik (As) dibagi dengan luas tampang besi yang akan digunakan, sehingga kebutuhan untuk besi tulangan 8,10,12 dan 16 akan berbeda2., silahkan mencoba
NB = rumus omega (ω) itu sebenarnya = 1- (1-2Rn)^0.5
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar